Senin, 12 Mei 2014

Flower of the Ages

Tretes Pasuruan, PKD 2014. 18 April 2014.

                Kau tahu, bunga... diumpamakanlah diriku kini sebagai gurun pasir. Langit tak berwarna ataupun hamparan landsakp es pucat. Diam dalam hampa. Jatuh dalam kebisuan substansial tanpa ambang batas. Terus menukik kebawah. Sesarat apapun kenangan di tempat ini, seindah apapun cerita di tahun-tahun itu, aku menatapnya hambar. Tanpa empati dan kepedulian. Tanpa rasa dan kepercayaan. Aku seolah ditarik keluar dari seluruh garis dinamika itu. Satu-satunya alasan mengapa aku berdiri di tempat ini, hanyalah tanggung jawab ideologi

                Tapi bunga, cerita hari ini bukanlah tentangku. Tapi kamu. Kaulah yang menjadi bintang utama dari naskah takdir. Hari ini milikmu, Akan kupenuhi setiap nokta dan iramanya dengan nama dan tentangmu. Akan kusuruh angin bukit meniupkan ceritamu. Akan kuperintah burung-burung mengkicaukan nyanyian pagimu. Dan mendung gelap itu untuk mengukir namamu. Karena seluruh tempat ini harus menoleh padamu.
                Kuperkenalkan kau sebagai bunga. Bibitnya dari surga. Namun kau memilih tumbuh diantara kami, Kaktus-kaktus gurun pasir. Musim kering ratusan tahun melanda negeri ini. Tapi hanya kau yang memutuskan untuk terus merekah. Mengirimkan wangi ke seluruh celah bebatuan. Panas mencengkram, Kelopak-kelopak itu berhak berguguran. Namun itulah kamu yang terus melawan. Menitikkan secuil warna di tengah horizon jenuh ini. Kamu tidak pernah menyerah, kan? Agar kami selalu memelihara rindu itu. Rindu akan musim semi yang selalu didongengkan. Rindu akan rintik hujan membasahi dedaunan. Kamu tertawa di kadang waktu. Memberi kami sejuk fatamorganis. Kadang waktu kau menangis, berharap air matamu mampu menjaga raut akar di tanah tetap hidup.
                  Bunga, aku sadar akan apa yang tumbuh di sekitarmu. Kadang saling menusuk dengan duri. Kadang saling menghisap daya hidup masing-masing. Kawan-kawanmu ini tak berhenti mengolok satu sama lain. Menyamar dalam pasir, meracun yang  lengah. Kerap juga membuatmu tertusuk hingga kamu bersedih.  Aku sadar bagaimana negeri ini. Saling berebut mencari selamat masing-masing. Aku tahu bagaiamana panas menyambar kepala mereka. mengubah otak-otak menjadi gila. Tapi kamu tidak berhenti, kan. Berhenti percaya bahwa semua akan selesai. Semua akan berakhir. Lebur dalam aroma basah saat tetes air mencumbu tanah.
                Bagi mereka, bunga.. kamu adalah sang botani penyelamat. Yang mengukir indah pada generasi ini. Tapi bagiku, bunga.. kau adalah perisai. Terukir penuh dengan harap. Terpahat penuh dengan tekad. Tahun-tahun ini terbukti mampu mengaratkan waktu. Membangkaikan zaman. Tapi aku tahu senyum itu, tak akan terenggut dari dirimu.
                Tegaklah! Bunga.. harumlah selalu. Aku tak akan menyentuhmu. Namun tak akan pula jemu menunduk hormat di hadapanmu. Aku berdo’a tuhan tetap menjaga warnamu. Walau terus bergelut dengan kelabu. Aku berdo’a  kau akan terus kekal di zaman-zaman. Melukiskan kekuatan mahkotamu di gurun-gurun tandus. Melawan mentari… memayungi semesta.  
            

            Nyssa.. hail, Nyssa
            Shieldmaiden of the Yellow Flag
            Ere the beautiful morning, she arise
            In the Droughtful time, she hold
            Tough as a steel blade.. fair as a Levender
            Bearing the loyalty, carrying the ideology.
            To the battle, she went. Flower and sword
            In one scent
            Nyssa.. hail, Nyssa
            Shieldmaiden of the ages
            Heart of the Warrior.. and the Eye of a Princess
           



            

0 komentar :

Posting Komentar