Ekspedisi Muharram;
To The Edge of Night
Joyoboyo, 23 November 2012, 00.03 Am, Decoding the spell of Command
Aura...
Home’s Left
behind..
The world’s ahead...
There Are many paths.. to Thread.
The Shadows...to the edge of the Night,
All shall fade...
.
Suara Pippin terus menerus berputar di kepalaku.
Nyanyian yang amat menggetarkan. Walau minim nada dan irama. Deep. Pantas saja Lord Denethor langsung rusak nafsu
makannya. Suara itu mengantarkan firasat buruk langsung ke ulu hatinya.
Entah kenapa Ampeldenta tiba-tiba terbayang di
kepalaku. Aku tidak cukup tenang malam ini. Jadi kuputuskan untuk melanjutkan
saat ini juga. Tidak besok pagi seperti yang direncanakan. Sehabis hujan lampu
PJU jalan ahmad yani sering dimatikan. Kesulitan aku melihat jam tangan. Kudu
merapat ke dop dekat kios tambal ban. Jam 12 lebih tiga menit, cukupkah?
Persetan, yang penting maju.
Sepi, sepi sekali.
Mungkin
ini yang disebut si Peregrin took sebagai Edge of the night. Titik waktu
dimana kehidupan berhenti sejenak. Seperti video yang di-pause oleh sang
Mahakuasa. Hanya kau satu-satunya yang hidup. Hanya kau satu-satunya yang
bergerak. Hanya kau satu-satunya yang real di tempat ini. Semua benda
menjadi nyata dan semu disaat bersamaan. Malam ini menyadarkanmu. Mengembalikanmu ke
titik asal. Dimana kau hanya sebuah hadirat kosong. Kini kau Cuma bisa mengingat-ingat semua yang menempel
padamu. Pakaian, barang, rumah, teman, sahabat, keluarga, bahkan Nama. Mereka
yang mewarnaimu. Mereka yang menjelaskan keberadaanmu. Dan ketika malam saat
mereka ditarik darimu, kau kembali pada asal. Kosong.
Malam, kenapa pada malam hari suara pesawat terbang
terdengar makin keras? Ah, jangan pesawat terbang lah, kenapa suara dentang jam
dinding terdengar lebih keras sedangkan di siang hari hampir tidak terdengar?
Kenapa suatu waktu, kita berdiri cukup jauh dari jalan raya, Namun saat tengah
malam, suara kendaraan bermotor terdengar lebih keras padahal tempatnya jauh
sekali? Kenapa suara adzan tengah malam kadang terdengar keras kadang terdengar
lirih? Mengapa hantu, setan, jin, dedemit, jenglot, wa’alihi wasohbihi
harus menampakkan diri waktu malam? Mengapa waktu istijabah diletakkan di
sepertiga malam terakhir? Mengapa do’a banyak dikabulkan saat dipanjatkan
melalui langit malam? Mengapa Allah menaburkan karunianya beberapa saat sebelum
fajar?
Gubernur
suryo.
Sejak dulu aku percaya bahwa dunia ini dibagi menjadi
dimensi-dimensi. Setiap dimensi dihuni oleh makhluk tertentu. dimensi nol yang
hanya terdiri dari satu titik. Dimensi satu yang terdiri dari sebuah garis.
Dimensi dua dimana hanya terlihat objek panjang dan lebar. Dimensi tiga, tempat
kita tinggal, terdiri dari panjang, lebar, dan tinggi. Dimensi empat, punya
banyak sisi yang tidak bisa kita jelaskan. Karena aturannya, makhluk dari
dimensi yang lebih rendah, tidak dapat melihat makhluk yang memiliki dimensi
lebih tinggi. Itulah mengapa Jin bisa melihat kita, kita tidak bisa melihat
mereka.
Balai Kota.
Namun,
menurutku, masih banyak dimensi lain yang tidak terjelaskan. Sebanyak separator
desimal yang pernah ditemukan. Mungkin sebanyak spektrum yang dipantulkan oleh
sebuah berlian, atau mungkin lebih. Manusia punya dimensinya sendiri, malaikat,
bahkan Tuhanpun punya dimensinya tersendiri.
Sidotopo.
Antar tiap
dimensi, Tuhan menciptakan batas. Batas yang Unbreachable. Ini bertujuan
agar masing-masing penghuni dimensi bisa melaksanakan kehidupanya secara
proporsional dan balance. Agar keseimbangan tetap terjaga. Coba
banyangin kalau tidak ada batas itu, bisa-bisa manusia kencan malam mingguannya
bukan sama manusianya, tapi sama malaikat. Wadaw
Malam
adalah waktu dimana batasan antar dimensi-dimensi tersebut memudar. Kalau tidak
mau dikatakan menipis. Sehingga kadang kita bisa melihat, mendengar, ataupun
merasakan sesuatu yang diluar nalar. Mimpi, ramalan, visi, kita sering mendapat
firasat juga. Bisikan-bisikan misterius. Perasaan-perasaan aneh.
Penampakan-penampakan aneh kerapkali mengampiri mata kita. Wahyupun datangnya
rata-rata pada malam hari. Ilham, ma’unah, petunjuk, semuanya datang pada malam
hari. Kadang orang-orang tertentu yang dikaruniai kasyaf, dapat
merasakan, mendengar, bahkan melihat ke dimensi lain, ada yang hebat bisa
seenaknya saja bermain-main diantara berbagai dimensi tersebut.
Itulah
mengapa do’a kita lebih istijabah di malam hari. Jika diibaratkan roket,
do’a kita menemui lebih sedikit hambatan untuk meluncur naik mengetuk pintu
langit. Kendatipun semua tergantung kekuatan Booster tiap orang yang
tentunya memiliki kualitas spiritual yang berbeda-beda. Ada beberapa yang sudah
mampu mengetuk bahkan menembus dimensi malakut. Naik dan menyapa Rabbul
‘Alamin. Ada yang sampai ketinggian tertentu, loyo dan kandas. Jatuh
kembali ke dunianya.
Ampeldenta.
Dan inilah aku, seonggok
makhluk kerdil yang berjalan diantara gelap malam. Menerobos celah-celah
kegelapan. Berusaha mencari sesuatu, entah apa itu. Yang jelas sesuatu itu amat
dibutuhkan. Sesuatu yang memanggil-manggil, somewhere. Sesuatu yang tak
akan pernah membuat Hati, pikiran, tangan dan kaki ini tenang di tempatnya.
To the Edge.. of the Night,
0 komentar :
Posting Komentar