Lab Komputer,
Selasa 17 Juni 2014
www.tempo.co.id |
Ah, Hebat bu Cita.
Entah dia bermaksud
melakukannya, ataukah kesan ini hanya aku yang menangkap.
Masing-masing kita
diberi sebuah balon. Dan kita diperintahkan untuk menuliskan nama masing-masing
di balon tersebut. Aku aras-arasen mengikuti titah bu dosen yang
entah pendidik entah artis ini. Aku tidak
paham maknanya, tidak tahu maksudnya.
Lagipula, dari hampir semua anggota kelas RTV yang membelalakkan perhatiannya, sejak
awal aku memang kurang suka pada mata kuliah beliau. apa sebab? Karena aku
benci pada hal-hal yang bersifat non-substantif. Otak idealis supra-rasional pengikut Kantian
punyaku menolak mentah-mentah ajaran palsu untuk melakukan hal yang kurang
memiliki bobot ilmiah ataupun tak jelas dasar filosofisnya.
Belum jelas. Baru kepikiran sekarang. Hehe, maaf ya bu...
Kita diperintahkan
keluar, berkumpul sejenak di depan kelas. Lalu diperintahkan masuk lalu
mengambil balon bertuliskan nama kita sendiri diantara tumpukan balon yang
telah dikumpulkan tadi. Anggota kelas ini pun berhamburan berebut mencari balon
bertuliskan namanya sendiri. Mau kuumpamakan seperti apa? Ayam yang berebut
jagung, atau burung Nasar yang berebut bangkai? Yang manapun yang kalian suka.
Aku diam saja di belakang. Melirik bu cita yang senyum-senyum sendiri di meja
dosen. Selama ini aku selalu menatap beliau dengan tatapan ngantuk, sekarang
baru perhatianku berhasil direbut.
hal-hal seperti inilah
yang kusuka, Beyond Perception, hanya pure reason yang bisa
menangkap maksudnya. Sesuatu yang... tidak
mungkin kawan-kawanku sadari. Bahwa mereka sedang diamati,
Diprediksikan, dan digiring melakukan sesuatu. Dan mereka melakukannya persis
seperti yang diinginkan Bu Cita.
Haha, keren bu, anda
“membaca” kami, i like it!
Kuambil balonku
terakhir bersama punya muhaimin. Dan duduk kembali di belakang. Mereka yang
berhasil mengambil balon terlebih dahulu duduk manis penuh kemenangan. Salah! Kita
baru saja mempertontonkan tabiat hewani milik kita yang seharusnya mampu dikendalikan kesadaran
“manusiawi” kita sebagai insan yang dibekali sejuta pengetahuan.
******
Aku terus memikirkan
episode tersebut hingga hari ini. Sekarang insiden “Berebut Balon” itu sedang
terjadi. Tepat di depan mataku. Benar
adanya, bahwa disaat lapar dan membutuhkan, manusia bisa sangat egois. Dalam
hal tertentu bisa jada ganas dan brutal. Melebihi hewan. Saking khawatirnya
tidak mendapatkan tempat Magang Profesi, teman sekelas bisa saling melempar
tatapan curiga. Gumaman sinis berseliweran seperti hantu. Rasan-rasan merebak
seperti wabah. Yang satu sudah berlari mencuri start kuatir keduluan yang
lainnya, yang sudah punya ancang-ancang menutup mulut rapar-rapat khawatir
tempat magangnya direbut orang lain. Yang sudah hampir pasti diterima
menegaskan agar jangan ada yang mengajukan lamaran ke tempat yang sama.
Ah, kawan-kawanku....
Seberapa
pentingnyakah hal ini hingga kalian mengabaikan asas-asas musyawarah dan pertemanan?
Disudut lab komputer,
aku duduk diam. malas berbuat. Memijit-mijit kepalaku sendiri. Mendadak pusing
melihat wajah-wajah cantik dan tampan itu tampak seperti burung Nasar. Nasib
magangku sendiri embuh! Tadinya mau mebentuk The Dream Team. kelompok
hebat yag berisi orang-orang hebat yang akan melakukan hal-hal hebat. Sudah
tergambar di otak ini akan melakukan hal ini dan itu. Eh, ternyata para Hero
di kelas sudah punya kelompok masing-masing. Aku ditinggalkan. Hebat!,
cepat sekali... mau mengajukan lamaran ke salah satunya pun pasti ditolak.
Hah, embuh!
egois udah kayak basic needs aje, gak egois = tersingkir
BalasHapusitu yg aku tangkep..
bisa jadi anda adalah burung nasar yang tidak egois sama sekali
hee.. aku nggak botak mbak cerr
BalasHapus