Rabu, 07 Agustus 2013

Healing Magic


Surat Keempat belas,  14 Ramadhan 1434 H.
Untuk, Yusroinia Achmada, My Sister in Arms

Mb Yus masih ingat kan, di depan Tunjungan Plaza, waktu itu aku belagak seperti film india, memberikan sepucuk bunga padamu. Kamu menerima sambil kembung menahan tawa.
“makasih..”    
   
               
                Aku tertegun beberapa saat. Tak kusangka perbuatan konyolku  barusan memicu tawamu yang lain daripada hari-hari biasanya. Suaranya, dan gerakannya. Aku terdiam memandangimu. Ya tuhan... pernahkah dirimu, atau orang-orang terdekatmu, atau Ibu yang melahirkanmu, atau tuhan yang menciptakanmu, sadar...
               
                Your smile, contains healing magic

                Ataukah cuma aku? 
                Hari itu di Air terjun,
                Aku menyaksikan dua sahabat yang begitu akrab. Sekaligus dua gadis yang punya Kavling terluas di hatiku. Yang satu cantik mempesona dibawah kerudung birunya. Yang satu manis dan elegan dibalut kerudung kuningnya. Mereka begitu riang gembira. Saling mengambil gambar. Aku sedang menyaksikan pertunjukan teatrikal, Langit biru yang disinari Matahari kuning berdansa ria di bawah tetes air terjun. Membentuk spektrum warna pelangi. Lukisan dengan esensi sejuta warna.
Ya tuhan... terima kasih kau mengijinkan dua pelangi itu menghiasi hidupku. Dan Engkau terbukti maha Adil. Seandainya aku punya dua kuning, aku mungkin akan sombong. Dan jikasanya aku punya dua biru, aku pasti tewas.
                Kamu menyelamatkanku berkali-kali.
Selalu, dalam setiap kesempatan, saat aku menghadapi tekanan hebat. Kamu yang selalu muncul. Aku kelaparan; “nanti tak bawakan jajan.” Aku kehabisan ongkos tengah jalan; “kamu manusia yang paling sabar.” aku dihantam perasaan bersalah setelah mengacaukan forum dan membuat nonik menangis; “terima kasih kau menghadirkan taufiq di tengah-tengah kami. Membiarkan kami mengenalnya. Teruslah semangat, aku selalu mendukungmu.” Penerbitan media-ku kacau “mas, tahu stasiun semut gak?” Kakiku robek di tengah pantai menjelang maghrib; “Beri pertolongan pertama.” Aku limbung tengah malam setelah diusir dari Arta; “iya, kan selalu mendukungmu, Fighting!” rinduku meradang selepas SOJ “mas, ayo ke Blauran.” Lambungku nyeri waktu MOM “mas, minum obat tha?” setelah hari terpahit di dunia, selepas sidang Berat ketua Angkatan “mas, gak pengen nonton The Hobbit?” ketika sembunyi dari kejaran polisi selepas kerusuhan kampus enam maret “mas, pean dimana?”  
                Kata-katamu adalah sihir. suatu padang rumput sepi di bulan muharram tahun lalu, Saat aku memutuskan untuk memeluk erat kesendirian. Memutus kontak dengan dunia luar. Di jalan setapak itu cuma ada aku, tidak tampak makhluk hidup lainnya. Tidak ada hal lain selain kelabu dan dingin di sekitarku. Angin dingin dan gelap menggantung di kejauhan. Belum pernah aku merasa sesedih dan seputus asa itu. Bahkan saat aku lari ke dalam mendung tergelappun. Kamu tetap bisa menembusnya. “Mas, Pean baik-baik aja kan?”
                Aku jatuh terduduk setelah membaca pesan itu.
                Rasulullah pernah bersabda, obat itu tidak jauh dari sumber penyakitnya. Tashrif –nya pun amat dekat. Diya’ untuk penyakit. dan dawa’ untuk obatnya. Bisa ular bisa disembuhkan dengan antibisa yang berasal dari bisa pula. lalat yang jatuh ke minuman kita disunnahkan untuk dicelupkan lagi kedalam minuman. Untuk menetralisir racun yang dibawanya. Karena sabda Rasulullah pula, satu sayap lalat mengandung penyakit, sedang obatnya ada di sayap satunya.  Saat-saat hati ini meradang, Obat yang diberikan oleh yang Diatas pun tidak jauh dari tempat dudukku.
                Kali ini, malaikatku, tidak ada lagi Tujuh Prosedur Konyol Pembunuh Hati. yang ada hanyalah satu prosedur penyembuh hati. aku cuma perlu terus berada dekat denganmu. Hati ini akan teregenerasi dengan sendirinya. Dan kau tidak perlu melakukan apa-apa. Hanya hadir saja. Dan sikapku terbukti salah pada sahabatmu, si pelangi biru. Akupun berjanji akan mendekat padanya. Aku akan selalu ingat bahwa di hati gersang ini sebuah bunga pernah tumbuh dan mekar. Ia akan menjadi pengingat hatiku untuk tidak pernah sombong lagi dan mengingkari cinta dalam hidup manusia.
 Jika aku masih bernafas semester depan, Kuharap kita punya kesempatan menggantikan waktu-waktu yang hilang itu. Waktu dimana kita bisa kembali tertawa bebas layaknya sahabat. Akan tetapi jika memang kehadiranku menimbulkan ketidaknyamanan, Jangan ragu untuk menyingkirkanku dari lingkaran kalian. Sihirmu itu punya jangkauan luas. Aku hanya perlu melihatmu beberapa menit sehari. Setelah itu aku akan pergi.
Tidak ada ungkapan yang cukup untuk  mewakili rasa terima kasihku, Mb Yus. Tulisan  tentang kamu tidak akan pernah kering. Kenangan bersama kamu akan kuabadikan di banyak tempat. malaikat penyelamatku. persetan aku kamu teriaki lebay dan segala macam. Namamu tercetak tebal disini. Dipahat jadi prasasti. Dan maaf maaf maaf, aku jadi lebay akhir-akhir ini.
Kelak, mbyus, aku percaya masa-masa sulit akan kembali datang. Menguji keteguhan hati ini untuk tetap setia Melayani-Nya. Dan saat itu mungkin kamu sudah tidak lagi di sampingku. Saat itu aku akan bernyanyi. Nyanyian yang mengingatkanku untuk selalu memelihara harapan seburuk apapun kondisinya. Nyanyian yang akan selalu mengingatkanku padamu;


Far over... the Misty Mountains Rise...
Leave us standing... upon the High...
What was before... now see once more...
It’s our kingdom... a distant light...

Fiery mountains, beneath the Moon..
The words unspoken, we’ll be there soon...
For home song, the Echoes on...
All who find us, will know the tune...

Some folk, we never forget...
Some kind, we never forgive...
Haven’t seen, the back of us yet...
We’ll fight, as long as we live...

All eyes, on the Hidden door...
To Lonely mountains borne...
We’ll ride, in the gathering storm...
‘Till we get, our long-forgotten gold...

We Lay Under... the misty mountains cold...
In slumbers deep... and dreams of gold...
We must awake... ere break of day...
                In the darkness... a torch we hold...
               
                Long ago, when lanterns burned...
Untill this day, our hearts have yearned...
Her fate unknown, the Arkenstone...
What was stolen, must be returned...

We must awake, ere break the day...
To find our song, our home and soul...

Some folk, we never forget...
Some kind, we never forgive...
Haven’t seen the end of it yet...
We’ll fight, as long as we live...
All eyes, on the hidden door...
To the lonely mountains borne..
We’ll ride, in the gathering storm...
‘till we get, our long forgotten gold...

Far Away... the misty mountains cold...


  

0 komentar :

Posting Komentar