Tretes Pasuruan, PKD 2014. 18 April 2014.
Kau
tahu, bunga... diumpamakanlah diriku kini sebagai gurun pasir. Langit tak
berwarna ataupun hamparan landsakp es pucat. Diam dalam hampa. Jatuh dalam
kebisuan substansial tanpa ambang batas. Terus menukik kebawah. Sesarat apapun
kenangan di tempat ini, seindah apapun cerita di tahun-tahun itu, aku
menatapnya hambar. Tanpa empati dan kepedulian. Tanpa rasa dan kepercayaan. Aku
seolah ditarik keluar dari seluruh garis dinamika itu. Satu-satunya alasan
mengapa aku berdiri di tempat ini, hanyalah tanggung jawab ideologi
Tapi
bunga, cerita hari ini bukanlah tentangku. Tapi kamu. Kaulah yang menjadi
bintang utama dari naskah takdir. Hari ini milikmu, Akan kupenuhi setiap nokta
dan iramanya dengan nama dan tentangmu. Akan kusuruh angin bukit meniupkan
ceritamu. Akan kuperintah burung-burung mengkicaukan nyanyian pagimu. Dan
mendung gelap itu untuk mengukir namamu. Karena seluruh tempat ini harus
menoleh padamu.
Kuperkenalkan
kau sebagai bunga. Bibitnya dari surga. Namun kau memilih tumbuh diantara kami,
Kaktus-kaktus gurun pasir. Musim kering ratusan tahun melanda negeri ini. Tapi
hanya kau yang memutuskan untuk terus merekah. Mengirimkan wangi ke seluruh
celah bebatuan. Panas mencengkram, Kelopak-kelopak itu berhak berguguran. Namun
itulah kamu yang terus melawan. Menitikkan secuil warna di tengah horizon jenuh
ini. Kamu tidak pernah menyerah, kan? Agar kami selalu memelihara rindu itu. Rindu
akan musim semi yang selalu didongengkan. Rindu akan rintik hujan membasahi
dedaunan. Kamu tertawa di kadang waktu. Memberi kami sejuk fatamorganis. Kadang
waktu kau menangis, berharap air matamu mampu menjaga raut akar di tanah tetap
hidup.
Bunga,
aku sadar akan apa yang tumbuh di sekitarmu. Kadang saling menusuk dengan duri.
Kadang saling menghisap daya hidup masing-masing. Kawan-kawanmu ini tak
berhenti mengolok satu sama lain. Menyamar dalam pasir, meracun yang lengah. Kerap juga membuatmu tertusuk hingga
kamu bersedih. Aku sadar bagaimana
negeri ini. Saling berebut mencari selamat masing-masing. Aku tahu bagaiamana
panas menyambar kepala mereka. mengubah otak-otak menjadi gila. Tapi kamu tidak
berhenti, kan. Berhenti percaya bahwa semua akan selesai. Semua akan berakhir.
Lebur dalam aroma basah saat tetes air mencumbu tanah.
Bagi
mereka, bunga.. kamu adalah sang botani penyelamat. Yang mengukir indah pada
generasi ini. Tapi bagiku, bunga.. kau adalah perisai. Terukir penuh dengan
harap. Terpahat penuh dengan tekad. Tahun-tahun ini terbukti mampu mengaratkan
waktu. Membangkaikan zaman. Tapi aku tahu senyum itu, tak akan terenggut dari
dirimu.
Tegaklah!
Bunga.. harumlah selalu. Aku tak akan menyentuhmu. Namun tak akan pula jemu
menunduk hormat di hadapanmu. Aku berdo’a tuhan tetap menjaga warnamu. Walau
terus bergelut dengan kelabu. Aku berdo’a kau akan terus kekal di zaman-zaman.
Melukiskan kekuatan mahkotamu di gurun-gurun tandus. Melawan mentari… memayungi
semesta.
Nyssa.. hail, Nyssa
Shieldmaiden
of the Yellow Flag
Ere the
beautiful morning, she arise
In the
Droughtful time, she hold
Tough as a
steel blade.. fair as a Levender
Bearing the
loyalty, carrying the ideology.
To the
battle, she went. Flower and sword
In one scent
Nyssa..
hail, Nyssa
Shieldmaiden
of the ages
Heart of the
Warrior.. and the Eye of a Princess
0 komentar :
Posting Komentar