Syaikhona Kholil, 5 November 2014
Enlightment
Dear Lord, Embrace me into your Realm
of Wisdom…
Aku punya keyakinan
kawan, bahwa masuknya pemahaman ke dalam hati kita… akan melalui sebuah proses
yang menyakitkan.
dan Pemahaman, kawan.
Bukan pengetahuan. Pemahaman adalah bibit dari sebuah ilmu. Pemahaman ada dalam
hati kita. Tak terkatakan bentuknya. Tak terukur besarnya. Tidak berbentuk
baris kata-kata, huruf, maupun simbol. ia adalah sepeti harta karun yang dijaga
rapat. Hanya muncul saat otak kita membutuhkannya. Kita boleh menguntai seribu
kata, menulis jutaan huruf. Namun itu tak akan mewakili secuilpun dari
pemahaman dalam diri kita. Kita boleh sekolah bertahun-tahun, melahap jutaaan
manuskrip, ataupun menghabiskan hidup kita dalam diskursus. Tapi pemahaman,
kawan… adalah murni hak Sang Maha Bijaksana. Berapa yang akan kita peroleh, itu
terserah dia. Karena pemahaman adalah wahyu ilahiah. Tak dapat dibeli, tak
dapat diraih, tak terkatakan, tahu-tahu dia sudah ada dalam diri ini. Tahu-tahu
diri ini sudah sadar akan sesuatu.
Aku merasakannya, kawan.. memahami sebaris saja dari
bab filsafat, aku langsung merasa berbeda. Berbeda dari kalian kebanyakan.
Kata-kataku langsung tidak kalian mengerti. Alur pikiranku langsung tak
terpahami. Akupun berbuat yang kebanyakan orang lain menganggapnya aneh. Ini
baru satu Bab. Apalagi mereka yang diberi anugerah dibukakan mata hatinya.
Apalagi mereka yang dikaruniai pemahaman ilahiyah, dan Apalagi beliau yang
melihat langsung haribaan sang Khalik. Tak heran kalau para Sufi zaman dahulu
mengalami Jadzb. Tak heran kalau seorang jenius kerapkali disamakan
dengan orang gila.
Hati
manusia, saudaraku… adalah kitab yang sebenarnya. Lembaran-lembarannya
diciptakan sendiri oleh-Nya. Masing-masing diciptakan berbeda. Aku percaya,
Hati terkuat dimiliki Nabi Muhammad. Cukup kuat untuk menerima pendaratan Kalam
Ilahiyah ke bumi. Itupun berangsur-angsur. Dengan proses transfer yang
mengguncangkan pula. Satu kata “Iqra!” mampu membuat beliau gemetar ketakutan.
Dia sendiri yang berfirman. Law anzalnal Qur’aana
ala Jabalin.. seandainya kuturunkan Al-Qur’an ini di atas gunung. Niscaya
gunung ini akan meledak. Tapi, ini hati Rasulullah. Lebih luas, dalam, kuat,
tabah, dan bijaksana dari gunung manapun di bumi. Pujilah beliau, sahabatku..
hatinya menjadi penampung Jutaan pemahaman yang konon tak akan terwakili jika
ditulis dengan selautan tinta dan berkubik-kubik pena. Lewat lidahnya yang
mulia, Kalam-Kalam itu meluncur menghampiri kita. Kalam-Kalam itu yang akan
melindungi dari bimbang dan keraguan. Dari sesat dan kepicikan. Menghalau jauh
mendung jahiliyah dari langit di atas kita. Bahkan jauh setelah masa kenabian
berlalu. Jauh ke masa perdaban manusia mencapai puncak. Terus jauh hingga
mendekati hari akhir.
Tidak hanya nabi, begitupun kita. Masing-masing dari
kita punya kurikulum langit tersendiri. Mulai saat pertama membuka mata, Tuhan
mengajarkan kita banyak hal, menanamkan sedikit demi sedikit pemahaman di hati
kita. Karena kita dimandat untuk menjadi makhluk agung pemelihara bumi-Nya.
Pelindung sekalian makhluk yang lemah. Perawat yang terluka. Penyembuh yang sakit
dan pemerbaiki yang rusak. Kita hanya perlu selalu mendengar dan merasa.
Memastikan bahwa hati kita selalu siap menerima pelajaran langit itu.
Memastikan agar debu-debu Ma’ashi tidak terlampau tebal menghalangi.
Namun, ada saat di kala pembelajaran itu terasa begitu
berat. Jangan sedih, pedang paling tajam pun harus melalui bara api dan
hantaman palu. adakalanya tuhan harus membersihkan segala bentuk ke-Aku-an dan
karat egoisme dalam hati kita. Sebelum
kita benar-bnar siap menerima pemahaman suci darinya. Seseorang bijak berkata,
Sayyidina Umar Ibn Khattab adalah seorang manusia Radikal-Revolusioner. proses
masuknya nilai-nilai islam kedalam diri dan kehidupannya terbilang ekstrim dan
radikal. Mungkin, kawan.. akupun begitu.
Lewat proses yang luar biasa
menyakitkan ini, Tuhan hendak mengajarkan “hanya” satu kata padaku;
Istiqomah
Setia pada yang kita bela, setia pada
yang kita yakini.
0 komentar :
Posting Komentar