Senin, 12 Mei 2014

Em 2/3 2013

Syaikhona Kholil, 5 November 2014
Enlightment

Dear Lord, Embrace me into your Realm of Wisdom…
             Aku punya keyakinan kawan, bahwa masuknya pemahaman ke dalam hati kita… akan melalui sebuah proses yang menyakitkan.
Hati kita adalah pecahan lauhul mahfudz itu sendiri. Hati kita adalah mushaf, tempat dimana berbagai aksara diukir membentuk gugus-gugus pengetahuan, intuisi, bahkan kekuatan terbesar kitapun ditaruh disini. Sataniyah dan mala’ikah berebut ingin turut mewarnainya. Dari sini ide-ide terbentuk. Kenangan dan harapan muncul. Ambisi dan cita-cita. Juga  visi yang akan menarik dunia selangkah lebih maju. Ataupun cikal bakal keruntuhan besar.   
            dan Pemahaman, kawan. Bukan pengetahuan. Pemahaman adalah bibit dari sebuah ilmu. Pemahaman ada dalam hati kita. Tak terkatakan bentuknya. Tak terukur besarnya. Tidak berbentuk baris kata-kata, huruf, maupun simbol. ia adalah sepeti harta karun yang dijaga rapat. Hanya muncul saat otak kita membutuhkannya. Kita boleh menguntai seribu kata, menulis jutaan huruf. Namun itu tak akan mewakili secuilpun dari pemahaman dalam diri kita. Kita boleh sekolah bertahun-tahun, melahap jutaaan manuskrip, ataupun menghabiskan hidup kita dalam diskursus. Tapi pemahaman, kawan… adalah murni hak Sang Maha Bijaksana. Berapa yang akan kita peroleh, itu terserah dia. Karena pemahaman adalah wahyu ilahiah. Tak dapat dibeli, tak dapat diraih, tak terkatakan, tahu-tahu dia sudah ada dalam diri ini. Tahu-tahu diri ini sudah sadar akan sesuatu.
Aku merasakannya, kawan.. memahami sebaris saja dari bab filsafat, aku langsung merasa berbeda. Berbeda dari kalian kebanyakan. Kata-kataku langsung tidak kalian mengerti. Alur pikiranku langsung tak terpahami. Akupun berbuat yang kebanyakan orang lain menganggapnya aneh. Ini baru satu Bab. Apalagi mereka yang diberi anugerah dibukakan mata hatinya. Apalagi mereka yang dikaruniai pemahaman ilahiyah, dan Apalagi beliau yang melihat langsung haribaan sang Khalik. Tak heran kalau para Sufi zaman dahulu mengalami Jadzb. Tak heran kalau seorang jenius kerapkali disamakan dengan orang gila.
            Hati manusia, saudaraku… adalah kitab yang sebenarnya. Lembaran-lembarannya diciptakan sendiri oleh-Nya. Masing-masing diciptakan berbeda. Aku percaya, Hati terkuat dimiliki Nabi Muhammad. Cukup kuat untuk menerima pendaratan Kalam Ilahiyah ke bumi. Itupun berangsur-angsur. Dengan proses transfer yang mengguncangkan pula. Satu kata “Iqra!” mampu membuat beliau gemetar ketakutan.
Dia sendiri yang berfirman. Law anzalnal Qur’aana ala Jabalin.. seandainya kuturunkan Al-Qur’an ini di atas gunung. Niscaya gunung ini akan meledak. Tapi, ini hati Rasulullah. Lebih luas, dalam, kuat, tabah, dan bijaksana dari gunung manapun di bumi. Pujilah beliau, sahabatku.. hatinya menjadi penampung Jutaan pemahaman yang konon tak akan terwakili jika ditulis dengan selautan tinta dan berkubik-kubik pena. Lewat lidahnya yang mulia, Kalam-Kalam itu meluncur menghampiri kita. Kalam-Kalam itu yang akan melindungi dari bimbang dan keraguan. Dari sesat dan kepicikan. Menghalau jauh mendung jahiliyah dari langit di atas kita. Bahkan jauh setelah masa kenabian berlalu. Jauh ke masa perdaban manusia mencapai puncak. Terus jauh hingga mendekati hari akhir.
Tidak hanya nabi, begitupun kita. Masing-masing dari kita punya kurikulum langit tersendiri. Mulai saat pertama membuka mata, Tuhan mengajarkan kita banyak hal, menanamkan sedikit demi sedikit pemahaman di hati kita. Karena kita dimandat untuk menjadi makhluk agung pemelihara bumi-Nya. Pelindung sekalian makhluk yang lemah. Perawat yang terluka. Penyembuh yang sakit dan pemerbaiki yang rusak. Kita hanya perlu selalu mendengar dan merasa. Memastikan bahwa hati kita selalu siap menerima pelajaran langit itu. Memastikan agar debu-debu Ma’ashi tidak terlampau tebal menghalangi.
Namun, ada saat di kala pembelajaran itu terasa begitu berat. Jangan sedih, pedang paling tajam pun harus melalui bara api dan hantaman palu. adakalanya tuhan harus membersihkan segala bentuk ke-Aku-an dan karat egoisme dalam hati kita.  Sebelum kita benar-bnar siap menerima pemahaman suci darinya. Seseorang bijak berkata, Sayyidina Umar Ibn Khattab adalah seorang manusia Radikal-Revolusioner. proses masuknya nilai-nilai islam kedalam diri dan kehidupannya terbilang ekstrim dan radikal. Mungkin, kawan.. akupun begitu.

Lewat proses yang luar biasa menyakitkan ini, Tuhan hendak mengajarkan “hanya” satu  kata padaku;

Istiqomah


Setia pada yang kita bela, setia pada yang kita yakini.

0 komentar :

Posting Komentar