Surat Keempat belas, 14 Ramadhan 1434 H.
Untuk, Yusroinia Achmada, My
Sister in Arms
Mb Yus masih ingat kan, di
depan Tunjungan Plaza, waktu itu aku belagak seperti film india, memberikan
sepucuk bunga padamu. Kamu menerima sambil kembung menahan tawa.
“makasih..”
Aku tertegun beberapa saat.
Tak kusangka perbuatan konyolku barusan
memicu tawamu yang lain daripada hari-hari biasanya. Suaranya, dan gerakannya.
Aku terdiam memandangimu. Ya tuhan... pernahkah dirimu, atau orang-orang
terdekatmu, atau Ibu yang melahirkanmu, atau tuhan yang menciptakanmu, sadar...
Your smile, contains healing magic
Ataukah cuma aku?
Hari itu di Air terjun,
Aku menyaksikan dua sahabat yang begitu akrab.
Sekaligus dua gadis yang punya Kavling terluas di hatiku. Yang satu cantik
mempesona dibawah kerudung birunya. Yang satu manis dan elegan dibalut kerudung
kuningnya. Mereka begitu riang gembira. Saling mengambil gambar. Aku sedang
menyaksikan pertunjukan teatrikal, Langit biru yang disinari Matahari kuning
berdansa ria di bawah tetes air terjun. Membentuk spektrum warna pelangi.
Lukisan dengan esensi sejuta warna.
Ya tuhan... terima kasih
kau mengijinkan dua pelangi itu menghiasi hidupku. Dan Engkau terbukti maha
Adil. Seandainya aku punya dua kuning, aku mungkin akan sombong. Dan jikasanya
aku punya dua biru, aku pasti tewas.
Kamu menyelamatkanku berkali-kali.
Selalu, dalam setiap
kesempatan, saat aku menghadapi tekanan hebat. Kamu yang selalu muncul. Aku
kelaparan; “nanti tak bawakan jajan.” Aku kehabisan ongkos tengah jalan; “kamu
manusia yang paling sabar.” aku dihantam perasaan bersalah setelah mengacaukan
forum dan membuat nonik menangis; “terima kasih kau menghadirkan taufiq di
tengah-tengah kami. Membiarkan kami mengenalnya. Teruslah semangat, aku selalu
mendukungmu.” Penerbitan media-ku kacau “mas, tahu stasiun semut gak?” Kakiku
robek di tengah pantai menjelang maghrib; “Beri pertolongan pertama.” Aku
limbung tengah malam setelah diusir dari Arta; “iya, kan selalu mendukungmu,
Fighting!” rinduku meradang selepas SOJ “mas, ayo ke Blauran.” Lambungku nyeri
waktu MOM “mas, minum obat tha?” setelah hari terpahit di dunia, selepas sidang
Berat ketua Angkatan “mas, gak pengen nonton The Hobbit?” ketika sembunyi dari
kejaran polisi selepas kerusuhan kampus enam maret “mas, pean dimana?”
Kata-katamu adalah sihir. suatu padang rumput sepi di
bulan muharram tahun lalu, Saat aku memutuskan untuk memeluk erat kesendirian.
Memutus kontak dengan dunia luar. Di jalan setapak itu cuma ada aku, tidak
tampak makhluk hidup lainnya. Tidak ada hal lain selain kelabu dan dingin di
sekitarku. Angin dingin dan gelap menggantung di kejauhan. Belum pernah aku
merasa sesedih dan seputus asa itu. Bahkan saat aku lari ke dalam mendung
tergelappun. Kamu tetap bisa menembusnya. “Mas, Pean baik-baik aja kan?”
Aku jatuh terduduk setelah membaca pesan itu.
Rasulullah pernah bersabda, obat itu tidak jauh dari
sumber penyakitnya. Tashrif –nya pun amat dekat. Diya’ untuk
penyakit. dan dawa’ untuk obatnya. Bisa ular bisa disembuhkan dengan
antibisa yang berasal dari bisa pula. lalat yang jatuh ke minuman kita
disunnahkan untuk dicelupkan lagi kedalam minuman. Untuk menetralisir racun
yang dibawanya. Karena sabda Rasulullah pula, satu sayap lalat mengandung
penyakit, sedang obatnya ada di sayap satunya.
Saat-saat hati ini meradang, Obat yang diberikan oleh yang Diatas pun
tidak jauh dari tempat dudukku.
Kali ini, malaikatku, tidak ada lagi Tujuh Prosedur
Konyol Pembunuh Hati. yang ada hanyalah satu prosedur penyembuh hati. aku cuma
perlu terus berada dekat denganmu. Hati ini akan teregenerasi dengan
sendirinya. Dan kau tidak perlu melakukan apa-apa. Hanya hadir saja. Dan
sikapku terbukti salah pada sahabatmu, si pelangi biru. Akupun berjanji akan
mendekat padanya. Aku akan selalu ingat bahwa di hati gersang ini sebuah bunga
pernah tumbuh dan mekar. Ia akan menjadi pengingat hatiku untuk tidak pernah
sombong lagi dan mengingkari cinta dalam hidup manusia.
Jika aku masih bernafas semester depan,
Kuharap kita punya kesempatan menggantikan waktu-waktu yang hilang itu. Waktu
dimana kita bisa kembali tertawa bebas layaknya sahabat. Akan tetapi jika
memang kehadiranku menimbulkan ketidaknyamanan, Jangan ragu untuk
menyingkirkanku dari lingkaran kalian. Sihirmu itu punya jangkauan luas. Aku
hanya perlu melihatmu beberapa menit sehari. Setelah itu aku akan pergi.
Tidak ada
ungkapan yang cukup untuk mewakili rasa
terima kasihku, Mb Yus. Tulisan tentang kamu
tidak akan pernah kering. Kenangan bersama kamu akan kuabadikan di banyak
tempat. malaikat penyelamatku. persetan aku kamu teriaki lebay dan segala
macam. Namamu tercetak tebal disini. Dipahat jadi prasasti. Dan maaf maaf maaf,
aku jadi lebay akhir-akhir ini.
Kelak,
mbyus, aku percaya masa-masa sulit akan kembali datang. Menguji keteguhan hati
ini untuk tetap setia Melayani-Nya. Dan saat itu mungkin kamu sudah tidak lagi
di sampingku. Saat itu aku akan bernyanyi. Nyanyian yang mengingatkanku untuk
selalu memelihara harapan seburuk apapun kondisinya. Nyanyian yang akan selalu mengingatkanku
padamu;
Far
over... the Misty Mountains Rise...
Leave
us standing... upon the High...
What
was before... now see once more...
It’s
our kingdom... a distant light...
Fiery
mountains, beneath the Moon..
The
words unspoken, we’ll be there soon...
For
home song, the Echoes on...
All who
find us, will know the tune...
Some
folk, we never forget...
Some
kind, we never forgive...
Haven’t
seen, the back of us yet...
We’ll
fight, as long as we live...
All
eyes, on the Hidden door...
To
Lonely mountains borne...
We’ll
ride, in the gathering storm...
‘Till
we get, our long-forgotten gold...
We Lay
Under... the misty mountains cold...
In
slumbers deep... and dreams of gold...
We must
awake... ere break of day...
In the darkness... a torch we hold...
Long ago, when lanterns burned...
Untill
this day, our hearts have yearned...
Her
fate unknown, the Arkenstone...
What
was stolen, must be returned...
We must
awake, ere break the day...
To find
our song, our home and soul...
Some
folk, we never forget...
Some
kind, we never forgive...
Haven’t
seen the end of it yet...
We’ll
fight, as long as we live...
All
eyes, on the hidden door...
To the
lonely mountains borne..
We’ll
ride, in the gathering storm...
‘till
we get, our long forgotten gold...
Far
Away... the misty mountains cold...
0 komentar :
Posting Komentar