Garis Pantai Paciran, Lamongan, 3
November 2013
Warmness On the Soul
Aku
mengenal warna biru, permata.. secara intim dan pribadi. Warna yang dipancarkan
seribu spektrum pecahan berlian. Atau langit cerah di musim semi. Lautan dalam
yang bening kemilau. Tapi yang terindah tetap pada jilbabmu. Yang berkibar
diterpa angin pantai. Membawa wanginya menghampiriku. Memaku gerak langkah,
mematikan detak jantungku.
Aku
mengenal warna biru, permata.. jauh sebelum warna-warna lainnya. Warna pertama
sejak zaman-zaman kelabu. Aku mengenalnya jauh sebelum dioleskan pada landskap
langit, jauh sebelum dilarutkan pada samudra, jauh sebelum diproyeksikan oleh
berlian.
kau dan warna birumu, yang membangkitkan sisi
kemanusiaanku.
Kau
dan warna birumu, yang menghidupkan kembali perasaan itu.
*******
Lamongan,
17 Januari 2012
Aku
duduk di depan rumah seorang teman. Sebatang gamping apes kuraih dan kugunakan
untuk mengeruk sisa-sisa lumpur yang menempel di betisku. Baru saja secara
egois jalan kaki pulang selepas bermain seharian di WBL. Teman-teman jadi
korban.
Mia
menghampiri
“hem..
jadi keputusannya ama yang mana nih..
kalau nggak sama nonik.”
Aku
mengernyitkan dahi. Melihat padanya sekilas. Lalu melanjutkan gosok-gosok lagi.
“sama
yang kerudung merah, abu-abu, atau ungu..?”
Aku
berhenti. Melempar tatapan yang mengatakan “yaela, pertanyaan itu lagi.” Lalu
melotot padanya.
“kerudung
pink.” Kataku sedikit mencibir. Mia sedang memakai kerudung pink.
“ya
allah, ojho mas.. nanti ada yang marah.”
Aku
melirik ke kumpulan sahabat-sahabat perempuan yang sedang asik bercengkrama di
ruang tengah. Mia menangkap lirikan mataku.
“psst..
jangan sama yang kerudung biru.. itu punya wafa.”
Aku
gelagapan tapi cepat kukuasai. Segera kumonyongkan bibir menanggapi pernyataan
mia barusan. Aku berlalu dari hadapan mia yang menikmati kekikukanku yang baru saja “tertangkap basah.” Memakukan
pandangan pada seseorang. Menuju kamar mandi.
Lalu,
permata.. jendela yang menangkap gambar snapshot dirimu itu selama beberapa
detik terus muncul dalam benakku. Muncul berulang, dan terputar berulang kali.
Kuguyurkan air perlahan ke seluruh tubuh. Sambil mencoba menalar keanehan yang
baru saja terjadi. Atau perasaan hangat yang menyeruak dari atas perut menjalar
naik ke dada terus ke belakang kepala. Kuguyurkan air kuat-kuat. Sepertinya
demam.
Selesai
mandi tayangan snapshot belum berhenti, mengusap air, mengeringkan
kulit. Memakai baju, merapikan sabun. Meletakkan gayung, membuka grendel,
menarik hendel pintu, membuka pintu, melangkah keluar, menyeka tetes air,
melihat ke depan, dan…
May
GATS!
Nyaris menabrak.
“Astaga
mbak iiisssss….” Seruku setengah menjerit
“lho
lho lho aku lho gak ngerti lek onok sampean.”
Aku
kabur, untuk gambaran engkau tanpa
mahkota biru itu tak terlalu jelas karena kulempar pandangan cepat-cepat ke
arah lain. Aku berlari keluar. setelah itu rasa hangat itu berubah menjadi
panas.
Astaga..
astaga… ya allah, ya allah semoga ini bukan sesuatu hal yang penting. Semoga
ini bukan apa-apa . fuh.. fuh.. plak, plak.. lupakan lupakan. Gak penting-gak
penting… tepok jidat, tampar pipi, cubit lengan, Lipat perut, tendang lantai, tarik
bibir, tarik hidung,.. brlllrrbbbb…
*******
Tempat
ini banyak kenangannya, bos… aku berdiri di sini mencoba menapak tilas
semuanya. Tidak pula warna magenta senja
ini mampu menghapus safir biru itu dari ingatanku. Kumunculkan kembali tidak
dalam rangka pretensi apa-apa. Semata-mata aku mengaguminya. Dan mempusakakan
kenangan akan dirinya. Kamu tahu bos, katanya semua orang pernah mengalami zing.
Momen dimana hatimu tergetar karena sinyalemen dari pihak kedua di luar sana.
Dan aku baru saja mengalaminya. Kalau kamu, bos, pernahkan kau mengalami zing?
0 komentar :
Posting Komentar