Kamis, 01 Agustus 2013

Don’t Stop Smiling…

Surat Kelima, 05 Ramadhan 1434 H.
Untuk, Syu’aibatul Islamiyah

 Nanti akan kukatakan pada angin yang lewat, pada dahan yang melambai, atau pada matahari yang bersemu merah.
                Ada bunga yang terus mekar. Di semua musim. Siang dan malam. Tidak peduli saat diterpa panas, maupun dicengkram badai. Bunga yang merekah di musim panas, mekar di musim semi, tetap harum di musim gugur. Dan tetap cerah di musim dingin.

 Tak peduli seberapa konyol tindakanku, seberapa menjengkelkan perbuatanku, senyum itu tidak pernah surut. Selalu mekar pada siapapun. Lama aku tertegun, adakah kau tidak mengerti keburukanku, atau memang kau terlalu baik? kau membuat dunia ini malu, dengan senyummu.
                Cuma Mb Mia-ku yang bisa begitu.
               
                Suatu sore kamu mengejar Mb Mir di koridor Ushuluddin. Memanggil-manggil namanya, RT! RT! Namun dia terus saja melangkah dengan muka ditekuk. Saat itu aku ingin sekali memblokade jalannya. Men-tackle  kakinya atau apapun yang bisa membuatnya berhenti dan akan kubentak dia bahwa mengabaikan panggilan tulus seorang sahabat adalah perbuatan tidak baik. Namun aku sadar aku tiga kali lebih parah dari Mb Mir. Seandainya pada waktu itu dia lebih memilih berhenti dan menyambutmu, penghormatanku akan bertambah padanya. Tapi, inilah kenyataannya. Perempuan yang kukagumi itu lebih memilih kekecewaannya daripada kamu.
                Dan lagi-lagi kamu hanya tersenyum.   
                Aku ingin tahu Mb mi, bagaimana perasaanmu sore itu saat aku mengundurkan diri dari jabatan wakil kosma? Kau mengejarku dan berdiri di depan LPM Ara Aita. Aku mendengarnya dengan jelas mb mi, suara “mas... ” itu mengejarku dan mencengkram bahuku. Naik dan mencekik leherku.  Membentakku bahwa perbuatanku sore itu adalah sebuah pernyataan PENGECUT!. Bahwa aku harus segera kembali ke kelas dan menarik semua ucapanku. Bahwa berkata seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah.  
                Permintaan maafku ditolak. Mentah-mentah pula. Dan sebuah perbuatan konyol meminta maaf saat sang empunya hati sedang bergejolak. Pikirnya mungkin seenak perut saja kamu meminta maaf, memangnya maaf itu kue apem yang bisa kapan saja dikeluarkan dari saku dan diberikan ke orang lain?. Tapi aku sedang kalut. Panik tak tahu harus berbuat apa. Yang kutahu bahwa aku memang benar-benar menyesal akan perbuatanku. Aku harus suicide. Berusaha membentuk kondisi agar publik kelas ada di pihaknya. Dan akulah yang pantas dihukum atas kejadian di masjid pagi tadi.
                Mb mi, dulu Rasulullah didatangi sekelompok sahabat dari kalangan muhajirin, mereka adalah para sahabat dari kalangan fakir miskin. Mereka mengadu pada Rasulullah, tentang iri hati mereka menyaksikan para sahabat yang berharta. Ya Rasul, sesungguhnya apa nilai lebih kami terhadap mereka? Kami Shalat, merekapun shalat, kita sama-sama mendapatkan pahala shalat. Kita berpuasa, merekapun berpuasa, dan kita sama-sama mendapatkan pahala puasa. Sedang Apabila mereka berhajji (kayak Mb Putri). Kami tak mampu melaksanakannya. Mereka membayar zakat, kami menerima zakat, dan apabila mereka bersedekah, kami tak mampu melakukannya juga.
Keluh mereka.
                Rasulullah tersenyum, kayak mb mia, mengeluarkan kipas lalu... eh, cut! cut!  
                Tersenyum saja mb mi, gak pake kipas.

                Rasulullah bersabda : “Kamupun bisa seperti mereka. Bukankah setiap ucapan Subhanallah Walhamdulillah adalah sedekah? Bukankah setiap nasihat dan wasiat yang baik adalah sedekah, dan Bukankah setiap senyummu adalah sedekah” (apalagi lek ditambai minjemin kipas sama air mineral).

                Ada saat-saat tertentu dimana kubiarkan selubung gelap menyelimuti diriku, mb mi. Sebuah keadaan dimana kalian tidak megenalku lagi. Selubung gelap itu membantuku untuk fokus pada satu tujuan utama. Taking whatever necessary  untuk mencapainya. Membantuku mengabaikan hal lain yang mampu merusak konsentrasiku. Menutup total akses perasaan untuk meraih perhitungan paling tepat. Kejernihan mempertimbangkan situasi. Aku harus melupakan siapa aku dan siapa kalian. Karena keadilan tidak mengenal itu.
Namun, dibalik selubung gelap itu, aku bisa mendengar suaramu. “mas..” meski malu bercampur takut dan sungkan karena ditujukan pada seorang teman yang tiba tiba menjelma setan. Kamu satu dari sedikit orang yang tetap menerimaku sebagai teman bagaimanapun keadaanku.  

Aku minta maaf Mb Mi, Kedepan, aku akan berusaha membalas senyummu
Dengan tindakan yang lebih baik.
               
                Don’t Stop Smiling!
               


2 komentar :

  1. Dan akupun tagh tau . .
    Mengapa senyuman ne tetap ada meski aku tau gmna keadaan semua itu . .
    Tagh bisa Q tutupi ataupun ku hindari . .
    Mungkin dia (senyuman) tau bahwa sebuah Senyuman yang kecil sekalipun bisa memberi efek kehangatan d balik hawa yang dingin . .
    .
    Terlontar pula ucapan MAAF karna ada Janji yang tagh bisa Tertepati . .
    .
    Terakhir kali Terima Kasih atas Sebuah Coretan yang bisa Mengenang di Esok Hari. .
    Kekaguman atas Karya yang kau Berikan pada Kawand semua, akan menjadi peLajaran tersendiri pada diri MIA . .
    Karna Mas Taufiq termasuk salah seorang yang bisa mengajarkan aku tentang Hidup untuk bertahan dengan Kuat, dan masih bnayak yang lain. . :)
    *setetes embun mata jatuh_
    #lebay.
    Thengkyuw KawaNd . .

    BalasHapus
  2. setetes embun mata jatuh.. cuiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii DHUAAAAARRRRRRRRR.......!!!!!

    BalasHapus