House of
Sanctuary, 14 November 2013
Light of Devotion, Reunited!
Every soul of man is Immortal…
But the soul of Righteous one,
is immortal, and Divine…
--Socrates--
Mengendap-endap,
pemuda itu masuk ke halaman Tajug agung yang gelap itu. Lampu-lampu sengaja
dimatikan karena manakib sudah dimulai. Dengan cerdik dan sedikit licik dia
menyusup diantara jama’ah yang mulai khusyuk diayun sakr-nya masing-masing.
Berharap lolos dari pegawasan sang guru besar, dia langsung duduk tanpa dosa
merapal lafal yang untungnya secara prosedural sudah dihafalnya. Sepertinya lancar.
Jama’ah
telah satu persatu menyelesaikan riyadhah-nya masing-masing. Dia masih
jauh dari hitungan. Tajug sudah mulai sepi, jama’ah mulai berpamitan. Si pemuda
telat itu kesemutan diserang kantuk, capek, ingin minum, dan pegal-pegal. Ujung
matanya mencuri kesempatan ditengah “konsentrasi penuh tanpa toleransi” yang
diwajibkan. Mendapati sang guru merebahkan badan dan memejamkan mata diatas
matras peristirahatannya. Tinggal mereka berdua. Hatinya nyeletuk “ kalau
sebentar lagi Mbah kai tidur, istirahat bentar ah..”
Lalu
tiba-tiba sang guru melompat bangun dari tidurnya. Masih dengan mata terpejam menunjuk ke arah luar tajug dan berteriak
keras.
“He Goblok! Selesaikan
bacaanmu atau nanti kamu tidak tajam sama sekali.”
Si pemuda langsung
mengkeret ketakutan dan tidak berani berpikir macam-macam lagi.
Hahaha.. dasar ayah.
Kelak, pemuda itu jadi
ayahku. Murid nakal dengan syari’at yang masih asepsap tapi jadi
kesayangan gurunya. Dan satu pengalaman unik saat riyadhah muharramnya
semasa muda dulu.
Ada
ungkapan seorang bijak, stand fast and never doubt. Berdirilah yang
tegak dan jangan pernah goyah. Pertanyaannya, dimanakah kita berdiri? Apa yang
kita yakini? Apa yang kita bela? Banyak orang hidup tanpa konsepsi, kawanku.
Mereka yang dikaruniai kebahagiaan di sekeliling mereka. bahagia dengan apa
yang dimiliki, bahagia dengan semua yang ada di genggaman mereka. mereka akan
menghabiskan hidupnya mengejar kebahagiaan itu. Namun kukatakan, kawan.. mereka
tidak akan pernah menemukan akhir dari pencariannya. Saat diri mereka menuntut
untuk lebih dan lebih lagi.
Mari
kuceritakan kau tentang kesetiaan.
Kesetiaan adalah milik para pria-pria
berideologi. Yang mengikat diri mereka pada sebuah tujuan mulia. Saat mereka
memutuskan untuk meyakininya. Keyakinan, kawanku.. tak ada yang lebih mampu
menentramkan hati daripada kata-kata ini. Kau tidak bisa mengalahkan seorang
pria dengan keyakinan yang bulat. Pria-pria ini menemukan kebahagiaannya pada
setiap tetes keringat, darah, dan airmata yang mereka jatuhkan. Mereka
menemukan kebebasannya pada setiap detik sujud. Pada setiap tangkupan tangan.
Pada setiap tundukan kepala. Pada setiap bentuk ketaatan yang dapat mereka
berikan. Firman-Nya, hanya hambanya yang
taat saja yang tak akan pernah tergoyahkan.
Saatnya
kita menjadikan diri kita seperti mereka, Martin Luther King, yang mengikatkan
diri pada Protestanisme, melawan ortodoksi gereja. Nelson Mandela yang
mentahbiskan diri untuk melawan Apertheid. Karl Heinrich Marx. Sebagai nabinya
kaum tertindas, Abraham Lincoln yang memperjuangkan tegaknya demokrasi. Mahatma
Gandhi yang bersumpah untuk melawan segala bentuk kekerasan dan pelanggaran
terhadap hak asasi manusia.
Kau
juga, kawanku.. ikatkanlah diri kalian pada nilai-nilai itu. Jadilah pria
berideologi. Yang berani menentukan sikap. Berani dimusuhi. Berhentilah
berusaha menjadi putih tanpa noda. Saatnya berkubang lumpur, saatnya berkalang
tanah. Nilai-nilai mulai di bumi ini butuh pembela. Butuh pelindung. Ikatkanlah
dirimu pada tujuan yang kau yakini, dan rasakanlah kekuatan mengaliri darahmu…
Jika
kau menyakini sesuatu, kenali dia, cobalah untuk menyukainya, belajarlah untuk
mencintainya, lalu lakukan apapun yang kau bisa untuk setia padanya.
0 komentar :
Posting Komentar