Kamis, 13 November 2014

Ekspedisi Log 8

Drajat, Paciran, 3 Oktober 2014
Seven Commandments
                
Inilah janji yang kubuat dengan diriku sendiri. Langit dan Bumi jadilah saksi.

        Baiklah, dengan satu tarikan nafas panjang, kuayunkan langkah menuruni tangga-tangga batu di kompleks dalem ndhuwur. Menuju pintu keluar. Di setiap anak tangga yang kupijak, kumantapkan hati untuk merengkuh pilihan yang kubuat sore ini. ya, inilah konsepsi, inilah prinsip, inilah jalan yang dipilih oleh seorang laki-laki, yang memutuskan untuk mengikuti jejak manhajpara leluhur.
        Adalah KH. Zaini Abdul Mun’im, guru dan pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid dimana aku tumbuh dan menghabiskan sebagian besar masa kecil, yang berujar begitu mantapnya, bahwa “Seluruh hidupku, kuwakafkan dalam perjuangan meniggikan agama allah.” Yang berarti bagi dalam hidup kita, setelah ini.. bukan semata apa yang dapat kita miliki, namun apa yang dapat kita perbuat, apa yang mampu kita berikan pada semesta ini, pada agama ini. sama dengan komitmen yang diajarkan Raden Qosim Syarifuddin Kanjeng Susuhunan Drajat pada kita sore hari ini. serta yang diajarkan oleh seluruh Ulama guru-guru kita di masa lalu. Bahwa hidup adalah to preserve and charge.
Benar, mungkin sudah waktunya berhenti bermanja-manja dengan gejolak hati, mungkin sudah saatnya berhenti bermain-main dengan masa muda. Mungkin sudah saatnya berhijrah dari hingar-bingar menuju sepi. Hari-hari di masa lalu, akan tetap hidup menjadi sebuah kenangan. Kenangan yang akan mebuat kita insaf, insaf akan tugas kita sebagai budak di satu sisi, penguasa di sisi yang lain. Benar, mungkin sudah saatnya seorang ksatria dimatangkan, mungkin sudah saatnya dia nerima perintah.

Anak tangga Ketujuh ;
“Meneh teken kang wuta, meneh mangan kang luwe, meneh busana kang wudha, meneh ngiyup kang kodanan.
Mengajarkan cara melihat pada orang buta, mengajarkan makan bagi orang yang kelaparan, mengajarkan cara berapakian pada mereka yang telanjang, menunjukkan tempat berteduh bagi mereka yang kehujanan.

Anak tangga ke Enam ;
 “Mulyaken guna panca waktu
kita akan meraih kebahagian lahir bathin dalam sholat lima waktu.

Anak tangga ke Lima ;
“Heneng! – Hening! – Henung!” Dalam diam kita akan peroleh keheningan, dalam hening kita akan capai sebuah cita-cita luhur.

Anak tangga ke Empat ;
Meper hardaning panca driya” kita akan senantiasa memerangi gelora nafsu-nafsu.

Anak tangga ke Tiga ;
“Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah.” Kita tidak akan peranh menyerah pada rintangan sebelum cita-cita luhur  tercapai.
Anak tangga ke Dua ;
“Jroning Suka Kudu Eling lan Waspada” dalam suka maupun duka kita akan selalu ingat dan waspada.

Anak tangga Pertama ;
memangun resep tiyasing sasoma.“ Kita akan selalu bekerja untuk mebahagiakan orang orang di sekitar kita.
     
 Ekspedisi muharram ketiga akan berakhir beberapa jam lagi.  
Menurutmu kawan, apa yang membuat hidupmu terasa berarti?
Pengakuan, atau berada dekat dengan orang-orang yang kau cintai, atau kenginan dan cita-cita yang terkabul, mimpi yang jadi nyata, kebebasan berpikir dan bertindak? Namun, bagiku, apa yang mebuat hidup terasa berarti adalah pengabdian, saat kita sukses mengikatkan diri kita ke dalam sebuah upaya menopang cita-cita mulia. Karena sebenarnya, untuk itulah aku dilahirkan;

Bearing the wisdom, Preserving the truth, Upholding Justice!     













0 komentar :

Posting Komentar