Minggu, 06 Oktober 2013

Cahaya Kesetiaan

Air terjun cuban Canggu, Padusan, 14 September 2013

             Alladziina qaalu robbunallah, tsummas astaqamu...
tatanazzalu alaihimul malaikatu, alla takhafu! wala tahzanu! waabsyiru biljannatil lladzi kuntum  tuuadun. 

Permata, Akhirnya aku paham arti bisikan itu.
Aku kembali kesini. Tempat dimana aku melihatmu di bawah air terjun. Delapan bulan yang lalu. Rasanya baru kemarin, seakan-akan aku masih melihat kalian. berlarian di sekitar villa ungu di bawah sana. Seakan aku masih bisa melihat Yus dan Aina melambaikan tangan padaku dari atas tebing. Seakan akau masih mendengar suara kalian. Dan seakan, aku masih bisa melihatmu, di bawah air terjun ini.
Kudengar, kau sedang sendiri. Aku tak tahu apa yang terjadi di seberang sana. Karena sudah lama aku menjauhkan kotak kehidupanku darimu. Jadi bagaimana aku harus bersikap. Sedihkah melihatmu dalam keadaan demikian? Senangkah karena mungkin aku punya kesempatan? takutkah aku tidak mampu mewujudkan sesuatu yang paling aku inginkan? Takutkah aku membuang sia-sia kesempatan ini? Khawatirkah kau ternyata tidak mau menerima secuilpun bagian dari diriku? Atau ragukah aku akan pilihanku yang jatuh padamu. Dari sekian banyak wanita yang singgah di hidupku?
Katakan, permata, bagaimana hatiku harus bersikap?

Sampai saat ini pun, aku belum paham apa tujuan sang penulis skenario menempatkanmu dalam hidupku. Tapi aku yakin, aku sedang dipersiapkan untuk sesuatu. Sesuatu yang besar. Entah apa itu. Dan peranmu? Aku sama sekali tidak tahu. Sekedar ujian untuk membuatku jadi lebih kuat, atau pelajaran berharga yang akan membukakan banyak tabir fikrah-ku? Atau sabab yang akan membuatku paham akan satu hal. Atau mungkinkah, bentuk cinta sejati yang layak ditunggu dan diperjuangkan?
Tapi permata, Premis keadaan Sekarang lebih mendukung ketidakmungkinan namamu bersanding disamping namaku. Kau dan aku seakan berasal dari dimensi dunia yang berbeda. Aku lahir dari lelehan besi. Ditempa sejak kecil dengan semburan api dan hantaman palu. Sedang kau berasal dari negeri seribu bunga. Penuh kedamaian dan kebahagiaan. Aku dan kamu adalah premis ketidakmungkinan itu sendiri. But that’s not the point now. Apa yang kusadari sekarang adalah, Melalui proses yang panjang ini, sesuatu darimu, tertanam kuat pada diriku.
Yah, itulah namamu. Nurul Istiqomah

Simbol Devosi total pada sang khalik. Pemilikku, juga pemilikmu.
Menurut dongeng, hal pertama yang diciptakan Allah SWT adalah Nur Muhammad. Sebuah Esensi hidup dari nabi kita. Yang juga menjadi esensi inti dari semua ciptaan-Nya. Nur muhammad ada pada semua makhluk. Konon juga, jiwa kita adalah arwah yang suci bagian dari tuhan itu sendiri. Pada kita tertanam seluruh kebijaksanaan, kemulyaan, juga pengetahuan akan segala sesuatu. Namun kita menolak saat diperintah untuk masuk ke dalam tubuh manusia yang terbuat dari tanah kotor. Barulah saat tuhan menanamkan secuil Nur Muhammad di dalam tanah itu, kita dapat masuk bersatu di dalamnya. Jadilah kita, makhluk paling sempurna di jagat raya. Manusia.
Sama seperti Nur Muhammad, Nur Istiqomah adalah esensi hidupku. Sikap hatiku. Inti dari setiap langkahku. Visi mataku. Dasar dari tiap tindakanku. Serta Landasan berpikirku. Aku memujiNya  saat dia menghidupkanmu. Dan saat nama itu dilekatkan padamu.
Ekspedisi Muharram, Pemutusan Ikatan, Fase Pengasingan, Purnama Ramadhan. Semuanya telah berhasil kulalui. Kini setelah sekian lama, keyakinan kembali memeluk hatiku. Hari-hari ini aku mulai merasakan kembali kekuatan mengalir dalam darahku. Visi cemerlang terhampar jelas di depan mataku. Kini aku tak perlu mengejar apapun. Tak perlu memenuhi apapun. Tak perlu mencapai apapun. Tak perlu merisaukan apapun. yang perlu kulakukan hanyalah setia, setia pada yang kuyakini, setia pada apa yang kubela.

TheAvenger is Dead.
But from now, Call me the Knight..

The Knight of Devotion    


0 komentar :

Posting Komentar