Dimana
bahagiamu diletakkan? Di suatu tempatkah? Pada sebuah bendakah? Atau pada suatu
waktukah? Atau jangan-jangan, pada seseorang? Lalu, mana yang terbaik bagi kita
diantara keempat pilihan diatas?
Pujilah
tuhan, Sahabatku. Disela peluh yang Mengucur. Nafas yang terengah. Apa
kebahagiaan yang bisa dilukiskan? Ribuan riuh tawa yang terdengar malam ini
adalah hasil kerja keras kita. Kerja kerasmu. Tiap malam di bulan ramadhan
merencanakan semuanya. Pujilah tuhan, sahabatku. Salah satu kebahagiaan
terbesarku kini adalah saat pekerjaan kita tuntas. Kita berhasil melaksanakan
tugas dengan baik. Kau terutama. Kita semuanya umumnya. Kau baru saja meniupkan
kebahagiaan pada hati pemuda kerempeng ini yang sudah lama tidak dirasakannya.
Sekarang,
saat aku tak memiliki apa-apa lagi. Tak lagi digdaya seperti dulu. Saat gagal
mempertahankan apa yang kucintai. tapi satu hal, aku berhasil melaksanakan
tugasku.tugas kita Menggerakkan zaman. Zaman kita. Menjaga agar masyarakat ini
tetap stabil. Masyarakat kita. Fakultasmu, fakultas kita. Kawan-kawanmu,
kawan-kawan kita. Membantumu memikul beban. Menemanimu disaat sulit. Meski aku
tidak bisa memberikan bantuan yang berarti. Kaulah pioneernya, sahabatku.
Kaulah yang menciptakan keceriaan malam ini.
Pujilah
tuhan sahabatku. Bukankah dia maha Adil. Inilah tebusan malam-malam ramadhan
yang kita lewati bersama. Sore hari yang kita tempuh dengan supra omprengan-mu.
Bergelas-gelas kopi yang kita habiskan sambil memikirkan solusi permasalahan.
Atau berbatang-batang rokok yang kau hisap. Rokokmu. Bukan rokokku. Seburuk
apapun dirimu. Apapun kata orang terhadapmu. Kamu tetap ketuanya.
Dimana
bahagiamu diletakkan? Di suatu tempatkah? Pada sebuah bendakah? Atau pada suatu
waktukah? pada seseorang? Karena bahagiaku, diletakkan pada kebahagiaanmu.
Kebahagiaan kawan-kawan kita. Dan kebahagiaan orang-orang disekitar kita.
Catatan
Akhir OSCAAR 2013. Ditulis di depan Fakultas dakwah, 21.47 WIB.
0 komentar :
Posting Komentar