Kamis, 13 November 2014

Ekspedisi Log 1

Halaman Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, 24 Oktober 2014
The 'Asr
Demi masa, sesungguhnya kita telah merugi...

    Awan-awan merah. Kecil dan tinggi bergerak lambat beriringan di belakang kubah. Mungkin cemburu karena tidak bisa mengimbangi kecepatan burung-burung yang terbang pulang ke sarangnya.
Para awan itu, Kemana kiranya mereka bergerak? Ke sarangkah seperti para burung. Atau menuju belahan bumi yang lain yang lebih menjanjikan terang? Berlari dari kejaran gelap yang menyeruak dari timur. Hidup ini siklus, katanya. Tapi mengapa semuanya punya akhir? Jawabannya adalah karena siklusnya tak berbentuk lingkaran tertutup, namun seperti sebuah spiral. Punya ujung punya pangkal. Awan-awan itu bebas mengejar terang. Lain kita manusia, kalau memang sudah waktunya gelap, gelaplah. Kalau sudah waktunya mati, matilah...
      “sebelas menit lagi...”
       Waktu kecil kita sering didongengkan tentang Batara Kala. Dan dunia yang berjalan diatas penggaris. Dewa besar berwujud monster mengerikan ini dengan keperkasaannya menarik dunia tempat kita tinggal dan seluruh kehidupan di dalamnya menuju ke satu titik; Kehancuran. Hutan, gunung, laut, batu dan tumbuh-tumbuhan semua ditariknya tanpa kecuali. Yang tegak dirontokkannya, yang kuat dirapuhkannya, yang muda dituakannya. yang segar dibuatnya layu, dan yang hidup dibuatnya sekarat. Tak ada yang mampu melawan kehendak sang batara. Semuanya pasrah saja diseret menuju akhir.
Lepas dari benar tidaknya legenda itu, apa yang kita bicarakan disini adalah tentang makhluk tuhan yang paling kuat. Sangat kuat hingga tak satupun mampu menghentikannya. Konon hanya Dialah yang mampu mengungguli dengan sifat Qadim-nya. Dia tidak pernah terlambat, tidak pernah pula terlalu cepat. La yastaqdimun, wa la yasta’hirun. Datang dengan pasti, pergi tanpa disadari. selalu menepati janji-janji. Komitmentnya tak terbeli, Tegas tak berkompromi. Siapapun yang sudah tiba pada ajalnya, dirampasnya tanpa tawar-menawar.
 Dialah yang membuat karat di besi-besi. Melayukan kelopak-kelopak. Menggugurkan daun-daun. Dialah yang membuat kulit kita mengeriput, juga yang memutihkan rambut-rambut. Berita gembira datang bersamanya, lalu duka muncul selepas kepergiannya. Tak ada seorang panglima, raja diraja, pendekar sakti mandraguna, maupun seorang kaya-raya, mampu menghentikannya.
        “tujuh menit lagi...”
    Manusia selalu hidup dalam kealpaan-kealpaan. Diberi kesempatan untuk memilih, lalu menggunakan sebagian kecilnya untuk berbuat benar, sisanya untuk kesalahan-kesalahan. Setengah jam taat disusul enam jam maksiat. Menghabiskan sedikit waktu dalam ingat, lalu berlama-lama dalam lalai. Manusia menanam kebaikan di pagi hari. lalu menebar keburukan sepanjang hari.
     Maka, dia yang hayy dan Qayyum, benar-benar serius saat bersumpah atas nama waktu, makhluknya yang paling perkasa. Megasistem jagat raya yang selalu konsisten menjaga protokol sunnatullah. Surat Al-Ashr adalah yang paling pendek diantara semuanya. Hanya butuh sepuluh detik untuk membacanya. Sebuah peringatan yang tegas dan gamblang. Hidup yang diberikanNya pada kita adalah transaksi. Jual-beli kita untuk kehidupan kelak di akhirat. Setiap hari kita berdagang dengan setiap nafas yang kita hembuskan. Berlomba menanam bekal. Hidup yang diberikannya amat pendek, sependek surat al-‘Ashr. maka manusia, adalah makhluk yang paling merugi karena memiliki banyak kesempatan, namun hanya mendapat sedikit manfaat.
        “tiga menit lagi...”
      Cara hidup kita, kawan... adalah cermin bagaimana kita menghargai kesempatan-kesempatan tersebut. Menghargai setiap tarikan nafas yang dianugerahkan pada kita. Sudah semestinya kita sadar bahwa al-ashr setiap hari mencabuti umur dari tubuh ini. sudah saatnya kita menjadi seekor ayam yang gelisah, mengumpulkan bahan makanan sebelum gelap. Saatnya menjadi tupai yang tergesa-gesa, mengumpulkan suplai sebelum musim dingin. Dan saatnya menjadi burung camar, yang selalu siap dengan perlindungan sehabis gelap.
         “Satu menit...”
       Kuhadapkan wajah ke langit sore ini. tepat di tengah halaman masjid yang luas. Di tengah kesibukan lalu-lintas manusia-manusia metropolitan. Mencoba menghadapkan diri pada hadirat sang Maha Kuasa. Aku ingin Dia tahu. Bahwa aku berusaha untuk selalu ingat. berusaha untuk selalu waspada. Mawas pada perdagangan usia dengan al-ashr. aku berusaha untuk tidak tertipu. tidak membayarkan waktuku untuk membeli apapun yang tak berguna untuk kehidupan selepas maghrib. Aku ingin Dia tahu, bahwa diantara seluruh kepadatan lalu lintas ini, pengabdian dan ketaatan padanya adalah yang utama. Aku ingin dia tahu, bahwa muharram ini, adalah waktu-waktu yang ingin kuhabiskan untuk mendengar bisikan-bisikan Ilhamnya.
“Allahu Akbar... Allahu Akbar....”
“Inilah Muharram, inilah hari-hari dimana langit membukakan barikade gaibnya. Hari-hari yang diperuntukkan bagi mereka yang memilih untuk membayarkan seluruh waktunya untuk pengabdian dan ketaatan. Semuanya tanpa sisa. Tanpa kembali. Hari ini para ksatria berlutut menyarungkan pedangnya. Bersiap memasuki etheral form. Akupun begitu, kendati masih tertatih-tatih menirukan mereka. Dan tiang cahaya berpilin itu naik mendaki cakrawala. Berusaha meraih slot-slot gaib kaya energi dan kebijaksanaan.
Ini channeling spell ketiga-ku. Dan entah butuh berapa muharram lagi untuk menjadi seperti mereka. Namun kita harus berangkat, Kita harus berhijrah, kita harus mulai berani meninggalkan lingkaran yang nyaman. Keluar menembus bahaya. Kita harus berubah, kita harus berbenah. Kita harus tumbuh menjadi kuat dan bijaksana. the quest still lay before us. Risalah belum habis, zaman belum berhenti. Perjuangan belum selesai selama maghrib belum tiba. Kesempatan masih belum habis selama nafas masih bersemayam di dada.

Segala puji bagimu, sang Abadi pemilik waktu.
Yang hadir tanpa permulaan. Tegak tanpa berkesudahan
Inilah tahun yang baru, kesempatan yang kuterima.
Berilah aku perlindungan, dari setan dan bala tentaranya.
Juga perlindungan, dari diri ini, yang selalu mendorong pada keburukan
Sibukkanlah dia, dengan cinta dan sesuatu yang mendekatkan kepadamu.
Dengan kasih sayangmu, wahai pemilik kekuatan dan kehormatan


Amin     

0 komentar :

Posting Komentar