Minggu, 06 Januari 2013

5


Ekspedisi Muharram ;
They’re Never Dead
Tomb of Sunan Ampel, 22 November 2012, 01.47 Am.
Decoding the Spell of Command Aura...

                Seorang anak berujar pada Achilles sebelum dia menaiki kudanya,
                “kalau aku jadi kau, aku tak akan berlari sendirian ke tengah-tengah musuhmu.” Maka achilles pun menjawab “itulah sebabnya mengapa sejarah tidak mau mengingatmu.” Lalu diapun melesat pergi.
                Aku tahu, sedikit berlebihan bahwa aku menganggap hari Kelahiran sang Putri sebagai hari kematianku. Tapi itu benar, kawan. Ini bukan semata kematian fisik seperti kebanyakan orang pikirkan.ada beberapa orang yang sudah mati bahkan sebelum mereka mati. Sebaliknya, Ada beberapa orang yang terus hidup bahkan setelah mereka mati. Seperti orang yang terbaring di depanku ini. Jika dipikir-pikir, beliau yang terbaring disitu adalah yang hidup. Dan aku yang duduk disini adalah yang mati.
                Al-Maghfur-lah Kanjeng Susuhunan Ampel,  Raden Rahmat.
                Nama beliau terus hidup. Akan terus abadi dan tidak habis dikenang.
Setiap hari ratusan orang datang ke tempat ini. Dari yang terdekat, hingga penghujung negeri yang paling jauh sekalipun. Tak terhitung  berapa banyak tawassul, fatihah, tahlil, shalawat, maupun bacaan Al-Qur’an yang dihadiahkan kepada beliau. Tak terbayang seterang apa alam kubur beliau. Tak tergambarkan seberapa tenangnya beliau berbaring dalam peraduannya. Seperti tidur tanpa mimpi. Sementara namanya terus digaungkan di luar sini.
                Sedangkan kita? Mungkin suatu saat kita akan mati. Dikerubungi seluruh sahabat, keluarga, teman dan handai taulan yang sama-sama menangisi kepergian mereka. Diarak bagai seorang raja ke tempat peristirahatan terakhir kita. Beberapa saat di dalam timbunan, Mereka masih mengelilingi kita dengan taburan bunga. Lalu, satu persatu mulai pergi meninggalkan kita. Kita pun sendirian.
                Satu hari, dua hari, seminggu, mungkin mereka akan tetap mengenang kita, sebagai salah seorang kerabat tercinta. Sebulan, mereka mungkin sudah  memulai hidup baru dan melupakan kita. Setahun, mereka sudah mulai ceria. Dua tahun, tiga tahun, empat tahun, sepuluh tahun. Nama kita hampir tidak pernah disebut.
Dua puluh tahun, hanya sebuah batu nisan lusuh yang mencoba mengingatkan dunia bahwa di tempat ini pernah terbaring Fulan bin Fulan. Itupun mulai rapuh dimakan waktu. Tiga puluh tahun. Batu nisan itupun giving its final service. Dan rubuh!, kitapun hilang, lenyap selama-lamanya dari lingkaran kehidupan. 
                Setiap manusia mati, kecuali mereka yang beriman, setiap yang beriman mati, kecuali mereka yang berilmu, setiap yang berilmu itu mati, kecuali mereka yang beramal dengan ilmunya. Dan setiap orang yang beramal itu mati, kecuali mereka yang ikhlas. Masih ingat, kan, sabda rasulullah yang ini?
                 Ratusan tahun yang lalu, sekelompok pemuda yang fanatik kepadanya, membujuk Socrates untuk mengikuti mereka kabur lewat terowongan bawah kota untuk menghindari Eksekusi mati oleh konsil kehormatan Athena. Tapi, denga halus beliau menolak. Ia berkata, jika dia kabur seperti yang mereka inginkan, berarti dia telah kalah, membenarkan tuduhan konsil Athena bahwa dirinya perusak keyakinan beragama para pemuda pada zaman itu. Menistakan simbol-simbol dan ajaran agama. Iapun memilih menghadapi kematian dan menenggak racun dihadapan banyak orang. Hasilnya? Tubuhnya mungkin mati, namun ajarannya hidup dan terus terkenang hingga saat ini. Ya, dia telah mati untuk menghidupkan nama dan ajarannya.

                Tahu rumusan dunia yang paling menjengkelkan?
                Untuk jadi orang yang dikenang sejarah. Kau harus menjadi pahlawa yang paling pemberani. Atau sekalian menjadi penjahat yang tersadis. Tidak ada tempat dalam sejarah untuk orang yang setengah-setengah.
                Merekalah manusia manusia sejati. Manusia-manusia yang namanya tak pernah mati. Disebut dan didengungkan. Dituliskan dalam tinta sejarah. Kebaikan bagi mereka akan terus mengalir. Seperti angin yang tak berhenti bergerak. Mereka telah berhasil mengalahkan waktu. Akankah kita jadi seperti mereka? Atau berakhir jadi tanah. Jadi debu yang dihempas angin. Hilang selama-lamanya.
                Pertanyaan yang menyakitkan, sekali lagi.

                I’ve...
                Stood in the dark and waiting All This time,
                While we meet the Dead,
                I’m trying to survive...

0 komentar :

Posting Komentar