Untuk,
Rachmad Buyung Wafa.
Ibarat
kartu “K”. Itulah kita.
Ritmis,
kompak serasi. Saling melengkapi. Kamu kosmanya, aku wakilnya. Kendatipun aku
rada minder berjalan di area kampus berdampingan denganmu. Bekerja seperti
siang dan malam. Kamu punya kesabaran, kelembutan hati, tutur kata yang halus
dan sikap mengayomi. Sedang aku punya ketegasan, kritisisme, dan visi
progresif. Simphoni cahaya dan kegelapan. Variabel Struktural dan Konflik.
Elemen Air dan Api yang menari bersama.
Bos,
aku ini penghayal sejati. Bawaan sejak lahir. Setua inipun, aku masih suka
menghayal. Dan salah satu yang paling kusukai adalah tentang kita berdua, dan
teman-teman kita. Kelas kita. Aku berkhayal kau adalah seorang raja tampan
dengan mahkota dan baju kebesaran kereta emas. Duduk di sebuah singgasana
megah. Sedang aku adalah seorang Paladin, Ksatria pengikut raja. Yang bersumpah
menyertaimu hingga ke pertempuran paling berbahaya sekalipun. Aku berkhayal
bahwa kaulah King Arthur of England, dan Aku adalah Lancelot. Aku berkhayal
bahwa kaulah Guy De Lusignan, dan Aku Raynald de Chatillon. Aku berkhayal bahwa
kaulah Numenor, dan Aku Sir Anduin Lothar. Aku berkhayal kaulah Salahuddin Al
Ayyubi, dan aku Al-Aadil Ayyubi.
Konyol
kan, Bos?
Jadi pemimpin itu Tugas mulia dan agung.
Jadi pemimpin itu punya seribu tanggungan. Tanggungan yang akan ditagih kelak
di akhirat. Sayyidina ‘Umar saja memberikan tongkatnya pada seorang pemuda yang
baru saja dibentaknya karena menginterupsi rapat khalifah mengenai perluasan
masjid Nabawi. Beliau cuma ingin dibalas dengan pukulan saat itu juga. Lebih
baik daripada mendapat balasan di akhirat. Resiko dan bebannya memang berat.
Tapi sepadan dengan reward yang dijanjikan Allah. Imamun ‘Aadilun adalah
yang pertama disebut sebagai orang-orang yang akan mendapat naungan di mahsyar
kelak. Aku selalu percaya, dengan menjadi pemimpin, kita meletakkan satu kaki
di surga, satu lagi di neraka.
Aku
tidak pernah meragukanmu, tidak pernah membencimu. tidak juga atas fakta bahwa
dia yang kupuja lebih menaruh hatinya padamu. Loyalitasku padamu tidak se-inchi
pun berkurang. Bahkan jika seandainya kelak dia jadi milikmu. Aku senang
membayangkannya. Aku akan melayanii sang raja dan permaisurinya sekaligus. Keindahan
negeri ini akan semakin lengkap. Sangat lengkap.
Sayang
kita berdua harus hidup menyaksikan hari-hari terakhir keruntuhan negeri. Ya,
masyarakat paling pemberanipun akan berubah jadi sekawanan pengecut menghadapi
terpaan krisis macam zaman ini. Kampus kita memang sedang lesu. Krisis yang
membuat manusia bisa menjelma binatang. Menumpuk makanan dan mencari
perlindungan untuk diri sendiri. Tak peduli itu harus memakan teman sendiri.
Akupun merasakannya. Kadang terpikir untuk melakukannya.
Tapi
hari itu, untuk pertama kalinya aku menentangmu.
The
day you decide... to Abandoned your Throne...
Pertempuran
sedang bergejolak di luar. Ah, tidak. Dimana mana. Kelompok-kelompok bangsa
sedang berjuang bertahan. Bagaimanapun, aku pimpinan resimen. Mereka butuh aku.
aku menyesal hari-hari itu aku tidak ada di sampingmu. Aku menyesal kau harus
melewati masa-masa berat itu sendirian. aku terlambat saat kembali dan tidak
melihatmu lagi di tahta. Aku berusaha meyakinkanmu untuk kembali. Kuyakinkan
kau bahwa kau memiliki kesetiaanku. Akan kukerahkan segala yang kupunya untuk
membantumu melaksanakan tanggung jawab berat itu. Namun, kau tetap menggeleng. That
was really Broke my heart...
Cuma sekali itu aku
marah padamu. Karena kau, Berhenti mempercayaiku.
Hari-hari
semakin gelap setelah itu. Angin musim meniupkan dingin ke penjuru negeri.
Rakyat yang dulunya hangat saling bertegur sapa, kini saling membuang muka.
Masa-masa redupnya harapan. Oleh konflik berkepanjangan. Akupun bagitu. Lelah
didera pertempuran berbulan-bulan. Di luar sini, dimana resimenku semakin
terpecah-pecah, dan yang terbesar adalah Pertempuran didalam hatiku. Yang
mematahkan aku satu persatu. I lost my reason to stand, I Lost my will to
fight
Aku
Lalai, rajaku. Lalai menjaga gerbang kerajaanmu. Lalai mengingatkanmu saat kau
terlampau lembut menyikapi keadaan. Lalai mendukungmu saat kau mulai kehilangan
harapan. Ada banyak hal sekarang yang tidak terselesaikan. Diantara kita dan
teman-teman kita. Aku menyesal semua ini harus terjadi. Harus berakhir seperti
ini.
Kelak,
Jangan Berhenti menjadi pemimpin. Siapa tahu kau memang dilahirkan untuk itu.
Aku tahu masih sangat banyak cela dalam diri kita. Ada banyak ketidakmampuan
dalam diri kita. Ada banyak kesalahan dan kelalaian yang kita perbuat. Tapi,
dengarkan aku, daripada berpikir untuk lari... pikirkan bagaimana kita yang
harus jadi lebih kuat, demi teman-teman kita.
Hari
terakhir SOJ Pun, aku masih tukang hanyal. Aku berlutut disampingmu yang sedang
tidur pulas malam itu. Menyilangkan tangan didada, dan berujar...
Our
Duty is Done, My King! It’s been an
Honour...
To
Fight... By Your Side...
acuehat yeh
BalasHapus