“Bos!
Bablas Bos!”
“Ho? Iyo tha?”
Aku
memutar Valinor 180 derajat. Walaupun butuh dua kali kebablasan sebelum
kami masuk halaman rumah yang tepat. 3
setengah jam berkendara melewati jalanan berdebu. Akhirnya kami sampai di rumah
keluarga Bude atun, bibi sahabat kita TYP* Farid. Kecamatan Ngancar, kabupaten kediri. Hanya
berjarak 5 km dari pos pertama gunung kelud. Aku bersalaman setelah memarkir si
linor.
Bude
Atun yang berperawakan ramah itu langsung menyuguhi kami dengan kopi tabrak
(begitu saya menyebutnya) dan duren! Astaga duren! Konfrontasiku dengan buah
itu memang tak akan pernah berakhir. Tidak hanya menyesakkan hidungku dengan
baunya yang lebay, tapi dia langsung menusuk jariku pada pertemuan pertama.
Alhasil, farid yang tak jelas statusnya entah tamu atau tuan rumah memakan buah
itu dengan kejam setelah membelah, menguliti, memukul, dan meremukkannya.
Kami
melepas lelah sore itu. halaman rumah itu luas dan asri. Dihiasi pohon rambutan
dan rambutan lagi. Disamping dan di belakang rumah itu terhampar kebun durian.
Kami menghampar tikar dan duduk di halaman menyaksikan lalu lalang kendaraan
yang sepi sambil menyeruput kopi.
Dan mengalirlah cerita-cerita. Kami
tertawa-tawa pahit mengingat-ngingat sebegitu banyak kejadian yang telah
terlewati. Sekali-kali mengumamkan Alhamdulillah
disela-sela helaan Nafas.
Ternyata
benar ya, rid. Sedih itu tidak selamanya. Pun demikian, kebahagiaan tak ada
yang abadi.
Hey
nak, ini duriannya tambah lagi.
HA??
Durian lagi??
TIDAAAKKKKKKKKKK....!!
0 komentar :
Posting Komentar