Seismograf hidup
tiba-tiba berkedip cepat.
Aku
melihat ke spion, dia masih saja tersenyum. Buset... aku mengibas-ngibaskan
kepala lalu menoleh lagi ke spion. Masih orang yang sama. Tersenyum lagi dia.
Tuhan, hari ini benar-benar aneh. Aku sedang berada di atas Kuda kencana
membonceng Sri Ratu Wilhelmina. Dan dia mau saja dibonceng buruk rupa macam
aku. Aneh, kan?
Ake
menoleh lagi ke spion.
"kenapa,
mas?”
“nggak,
nggak papa, mbak ni.” Sahutku menyembunyikan nervous
Di spion kiri terlihat bos wafa setia
membuntuti. Kendati jauh dan terhalang helm, aku tahu dia sedang senyum-senyum
melihatku kikuk macam ini.
Baiklah,
setelah memastikan semua sistem motorik tubuh agar tetap awas pada kendali
sepeda motor dan lalu lintas, aku melayangkan pikiranku. Mencoba menalar dari
mana ujung keanehan ini terjadi. Hmm..
Autopilot
override..
*****
Ogah-ogahan,
kutulis essay 150 kata tentang entrepreneurship yang tak secuilpun aku pahami.
Biar bu wahyu tak terus-terusan meburuku. kebetulan, essay itu diterima dan aku
termasuk delapan puluh peserta pelatihan, kecelakaan, aku ikut-ikutan nimbrung
di kelompok para calon “Pengusaha” ini. Heh, pengusaha? Aku yang ngantukan ini
sama sekali tak mirip pengusaha. Bambungan iya. Dengan pakaian seadanya,
perhatian seadanya, dan bau badan seadanya aku diam di pojokan menyaksikan para
pemuda penuh semangat, talenta, dan kemuan keras itu berdebat tentang nama
untuk perkumpulan baru kita. tempat di gedung fakultas syari’ah. Huaayyy...
hari ini benar-benar dipenuhi hal tidak penting.
Perdebatan
semakin memanas saat seorang peri maju
mengambil spidol berusaha menengahi perdebatan. Punggung menegak, mataku
membesar. Dengan sendirinya Ajian Ekagatra aliran Tantripala bekerja...
“Makhluk
kayangan, Arok.”
Bisikku dalam pada
diri sendiri. Dan siapa itu Arok?
“Baiklah diputuskan,
nama untuk kelompok kita adalah SASEO: Sunan Ampel Surabaya Event Organizer.”
Kata Rizki sambil bersorak riang.
Aku menjatuhkan lagi
punggung ke sandaran kursi. Mengusap
jidat.
Oh, come on
********
Baiklah,
itu awal mula kejadian kenapa sampai Sri Ratu Wilhelmina ada tepat di
belakangku.
Dan itulah kira-kira titik berangkat dimana tuhan sedikit memberikan warna pada my
perilous life di awal semester enam. Saat kutulis ini mungkin itu semua
sudah menjadi tak lebih dari fragment sejarah. Aku tahu dan paham betul
dari awal bahwa semua ini. Entrepreneurship, Gedung SAC, SASEO, dan Sri Ratu
Wilhelmina cuma sebuah fase. Bonus Stage. Iklim takdir lama akan tetap
menaungi langkahku setidaknya untuk beberapa tahun kedepan. tapi, akan kucoba
jelaskan sebisaku tetang Sri Ratu Wilhelmina ini.
Saking
Kuatnya aura magis yang dimilikinya, dia berhasil menyepak-pinggirkan Nur
Istiqamah sama sekali dari pikiranku. Bayangan yang berkuasa dua tahun itu
tiba-tiba tergencet begitu saja selama beberapa bulan ini. Kalah jauh cak, dia sempat menguasai seleraku hingga
menganggap perempuan yang memakai rok panjang itu terlihat feodal dan kuno.
Sekarang, anggapan itu
hancur berkeping-keping. Yang ini semakin memakai rok semakin mirip Galadriel, charm, kingly,
Luxurious. Di bawah terpaan langit sore, Aku mengira dia terbuat dari emas, jalannya
tidak menapak tanah, makanannya cuma kelopak melati, minum cuma air embun.
Wajahnya padang pasir, matanya lautan, alisnya bulan sabit, kelopaknya mawar dilindung pagar berduri, dan
semua itu kompak membentuk air muka yang berseru lantang :
All shall love me!
And Despairs!
Mengerikan, pikirku.
Aku khayal perempuan seperti itu bisa merobohkan sebuah kerajaan dengan
beberapa kali senyum dan rayuan. Tapi aku ragu itu bakalan terjadi. Raut
wajahnya menunjukkan dia adalah seseorang yang berkarakter. Hidup berlandaskan
tujuan dan asas-asas. Cermat dalam mengatur dan meperhitungkan semuanya. Selalu
memperhatikan detail dan tidak punya waktu untu hal remeh-remeh. Di kemudian
hari aku tahu apa kira-kira yang memahat karakter dan kepribadiannya. Stat
STR-nya sempurna. Dengan pertumbuhan INT tinggi pula. hampir setinggi anifa. Aku
senang pernah mengenalnya. Gadis yang mengagumkan.
Kami berteman, untuk
beberapa bulan. Aku punya beberapa kali kesempatan untuk duduk berjam-jam
bersamanya. Berbagi cerita masing-masing. Dia cair sewaktu-waktu, tidak selalu
angker seperti yang kupikirkan. Tapi disampingnya, supremasiku mulai menggeliat
bangkit. Kecantikannya menyinggung Arcanium-ku. Seakan tak rela
ada yang lebih kuat darinya. Pembuluh nadiku mengeras di setiap detik yang
kuhabiskan bersamanya. Seakan tak sudi jika sampai dianggap remeh oleh dia dan
segala keindahan gilang-gemilang yang dimilikinya. somehow,aku
mendapatkan diriku kembali.
“aku balik ke kos dulu
mas, samlikum...”
Aku senyum saja tanpa
suara. Dia berjalan keluar gedung menuju sepeda motornya. lama kunikmati
gerakan kibar gaunnya dari kejauhan. Menderetkan tanya apa maksud kehadirannya
dalam hidup. Ini mugkin sore terakhir, SASEO mungkin tak dapat bertahan lebih
lama lagi. dan segera aku tidak akan menemukannya lagi dalam hari-hariku
kedepan.
Tapi,
kamu tetap kenangan yang bagus untuk jadi dokumentasi hidup. Jadi, harus dengan
apa aku memanggilmu? Ah, baiklah...
Aku
mengetik deretan kata di HP....
Yellowshine
Rose
0 komentar :
Posting Komentar