Selasa, 26 Agustus 2014

Hands of Sorrow

Gedung SAC, Jum’at, 6 Juni 2014

 The child without a name, grow up to be a hand,
 To watch you, to shield you,  or kill on demand

Seismograf hidup bergerak dinamis. Tapi tidak akan lama lagi.


     Lamat-lamat kuperhatikan seksama garis lurus yang melintang di telapak tanganku kiriku. itu Dulu, seorang dukun urut mewanti-wanti ummi agar melarangku  menggunakan tangan kiri untuk menyepak teman-temannku. Waktu itu aku memang kedapatan beberapa kali berkelahi. Dia tak sadar bisikannya terdengar juga olehku.
        “tangannya mengkel, Nyi.. bisa sakit  temannya. Kalau kena.”
        Ummi tidak pernah menjawabnya selidikanku. Mengkel sendiri aku tak tahu artinya. Istilah orang dulu. Beliau cuma menegaskan untuk menuruti perintah si tukang urut. Bersambung. Aku pagi ini sedang duduk sendiri di kantor Lembaga Pengembangan Kewirausahaan dan Bisnis Islam (LPKBI). Bermesraan dengan hening. Tetap saja hening meskipun AC sialan itu selalu ribut kalau dihidupkan. Mbak Sherli dan Nikma harusnya sudah datang. Huaayy, mungkin beberapa menit lagi.
         Percayakah kamu pada ramalan garis tangan? Aku embuh ya. Garis lurus di telapak tangan ini lazim disebut Simian Line. Konon, cuma 3% dari penduduk dunia yang memilikinya. Dan aku salah satunya. Aku malas memercayai semua tafsiran tentang arti garis ini. Semuanya spekulatif dan khayali. Yang aku pahami adalah garis ini punya arti yang tidak main-main. Seakan rangkaian takdir teruntai di setiap inchi-nya.
 It can be my savior, or the cause of my destruction
Selama ini aku mampu membangun hal-hal mengagumkan dengan tangan kananku. Tapi, kawan.. aku mampu menghancurkan lebih banyak daripada yang mampu aku buat. Ah, aku sebenarnya enggan mengingat-ingat ini lagi. sejak kecil jadi penyendiri. Karena diriku memang rawan menghancurkan sesuatu. Piring dan perabotan rumah tak terhitung lagi. dulu ada satu unit komputer. Baru saja selesai direparasi oleh ayah. Aku cuma memegangnya sekali, sirkuit power supply-nya langsung hangus. Spiker masjid bernasib serupa. Terus berlanjut pada tahun-tahun selanjutnya saat masuk sekolah. OSIS MTsNj masa kepengurusanku dipecat secara tidak hormat. Program setoran kitab dulu macet toal akibat ulahku. Syukur Ta’limul Qur’an MORqu berhas kupertahankan. Tapi BES dan BLS MAKnj tak selamat. Kudengar tak bangkit lagi hingga sekarang.
Aku menyaksikan banyak hal yang mesti berakhir saat aku didalamnya.
Dan sekarang, pagi ini juga dengan tangan ini pula, aku akan membunuh organisasi yang baru lahir ini, once and for all...

Aku bangkit menuju dispenser mengambil segelas air. Meneggak habis isinya. Lalu
Memain-mainkan gelasnya di atas meja. Sudah lewat 15 menit. Mereka berdua belum juga datang.
          Jadi,  menurut kalian apakah aku ini semacam doom bringer? Seorang yang diutus untuk mencabut untai terakhir dari tenggorokan sebuah eksistensi untuk kemudian lenyap selamanya? Tapi SASEO memang sudah sekarat. Dilanjutkan pun sama saja menyiksa diri. UINSA Friday Market produk unggulannya menderita kerugian defisit yang tidak main-main tiap minggunya. Semua event-nya tak satupun sukses terlaksana, emm.. ada satu. hijab and fashion week. Itupun kocar-kacir dihantam hujan deras dan angin.
       Ah, baiklah itu semua cuma kegagalan, sesuatu yang niscaya dari setiap proses. Perkara defisit keuangan bisa direkayasa biar berbalik untung. Itu kan fungsi kita dilatih entrepreneurship? Event yang tidak terlaksana karena tak diakui birokrasi? Tinggal banting setir saja jadi lembaga independen tanpa ikatan ke kampus. Toh, kampus tidak pernah meberikan apa-apa pada kita. nanti hasilnya kita nikmati penuh. Tanpa harus lewat ini-itu. Seratus persen jadi milik kita. guru-guru seratus persen mendukung. Mentor melimpah. Usaha sebesar apapun bisa dimulai dari nol. Lalu, kenapa mesti bubar?hah? kenapa? Egoismu sendiri? Apa takut?
            “Pyakk...” gelas aqua kosong tak bersalah itu remuk dihantam kepalanku
            “karena kita telah kehilangan satu hal yang paling penting, militansi dan loyalitas!”

            Dan bagiku tidak perlu berpikir dan melihat terlalu jauh lagi. nasib SASEO tidak lain selain mati. Aku sendiri, ketua timnya penerus bos haris, akan membunuhnya. Dan mengakhiri penderitaannya untuk selamanya. Karena ketidakpastian itu selalu membuat siapapun menderita. Lebih baik tegas sekarang. Daripada terus-terusan la yamutu wa la yahya. Hidup segan, matipun ogah.
      Para punggawanya entah kemana. Kupanggil buat rapat terakhir saja mereka tidak merespon. Nampaknya lelah karena makan kecewa mulai dari hari-hari pertama. Aku paham, setelah ini kawan-kawan tak perlu khawatir lagi. heh, naif sekali tujuh puluh peserta Pelatihan Pengelolaan Bisnis Jasa itu. Teriak-teriak semangat berkomitment dan bercita-cita ingin sukses. Mencak-mencak di depan panggung berlomba merebut perhatian para mentor. Ketemu kesulitan sedikit saja ngacir entah kemana. Jatuh-jatuhnya tinggal sepuluh orang. But after all, we’are the great team ever.
            “hayo... ngelamunin siapa..???”
            Ah, mbak sherli sudah muncul rupanya. Diikuti nikma di belakang. Kami bertiga jadi semakin akrab akhir-akhir ini. Ngobrol berjam-jam diselingi ngakak tak karuan. Benar tebakanku, cuma mereka bertiga yang hadir. Ok, that should be enough to--  
         Keputusan yang akan aku ambil ini akan mengakhiri semuanya. Ya Allah, tiga bulan ini sungguh menyenangkan. Aku serasa memiliki keluarga baru. Bos wafa, Bos haris, mbak sherli, nikma, Riska, Riski, Mbak Nia, Anifa, Sari, Jefri, fadli, Bu Andre, Bu Wigati, pak Umam dan yang lainnya. Aku seakan terangkat dari kesepian tahun ‘Amul Hazn ini. Aku menikmati aktivitas “sok ngantor” selama semester enam ini. Waktu duha yang hening di kantor ini. Siang yang sejuk saat mencuri waktu tidur, dan sore yang jingga setiap pulang kerja. Dengan keputusanku pagi ini, semua itu bakal hilang. Tapi terima kasih, tuhan. aku paham ini cuma sebuah fase.

terlebih, fuhh... Yellowshine Rose, aku tidak akan melihatnya lagi.

“loh.. ayo katanya rapat..”
“iyo sek mbak cher, salae telat.. oke ekhm..”



Let the Requiem, begin...

0 komentar :

Posting Komentar