Senin, 12 Mei 2014

Em 2/5 2013

          Garis Pantai Paciran, Lamongan, 3 November 2013
      Warmness On the Soul


Aku mengenal warna biru, permata.. secara intim dan pribadi. Warna yang dipancarkan seribu spektrum pecahan berlian. Atau langit cerah di musim semi. Lautan dalam yang bening kemilau. Tapi yang terindah tetap pada jilbabmu. Yang berkibar diterpa angin pantai. Membawa wanginya menghampiriku. Memaku gerak langkah, mematikan detak jantungku.
Aku mengenal warna biru, permata.. jauh sebelum warna-warna lainnya. Warna pertama sejak zaman-zaman kelabu. Aku mengenalnya jauh sebelum dioleskan pada landskap langit, jauh sebelum dilarutkan pada samudra, jauh sebelum diproyeksikan oleh berlian.


 kau dan warna birumu, yang membangkitkan sisi kemanusiaanku.
Kau dan warna birumu, yang menghidupkan kembali perasaan itu.
*******
Lamongan, 17 Januari 2012
Aku duduk di depan rumah seorang teman. Sebatang gamping apes kuraih dan kugunakan untuk mengeruk sisa-sisa lumpur yang menempel di betisku. Baru saja secara egois jalan kaki pulang selepas bermain seharian di WBL. Teman-teman jadi korban.

Mia menghampiri

“hem.. jadi keputusannya ama yang mana nih..  kalau nggak sama nonik.”
Aku mengernyitkan dahi. Melihat padanya sekilas. Lalu melanjutkan gosok-gosok lagi.
“sama yang kerudung merah, abu-abu, atau ungu..?”
Aku berhenti. Melempar tatapan yang mengatakan “yaela, pertanyaan itu lagi.” Lalu melotot padanya.
“kerudung pink.” Kataku sedikit mencibir. Mia sedang memakai kerudung pink.
“ya allah, ojho mas.. nanti ada yang marah.”
Aku melirik ke kumpulan sahabat-sahabat perempuan yang sedang asik bercengkrama di ruang tengah. Mia menangkap lirikan mataku.
“psst.. jangan sama yang kerudung biru.. itu punya wafa.”
Aku gelagapan tapi cepat kukuasai. Segera kumonyongkan bibir menanggapi pernyataan mia barusan. Aku berlalu dari hadapan mia yang menikmati kekikukanku  yang baru saja “tertangkap basah.” Memakukan pandangan pada seseorang. Menuju kamar mandi.
Lalu, permata.. jendela yang menangkap gambar snapshot dirimu itu selama beberapa detik terus muncul dalam benakku. Muncul berulang, dan terputar berulang kali. Kuguyurkan air perlahan ke seluruh tubuh. Sambil mencoba menalar keanehan yang baru saja terjadi. Atau perasaan hangat yang menyeruak dari atas perut menjalar naik ke dada terus ke belakang kepala. Kuguyurkan air kuat-kuat. Sepertinya demam.
Selesai mandi tayangan snapshot belum berhenti, mengusap air, mengeringkan kulit. Memakai baju, merapikan sabun. Meletakkan gayung, membuka grendel, menarik hendel pintu, membuka pintu, melangkah keluar, menyeka tetes air, melihat ke depan, dan…
May GATS!

 Nyaris menabrak.
“Astaga mbak iiisssss….” Seruku setengah menjerit
“lho lho lho aku lho gak ngerti lek onok sampean.”

Aku kabur,  untuk gambaran engkau tanpa mahkota biru itu tak terlalu jelas karena kulempar pandangan cepat-cepat ke arah lain. Aku berlari keluar. setelah itu rasa hangat itu berubah menjadi panas.
Astaga.. astaga… ya allah, ya allah semoga ini bukan sesuatu hal yang penting. Semoga ini bukan apa-apa . fuh.. fuh.. plak, plak.. lupakan lupakan. Gak penting-gak penting… tepok jidat, tampar pipi, cubit lengan, Lipat perut, tendang lantai, tarik bibir, tarik hidung,..  brlllrrbbbb…
*******

Tempat ini banyak kenangannya, bos… aku berdiri di sini mencoba menapak tilas semuanya.  Tidak pula warna magenta senja ini mampu menghapus safir biru itu dari ingatanku. Kumunculkan kembali tidak dalam rangka pretensi apa-apa. Semata-mata aku mengaguminya. Dan mempusakakan kenangan akan dirinya. Kamu tahu bos, katanya semua orang pernah mengalami zing. Momen dimana hatimu tergetar karena sinyalemen dari pihak kedua di luar sana. Dan aku baru saja mengalaminya. Kalau kamu, bos, pernahkan kau mengalami zing?


   


  

0 komentar :

Posting Komentar