Kamis, 13 November 2014

Ekspedisi Log 4

Gapura, Gresik, 25 Oktober 2014
Conjuring the Rain

This is the grave of a man who is sure to be forgiven by Allah and be granted happiness by The All-Gracious, the teacher of princess and adviser to sultans and viziers, friend of the poor and destitute. The great religious teacher: Malik Ibrahim, renowned for his goodness. May Allah grant His pleasure and grace, and bring him to heaven. He died on Senin, 12 Rabi' al-Awwal, 822 Hijri.


Gresik, selain cantik dan menawan, juga panas, berdebu dan polutif.
Orang-orang di seberang sana menenggak sebotol air. Aku cuma bisa menelan ludah. Astaga, panas sekali cuacanya, lebih panas dari surabaya. Setelah sejam dihajar debu jalanan, muter-muter kota gresik seperti orang goblok, dan dibentaki orang gara-gara menerobos area Haul akbar jama’ah al-Khidmah, akhirnya sampailah aku dan linor di desa Gapura gresik. Tempat Maulana Malik Ibrahim dimakamkan. Yeach!
Oke, we’re finally here, valinor. By the way, ngaku jadi jama’ah al-Khidmah itu ide bodoh. jelas-jelas ratusan orang itu berpakaian serba putih. kita cuma pilgrim berpakaian abu-abu. Kotor pula. meski tradisi kita sama-sama (mirip) naqsabandiy, tetap saja aku lebih mirip gelandangan daripada sufi. Tepok jidat!
Omong-omong tentang hujan, titik balik musim nampaknya tidak terjadi di muharram tahun ini seperti perkiraanku. Terutama daerah Surabaya dan sekitarnya. Kalau Bondowoso dan daerah timur sudah lama masuk musim hujan. Bondowoso mirip Amegakure kalau sudah masuk musim hujan. Bawaannya menduuung mulu, galauuu mulu. Bisanya waktu ekspedisi muharram selalu dihiasi dengan hujan-hujan. Tahun ini tidak, cuacanya cerah. Sorenya sumringah. Jadi kayaknya mau ngegalau juga tidak tepat.
Omong-omong tentang hujan, Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Kanjeng Susuhunan Gresik yang kita kunjungi ini adalah salah seorang diantara sedikit di dunia ini yang bisa memanggil hujan. Tentunya setelah do’a yang nggetu dan atas izin Allah. Hey, ayolah.. memanggil hujan itu bukan perkara mistik hebat.  Makanya kita diajari untuk shalat istisqa’. Ini bukan perkara kesaktian, tapi persoalan kebutuhan kolektifitas, proposal pengajuan, sama relasi dengan si empunya alam semesta. Plus kemungkinan dan komposisi atmosfer. Kalau semuanya met, Allah akan memerintahkan otoritas cuaca untuk menekan tombol, dan taraa... turunlah hujan. Bukan karena keris, ndeng!
Ibrahim waktu itu perjalanan balik selepas bertemu dengan penguasa Majapahit. Si kakek bantal ini bersama dengan lima orang muridnya suatu siang tiba di sebuah desa yang amat tandus, tak satupun tumbuhan terlihat hidup. tanah yang diinjak lembut dan berdebu.
Di kejauhan, sebuah lapangan yang luas, berkerumun sekolompok orang sedang mengerumuni seorang perempuan yang diletakkan di atas mezbah persembahan. Mudah ditebak, orang-orang itu hendak mengorbankan si perempuan pada sang bhumi dengan harapan berakhirnya kemarau panjang. Ibrahim menghentikan orang-orang yang hendak menusuk si perempuan. Sebagai gantinya, beliau berdo’a kepada Allah agar menurunkan hujan. Hujan pun turun, dan orang-orang di kampung tersebut seketika memeluk islam. oh hiks hiks.. so sweet :’((menuangkan gelas aqua ke mata. frustasi gak bisa minum).

Setelah menghabiskan setengah jam thep taretthep di emperan Aula pesarean. Agak sedikit malas untuk bangkit. Anginnya sepoy-sepoy menggoda mata untuk terlelap. Setelah mengucap pamit pada hadirat syaikh Ibrahim, aku segera mencari sandalku dan bergegas menuju lokasi parkir. Oh iya, sebelum pulang juga sempat mampir membeli blangkon butut bakal souvenir ekspedisi muharram tahun ini. ummi menelpon. Ngomel soal hasanah yang maksa ingin ikut PMII. Setelah selesai, kupacu valinor menuju selatan gresik.
Hebat, dalam kamus kita adalah ketika kita terkagum-belalak pada orang-orang yang bisa melakukan sesuatu di luar batas kewajaran. Terbang, kebal senjata, memecah batu dengan kepala, menyembuhkan sakit, meramal masa depan. Namun hebat, dalam kamusku adalah orang-orang yang mampu merubah tatanan menjadi lebih baik. Serta meninggalkan sebuah tradisi mulia yang menjaga sistem moral sebuah masyarakat, bahkan hingga jauh setelah tahun kematiannya.

Dan, itulah keajaiban yang diciptakan oleh para wali; the legacy

Next Stop, Girigakure
Ride on, valinor! The quest still lie before us.










0 komentar :

Posting Komentar