Rabu, 19 Februari 2014

The Kite and The Storm


eastbayrotaract.org

Ngancar Kediri, 2 hari sebelum letusan.


Kalau kelud jadi meletus, acara kita batal donk.


            


           Farid menjawab dengan “iya” yang hampir tidak terdengar. Dia sibuk mengikatkan tali rafia pada dus berisi enam buah durian yang rencananya akan kita bawa turun. Aku mengecek busi dan radiator memastikan linor tidak rewel dalam perjalanan pulang nanti. Di jalan sana mobil-mobil polisi mulai berseliweran naik turun. Nampaknya letusan kelud memang sudah di depan mata. Kata bude Atun, orang-orang sini bilang kalau letusan ini akan jadi yang terbesar karena sudah 23 tahun kelud tidak meletus.
            Aku kembali mengutaki si linor sambil mencoba membayangkan apa yang akan terjadi pada desa permai ini jika kelud meletus. Ruang tamu yang amat tenang itu pasti tak akan sama lagi. Halaman ini. Pohon rambutan di pojok, ah.. memang. Aku saja bisa jadi segamang ini apalagi farid. Padahal rencananya sempurna.
            Tempat ini, kata farid dulu menjadi pelariannya saat periode konslet (sidang pembaca pasti sudah paham kalau kami berdua pernah mengalami konslet parah). Disaat kecamuk hati sudah tak tertahankan, Maka menyepi jadi pilihan utama. Apalagi tempat ini jauh dari hal-hal yang bisa mengingatkannya pada. Dulu mbyus juga diajaknya kesini. setiap seruput kopi yang kami hirup kemarin sore mengingatkan kami bahwa disamping satu kesedihan besar yang selalu hati kami keluhkan, Banyak sekali hal kecil terjadi di sekitar kita yang patut kita sukuri. Nikmatnya kopi. Nyamannya mata memandang daun-daun dan pohon, serta tawa dan canda yang kembali mengalir. Apapun kesedihan yang kami alami sebelumnya, perlahan kini terhapuskan oleh gelegak tawa yang murni lahir dari kedalaman hati. Tawa yang jujur dan lepas.
            Satu hal yang amat krusial dan kerap kita lupakan. Ketentraman hati.
Ketentraman hati tidak bisa dibeli. Orang –orang akan membayar mahal untuk terapi yoga, kundalini, senam sehat, meditasi keseimbangan jiwa, relaksasi di tempat-tempat langka seluruh dunia. Itupun belum karuan berhasil. Sedang kami cukup mengeluarkan lima puluh ribu rupiah untuk membeli ketentraman hati. Hidup tidak selamanya sedih, pun demikian senang pun tidak akan terus-terusan. Kita Cuma perlu bersikap wajar dan tidak lupa diri. Bahwa dua-duanya adalah ujian. Liyabluwakum ayyukum ahsanu amala. Kita Cuma diperintahkan untuk sabar saat sulit. Dan bersyukur saat lapang.
            Ah, Mbak Mir-ku dan Pak Jendral. Bagaimanakah kabar mereka berdua sekarang? Terserah bagaimanapun tuduhan kalian padaku. Tapi aku tetap sedikit tidak rela melihat bunga yang lepas kelopaknya, bulan yang muncul tanpa bintang, lumpang yang terpisah dari alu-nya. Dan kalian bilang padaku, senangkah melihat sandal yang cuma tinggal satu? Tapi, yah siapa aku, aku tidak memiliki yurisdiksi seinchi-pun untuk turut campur urusan mereka.
            Selain dari itu, entah berapa kisah kegalauan lagi yang sedang menghinggapi kawan-kawanku. Yang tidak kami ketahui. Yang tidak mereka ceritakan pada kami. Yah, kami mungkin tidak tahu, tapi kami dapat merasakannya. Kawan-kawan... kegalauan hebat sedang menimpa kita semua. Dan aku dalam posisi tidak mampu berbuat apa-apa untuk membantu kalian. Sekedar tempat untuk mendengar curahan hati, pundak tempat bersandar, tangan untuk digenggam, bahu untuk dipeluk, dan untaian do’a yang selalu kami kirimkan pada kalian diseberang sana. Karena aku tahu, kita terhubung satu sama lain.

            “Wis.. ngene ae”

            Aku berdiri, menengadahkan kepala ke langit. Memicingkan mata mencoba mencari puncak kelud yang berasap di tengah cuaca berkabut ini. Nihil. Hanya tampak dua layang-layang yang sedang mengudara dengan tenang. Itu kami berdua. Di ketinggian dimana angin sangat tenang. Aku tersenyum mendengar hatiku berbisik

Teruslah mendaki kawan, lintasi badai pergulatan batin ini dengan kepala tegak dan penuh keberanian. Mendakilah setapak demi setapak. Tabahkan hatimu, Allah selalu bersama kita.
Kami tunggu kalian disini. Nanti kami tunjukkan keindahan langit biru. Hamparan bumi menghijau. Dan kicauan burung camar yang terbang di ketinggian.

Aku tahu kelak, kita akan terbang bersama-sama lagi....

0 komentar :

Posting Komentar