Minggu, 06 Januari 2013

6


Ekspedisi Muharram;
Wa’bud Rabbaka, Hatta ya’tikal yaqin
Pesarean Syaichona Cholil, Bangkalan 23 November 2012, Decoding  The Spell of Command Aura...
               
Hidup itu, menurutku adalah mirip seperti yang digambarkan Thomas Kuhn;
Paradigm  --->  Doubt  -->  Anomalies  -->  Crisis  -->      Revolution    --->    New Paradigm


Sedikit catatan, ini rumusan hidup orang-orang yang hobi “Galau” ;)

Pertama kita memiliki gambaran ideal terhadap segala sesuatu. Konstruk pemikiran, dan mindset berpikir kita turut membentuknya. Ditopang dengan prinsip-prinsip. Bahwa yang ini harus begini, dan yang itu harus begitu. Yang begini tidak boleh begitu, dan yang begitu tidak boleh begini. Kadang saat paradigma ini mencapai titik kemapanannya, kita bisa menjadi amat Supra-Idealis. Seolah-olah apa yang ada dipikiran kita semua relevan dengan dunia nyata. Kita amat yakin, kita amat mantap, sama sekali tidak tergoyahkan.
                Kemudian, entah darimana dan bagaimana muncul sebuah pertanyaan yang menggelitik keyakinan kita. Pertanyaan itupun berkembang lebih besar da mulai menimbulkan keraguan-keraguan. Keraguan –keraguan berkembang menjadi Anomali-Anomali yang amat mengganggu. Makin lama makin membuat gelisah. Makin menyiksa. Dan masa-masa tersulit adalah masa-masa kritis. Saat kegelisahan-kegelisahan itu mencapai titik nadir. Membuat kita tidak bisa tidur, tidak enak makan, begini salah-dan begitupun salah. Kita mulai meragukan segala seuatu. Nilai, hukum, kebenaran, bahkan meragukan tuhan itu sendiri. Pada puncaknya, kita serasa ingin pergi ke suatu tempat dan berteriak sekeras-kerasnya. Pada kondisi terparah, kita serasa ingin menggorok leher sendiri.
                Saat itulah tiba-tiba seluruh elemen tubuh kita bergerak. Tubuh dan jiwa kita mengerahkan seluruh kekuatan terakhirnya untuk mendobrak tembok kebekuan yang mengurung kita dalam kebimbangan yang menyiksa. Seperti lalat yang berusaha lolos dari jebakan botol yang diasapi. Saat itulah kekuatan yang tidak pernah kita sadari terlepas begitu saja. Saat itulah yang dinamakan ;Revolution. Ada yang berhasil melalui tahap ini, lalu menemukan paradigma pemikiran baru yang lebih menentramkan. Hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Dia akan jauh lebih kuat, lebih tegar, dan lebih kokoh dari sebelumnya. Yang tidak lolos, secara mengenaskan, akan mati sambil meringis.
                Ini adalah masa-masa keraguan besarku.
                Ratusan kilometer sudah ditempuh, muka kusut tak karuan. Badan kurus kurang makan. Pakaian sudah kusut tak berbentuk. Bekal hampir habis. Still, aku belum menemukan yang aku cari.
Manusia tidak akan pern`h berhenti ragu. Manusia tak kan pernah berhenti bertanya. Hanya dengan itu manusia akan terus hidup. Sepanjang itulah manusia akan tetap menengadah ke atas. Tidak pernah berhenti untuk Ask . meminta atau bertanya. Dan merekalah manusia-manusia sejati.
                Kendatipun tuhan yang diatas sana sepertinya tidak menjawab.
                Kendatipun tuhan yang diatas sana sepertinya tidak merespon
                Kendatipun tuhan yang diatas sana sepertinya acuh.
                Kendatipun tuhan yang diatas sana serasa tidak ada.
Aku datang sejauh ini hanya untuk mencari jawaban. Jawaban atas pertanyaan yang selalu menghantui tiap malamku. Aku ingin bertanya pada tuhan. Dosa apa yang telah kulakukan, apa maksud semua kejadian yang menimpaku akhir-akhir ini. Apa maksud tuhan merampas kembali semua yang kumiliki. Impian, cita-cita, eksistensi, sahabat karib, tempat tinggal, Hati... aku memang tidak ingin terlampau ikut campur terhadap rencanaNya. Namun mninimal, beritahu aku bahwa aku sudah berbuat seperti yang seharusnya. Beritahu aku kalau pilihanku tidak salah. Beritahu aku bahwa aku untuk selalu bersabar. Beritahu aku untuk selalu bersyukur. Yakinkan aku kalau aku tidak kehilangan semuanya. Beritahu aku bahwa aku masih memiliki diri-Mu.
                My Lord...

                Dan subhanallahi ‘Adzim!, ‘adada ma sabbahahu bihamdih!
Tuhan menjawab pertanyaanku!

Tepat saat hitungan al-ikhlas mencapai angka seratus lima puluh. Aku menengadah dan bisikan itupun muncul. Just like the past.

“Wa’bud Rabbaka Hatta Ya’tikal Yaqiina!”


0 komentar :

Posting Komentar