Masjid Darul Maghfur, Jetak Paciran, 17 Januari 2012
Ini yang membuatku
ditertawakan Yus sampai sekarang.
Rencananya, Sore ini kami mau pergi ke pantai.
Kegiatan bersenang-senang pertama sebelum acara inti ke WBL besok. Sholat ashar dulu, biar tenang dan tidak
dimarahi tuan rumah (Hei.. Lillahi Ta’ala-nya mana?). setelah shalat
ashar kami; Fahmi, Bos Wafa, Bukhori, Farid, Yani dan aku duduk-duduk melepas
lelah di emperan masjid. Entah berkah entah musibah, Sang Muadzin yang melihat
kami, sekelompok pemuda tempat harapan tumpuan masa depan cita-cita estafet
perjuangan penerus nasib nusa bangsa serta agama. mendadak perlu memberi kami
nasihat.
“sing ati-ati yo le, saiki jaman akhir, sampean
masih muda bla bla bla…” dan, meluncurlah Kultum (Kuliah Tak Kunjung Mari) tanpa
spasi, tanpa titik, tanpa koma. dari sang bapak. Tentu farid yang paling
antusias. Biasa ma’rifat. Harapannya nanti dia dapat ilmu bagaimana dia bisa
menaklukkan hati sang Bunga Lamongan, si
cantik pedas itu. Sinyur malah kegerahan. Telinganya yang terdiri dari Chord,
Arasemen, Freed, Intro, Tempo, Beat, Chorus, Refrain, Oktaf dan Keynote itu
mendadak kacau ketika dimasuki pesan keagamaan.
Yani malah sms-an, tidak menghargai bapak muadzin
yang sudah repot-repot menyusun materi ceramah, korelasi isi, pembuka, dalil
dalil pendukung. Teori, fakta, hipotesis. Analisis kritis agar materinya sesuai
dengan otak akademisi kritis milik mahasiswa di depannya. Hebatnya si bapak,
kalau aku, mungkin butuh seminggu untuk berceramah selama itu (enam hari buat
nerjemahin ke bahasa jawa halus). Si kosma yang terlalu pengertian itu tak bisa
berbuat apa-apa.
Dasar aku pemuda geblek alergi nasehat. Pikiranku
mulai mencari cara bagaimana menghentikan si bapak. Aku sms ke semuanya. “Somebody
Stop Him!” gagal. Waduh situasi ini terasa semakin sulit. Mencari cara menjebol
benteng berlapis Salahuddin Al Ayyubi dalam Game RTS Stronghold Crusader saja
lebih mudah daripada ini. Otakku berputar-putar mencari cara. Dan, Ting!
Yang kukirim kali ini pesan singkat memohon
pertolongan. Seperti nada SOS dari operator nirkabel kapal TITANIC yang baru
saja mencium gunung Es. Bunyinya “Mb’Ros, tolongin kita, kita terjebak di
masjid, dengerin ceramahnya pak takmir, dari tadi gag brenti-brenti. Mau nyetop
gag enak sendiri. Tolong jemput kita, alasan disuruh makan, cepet!, kesorean
kita kepantainya. ” tadinya kupikir ini juga gagal. Tapi akhirnya Yus datang
bagai Dewi Fortuna menyelamatkan kami semua, Fuuuh… untung saja.
0 komentar :
Posting Komentar