Surat kesepuluh, 10
Ramadhan 1434 H.
Untuk, Muhammad Miftah
Farid
Heart... Beat... Fast...
Colours and promising...
How to be Brave... How
could i love when im afraid... to fall!
Apa kabar hatimu, Saudaraku? Setelah semua waktu yang berlalu, masihkah
kau mencintainya? Aku yakin, masih. Aku tidak pernah meragukanmu.
Mengagumkan bagaimana cinta
memberi pelajaran pada kita. Mengagumkan bagaimana proses hikmah itu tertanam
dalam di hati ini. Dan mengagumkan, sedikit menjengkelkan, bagaimana teman-teman kita terlibat begitu banyak cinta segitiga. Dan agak memalukan aku turut
terlibat di dalamnya.
Dialah
tuhan, katanya, ini pelajaran buat kita, datang padamu perasaan cinta dan
hikmah mendalam, disertai cobaan dan rasa sakit yang menyiksa,
Kecemasan-kecemasan, Tekanan di ulu hati, dan masa dimana kau kehilangan
dirimu. Namun tak seberapa lama, ya tak akan lama lagi Dia akan berseru. Ghafartu..
likulli dzunub, Satartu... Likulli ‘uyub, Kasyaftu... likullil kurub,
Kafaytu... ‘Adal Mukminin. Seiring waktu semuanya akan diangkat dari kita.
Semua yang menghimpit dada ini. Suatu waktu kita akan bisa bernafas lagi. Lalu
Dia akan tersenyum sambil meledek,
Kembalikan sakit, cemas, dan kesusahannya. Kalian
boleh simpan Hikmah dan Cintanya.
Saudaraku, Dia itu Agung dan Pengasih, juga
menyebalkan!
Hari-hari itu supremasiku masih kuat. Punya
resistensi tinggi mengatasi segala kesulitan dan keterbatasan. Kepalaku masih cemerlang. Mampu mengatasi
segala keadaan. Aku melihatmu sebagai sesosok culun yang terlalu baik. Terlalu
polos. Hingga kadang tak bisa menunjukkan sikap sebagai seorang laki-laki.
Apalagi saat tiba tuhan menempatkan hatimu untuk jatuh pada seseorang. Semakin
membuatmu kacau. Yang kulihat saat itu hanya seorang laki-laki yang diam saja
dirinya diinjak-injak dan diremehkan. Bersikap dan bertindak tak beraturan. Tak
punya dasar pemikiran dan prinsip hidup. Lalu bersusah-susah ria hanya karena
satu alasan, cinta. Puih.. segampang itu laki-laki dikalahkan oleh perasaannya
sendiri. “Konslet!” kataku suatu hari.
Tak
lama kemudian, aku konslet juga. Di lubang yang sama pula.
Hahaha, Kualat!
Jangan Khawatir sobat, kaku-kaku begini, aku pernah
jatuh cinta (Sidang pembaca saya persilahkan muntah dahulu). Tapi judulya
selalu sama, “Pungguk Merindukan Bulan.” Aku tahu rasanya, jika memandangnya
dari kejauhan, kita benar-benar merasa sebagai laki-laki yang tidak berharga
sama sekali. Mendadak ciut. Cuma bisa melihatnya berjalan di kejauhan, lalu
memutar langkah sambil mengutuki diri sendiri.
Dulupun
aku begitu, lebih parah darimu. Seorang anak culun yang mengutuki dunia yang
tercipta tak adil pada kita. Kita
diberikan rasa, plus ketidakmungkinan untuk memuaskannya. Ibarat dianugerahi
rasa lapar, namun tidak diberi kemampuan untuk mencari makan. Ya, kisa cinta
itu hanya milik mereka manusia muda makmur yang rupawan. Tidak untuk kita anak
jelek culun yang Cuma bisa mengelap ingus dan menangis saat dianiaya. Sampai
aku memegang sebuah keyakinan;
Setiap
Anak laki-laki itu istimewa.
Setelah itu
aku sadar. Jadi seorang laki-laki tidak hanya tentang bagaimana mencintai dan
dicintai. Dunia ini dipercayakan pada kita. Peradaban ini ada di tangan kita.
Dan Agama ini tanggung jawab kita. Di masa saat kita memutuskan untuk mengusap
air mata, dan melangkah maju mengambil sebuah amanah dan meletakkannya di
punggung, saat itulah hidup kita akan
benar-benar berharga. Saat itulah para malaikat mengamini langkah kita.
Tahbiskanlah
diri sebagai seorang pejuang, Bukan pujangga yang mati merana di padang pasir.
Mati meratapi cintanya. Mereka menderita, kitapun menderita. Mereka merana,
kitapun merana. Hanya saja, orang yang tak punya apa-apa, punya kesempatan yang
lebih baik untuk Ikhlas, orang yang didera rasa sakit, punya kesempatan lebih
untuk jadi orang yang sabar. Orang yang sering dikhianati, punya kesempatan
lebih untuk jadi setia. Orang yang selalu dihimpit kesulitan, punya kesempatan
lebih untuk meraih kemulyaan. Dan kita mengambil kesempatan itu. Mereka tidak!
Setiap
laki-laki itu istimewa. Karena dia memikul beban, Meski tahu punggungnya akan
segera patah. Dia terjun ke dalam bahaya, meski tahu tubuhnya ringkih akan
hancur. dia bukan Bodoh! Dia hanya percaya bahwa tuhan ada dan tak akan
meninggalkannya. Dia bukan Nekat! Dia hanya percaya la yukallifullaha nafsan
illa wus’aha.. dia bukan sok kuat, Cuma menghitung bahwa jika dia berani
memikul beban sepuluh orang, tuhan akan memberinya kekuatan sebelas orang, jika
dia berani memikul lima puluh orang, tuhan akan memberinya kekuatan enam puluh
orang. Jika dia berani memikul seratus orang, tuhan akan memberinya kekuatan
dua ratus orang. Dan jika saja ia berani memikul beban dunia, Tuhan akan
mengirimkan sepasukan malaikat untuk membantunya.
Setiap
laki-laki itu istimewa, saudaraku. Setiap Rasul Istimewa, setiap Nabi dan
filsuf Istimewa. setiap Waliyullah dan Emisari itu Istimewa. setiap ‘Ulama dan
ilmuan itu Istimewa, Setiap Huffad dan Mufassirin itu istimewa. Setiap Khalifah
dan Raja itu Istimewa. Setiap pemimpin dan Ketua itu istimewa, setiap Ayah itu
Istimewa, setiap Suami itu Istimewa, setiap Pemuda itu istimewa. Dan kau,
saudaraku-pun, pasti Istimewa.
Jadi,
kenapa kita masih duduk menangis. Mari kita hadapkan wajah kita yang jelek ini
pada para penantang. Yang mencoba merusak nilai-nilai murni ajaran hidup dan
agama kita. Mengapa tidak kita jadikan saja tubuh kita yang kurus kerempeng ini
ganjalan pintu rahmat langit agar tetap terbuka pada semesta. Mengapa tidak
kita jadikan punggung ringkih kita sebagai alas agar roda besar zaman tetap
berjalan. Mengapa tidak kita hadiahkan dada tipis kita sebagai Bumper
penyelamat benturan antar peradaban? Mengapa tidak kita kuliti saja badan kita
agar teman-teman kita tetap merasa hangat? Mengapa tidak kita potong daging
kita sendiri agar kawan-kawan kita tetap bisa makan?
Jadi, kenapa tidak kau sambut tanganku. Mari
bangkit bersamaku, berlari mengejar mereka. Tidakkah kau ingin dalam waktu
hidup kita yang singkat dan tidak berharga ini, kita terjun dan bergabung dalam
rombongan mereka. Zumratis Sabiqin... kelak dihari kiamat mungkin kita
bisa berbangga dibangkitkan bersama mereka. Bukan untuk apa-apa, bukan untuk
menjadi “Laki-laki yang dirindukan surga” bukan untuk mengisi waktu “Penantian
yang Agung” bukan sekedar perkerjaan sampingan “Sebelum kau Halal Bagiku” bukan
untuk membuktikan ”Aku mencintaimu karena Allah” dan bukan agar “semua punya
jodohnya masing-masing.”
Persetan
dengan itu semua! Kita hanya kenal pengabdian dan kesetiaan. tak masalah kalau
akhirnya kita nanti hancur jadi debu. Mungkin kelak kisah kita akan dikenang.
Mungkin perjuangan kita akan dilagukan. Oleh putra-putra kita sendiri. Mungkin
semuanya akan menyaksikan, bukankah ayah kita adalah seorang pengabdi umat?
Aku minta
maaf saudaraku, aku meremehkanmu, nyatanya, kamu lebih kuat dariku. You can
stand next to her. Im not. Tapi, kini kita sama-sama paham. I share your
pain... I share your blood... I share the same feeling...
Kita
berdua, saudaraku. Mungkin memang bukan laki-laki yang pantas dicintai.
Tapi
maukah kau berjalan bersamaku, menghias hidup kita yang tak berharga ini.
Jika iya,
mengangguklah, dan ayo teriakkan dua kata ini;
Strenght and Honour!
STRENGHT!!! And HONOUR!!!
Karna itu semua belum Indah pada waktunya . .
BalasHapusTagh perLu berkecil Hati untuk mendapatkan kesempatan yg masih terluang banyak . .
Aq yakin kalian nanti aKan menemukan seoRang Bidadari dambaan kaliand, yang lebih Indah dari pengalaman sbelumx . .
Orang" yang memandang itu adalah kelemahanmu, sbenarnya itu kelebihanmu yang Luar biasa Rid. .
Meski tagh dapat kau miLiki namun Kebahagiaan itu sudah kau dapatkan saat dekat dengannya . .
Ganbatte Farid . .
Tetaplah tersenYum meski sbenarnya Hati terLuka ..
Rawat saja yg sKrang.. xixi
jaga Baik" itu . . :p
.
Maz Opegh juga . .
Keep smiLe ^^