Yah, bagaimanapun keinginan kakek tak bisa dibantah lagi. Walaupun Setumpuk tugas Ketua Angkatan PMII plus kru magang LPM Ara Aita yang nyaris membikin kepala pecah masih kocar-kacir, Tak urung juga aku naik bus kota menuju tanjung perak. Menerobos hujan. Ini kepulanganku yang pertama ke madura semenjak menjadi mahasiswa.
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya punya cerita tersendiri buatku. Semua yang ada padanya menjadi komposisi utama penghias lamunan masa kecilku. Waktu itu aku begitu kagum akan bentuk, simetrisme, integrasi komponen, Infrastruktur yang begitu rumit dari sekian banyak Kapal, Port dermaga, Kontainer, Quay Crane, lengan katrol serta yang paling Megah dan elegan, Galangan Kapal PT PAL berkekuatan 3000 Ton. Hm, bahkan aku sudah berhasil menggambar Kapal KMP Citra Mandala Bahari pada usia 5 tahun, KMP. AWU Borneo pada Usia 7 tahun, dan Supertanker Arun Meratus XVII pada usia 10 tahun.
Untunglah aku masih bisa melihat pelabuhan ini. Kupikir setelah Jembatan Suramadu dibangun, aku tidak akan pernah melihat matahari melayang dari anjungan kapal. Atau menikmati Tamparan Angin Laut Selat Madura sambil bergaya di Anjungan Bagai Kapten Angkatan Laut Teuton Eropa, Frederick Barbarossa. Ah, Betapa gagahnya…
Hm, tapi aku sadar bukan anak kecil lagi. Tak bisa bergaya semaunya. Saat asyik menikmati pemandangan, kulihat seorang anak dan (Kemungkinan Besar) ayahnya sedang duduk di anjungan kapal sambil menikmati pemadangan laut. Sang ayah begitu Antusias menceritakan keindahan lautan, sedang sang anak tak kalah serius mendengarkannya sambil melayangkan pandangan kagum dengan mulut menganga ke laut lepas.
Ya Allah…, batinku, Indahnya pemandangan yang sedang tergelar di depanku ini. Wujud dari sebuah pendidikan karakter yang sangat komprehensif baru saja dipraktekkan oleh orang dusun yang tak pernah lulus mata kuliah teori pendidikan di depanku. Hebat. Mirip kisah Lukman Al- Hakim, sang guru hikmah yang mengajari sang anak tentang hidup sepanjang perjalanan mencari Ilmu Hikmah.
Tiba-tiba sang Mahakuasa mengelebatkan bayangan nakal di kepalaku. Heh, bagaimana mungkin tiba-tiba sang ayah berubah menjadi aku. Dan sang anak berubah menjadi anakku. Aku membayangkan suatu saat aku dan anakku akan duduk di anjungan kapal. Akan kuajarkan dia Luasnya kekuasaan Sang Mahakuasa, Bahwa kendatipun seluruh pohon di dunia ditebangi dan dijadikan pena, lalu seluruh air laut dijadikan tinta, tidak mungkin cukup untuk menuliskan ilmu Allah. Tentang Legenda sang penjaga lautan, Khidir As. Cerita tentang Hukuman Allah terhadap Prophet Jones (Yunus) yang ditelan Ikan Paus karena mengacuhkan permintaan maaf umatnya. Lalu Kutanamkan sejak dini di otaknya, jangan menjadi seperti Kan’an yang lebih percaya gunung tinggi daripada ayahnya sendiri, Nabi Nuh As.
Ya Allah, Aku berhayal? Ibunya saja belum ada. Haha.
Inginnya membagi peristiwa indah ini pada orang lain, tapi Cuma Mb’ Yus yang aktif, ya sudah, ku-sms dia saja.
Begitu matahari terbenam, senyum itu muncul di Horizon, senyum yang sejak dulu membuatku nyaris melompat saking senangnya. Senyum itu adalah bentangan Pulau Kelahiranku. Madura.
Peluit KMP Selat Madura I berbunyi, Saat nya melanjutkan perjalanan.
In My Dreams, It’s me and you…
There’s still I am so It All came true...
As time went by faith in you grew...
So many things left, for me to do
0 komentar :
Posting Komentar