Sabtu, 27 Juli 2013

Noble Minister, The Wise


Surat Keempat,  04 Ramadhan 1434 H.
Untuk, Abdurrohim Bukhori
               
A Lord of wisdom, Throned He Sat...
Swift in Anger, Quick to Laugh..

               
Aku sangat menyesal mengingat kau harus mengambil alih kendali pemerintahan saat dua pilar utama kerajaan ini goyah. Sang raja yang bingung dengan keberadaannya. Sang ksatria yang sedang kalut dengan perang dalam dirinya. Aku berdo’a semoga kau dikaruniai kebijaksanaan Nizham Al-Mulk. Perdana menteri terbaik sepanjang sejarah Dinasti Bani Abbasiyah.
                Berita mundurnya sang raja sangat menggemparkan hatiku. Padahal aku bersumpah dalam hati akan melayaninya dengan segenap tenaga. Sumpah yang naif, seperti biasanya. Seperti yang sering kuucapkan pada orang-orang. Tidak sadar bahwa keterbatasan diriku saat itu membuatku banyak meninggalkan pos dan terlibat di banyak pertempuran. Lalai menjaga gerbang kerajaan ini.
Hari saat pemindahan kekuasaan itupun aku tidak hadir disana. aku sedang bertempur dengan legiunku untuk melampaui cobaan pertama. Aku meninggalkan kerajaan bro, karena mereka butuh aku. Aku harus berada disana, sampai gempuran krisis benar-benar mereda. Karena kamipun sama. Sepasukan yang ditinggalkan induk resimennya. Pertempuran yang menguras seluruh tenaga, waktu, dan pikiranku.
Saat aku kembali, aku menemukanmu duduk di tahta. Sang raja meringkuk terpuruk di pojok. Dan Lia berkali-kali harus mengerem lidahnya saat ingin mengucapkan “Kosmaku”. Hatiku memanas. Sistem atau musyawarah sialan macam apa yang menyebabkan ungkapan semanis itu hilang dari udara?! Siapa yang secara kurang ajar menurunkan rajaku dari tahta?! Dan kau tiba-tiba memerintahku seperti sang raja memerintahku dulu.
Walaupun kemudian aku tahu duduk perkaranya, amarahku tak kunjung reda. Sang raja pun turun tangan sendiri mencoba memahamkanku. Bahwa dia dalam misi kenegaraan yang mengharuskannya meletakkan urusan pemerintahan padamu. Dan semua rakyat bulat menyetujuinya. Bahwa kau hanya menggantikannya untuk sementara. Bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Dasar aku keras kepala, aku bahkan sempat naik dan berteriak-teriak bahwa sang raja tetap kepala pemerintahannya. Bahwa semua masih seperti sediakala. Aku bahkan mendeklarasikan diriku untuk kembali pada jabatan awalku sebagai wakilnya. Semua itu kulakukan agar dia kembali. Bahwa ia juga dapat melaksanakan tugas kenegaraan tanpa harus meninggalkan tahta. Bahwa seberat apapun, aku akan turut memikulnya. Hingga sang raja sendiri membentakku dengan perintah untuk mentaatimu sebagai pimpinan yang sah.

But,, he is my king.. only him can set me an Order...

Maaf bro, aku sempat meragukanmu. Meragukan kepemimpinanmu. Meragukan krredibilitasmu. Hari demi hari aku yang frustasi itu hanya membuat kekacauan-kekacauan saja. Tapi kemudian mataku terbuka. Kau punya kualitas sang raja. Kualitas yang dibutuhkan untuk memimpin rakyat. Kau punya kestabilan emosi yang luar biasa. Ucapan yang jauh dari anarkis. Selalu menenangkan siapapun disekitarmu. Akupun harus kembali ke gerbang. Melaksanakan tugas jaga walau setiap hari rakyat kita melempariku dengan tatapan sinis. Salahku.

Maafkan aku Bro, masa pemerintahanmu adalah masa-masa tergelap hatiku.

Penghormatan dan penghargaanku Padamu.
  

0 komentar :

Posting Komentar