Rabu, 24 Juli 2013

The King and Knight


Surat Kedua, 2 Ramadhan 1434 H. 
Untuk, Rachmad Buyung Wafa.

Ibarat kartu “K”. Itulah kita.
Ritmis, kompak serasi. Saling melengkapi. Kamu kosmanya, aku wakilnya. Kendatipun aku rada minder berjalan di area kampus berdampingan denganmu. Bekerja seperti siang dan malam. Kamu punya kesabaran, kelembutan hati, tutur kata yang halus dan sikap mengayomi. Sedang aku punya ketegasan, kritisisme, dan visi progresif. Simphoni cahaya dan kegelapan. Variabel Struktural dan Konflik. Elemen Air dan Api yang menari bersama.

                Bos, aku ini penghayal sejati. Bawaan sejak lahir. Setua inipun, aku masih suka menghayal. Dan salah satu yang paling kusukai adalah tentang kita berdua, dan teman-teman kita. Kelas kita. Aku berkhayal kau adalah seorang raja tampan dengan mahkota dan baju kebesaran kereta emas. Duduk di sebuah singgasana megah. Sedang aku adalah seorang Paladin, Ksatria pengikut raja. Yang bersumpah menyertaimu hingga ke pertempuran paling berbahaya sekalipun. Aku berkhayal bahwa kaulah King Arthur of England, dan Aku adalah Lancelot. Aku berkhayal bahwa kaulah Guy De Lusignan, dan Aku Raynald de Chatillon. Aku berkhayal bahwa kaulah Numenor, dan Aku Sir Anduin Lothar. Aku berkhayal kaulah Salahuddin Al Ayyubi, dan aku Al-Aadil Ayyubi.

                Konyol kan, Bos?

Jadi pemimpin itu Tugas mulia dan agung. Jadi pemimpin itu punya seribu tanggungan. Tanggungan yang akan ditagih kelak di akhirat. Sayyidina ‘Umar saja memberikan tongkatnya pada seorang pemuda yang baru saja dibentaknya karena menginterupsi rapat khalifah mengenai perluasan masjid Nabawi. Beliau cuma ingin dibalas dengan pukulan saat itu juga. Lebih baik daripada mendapat balasan di akhirat. Resiko dan bebannya memang berat. Tapi sepadan dengan reward yang dijanjikan Allah. Imamun ‘Aadilun adalah yang pertama disebut sebagai orang-orang yang akan mendapat naungan di mahsyar kelak. Aku selalu percaya, dengan menjadi pemimpin, kita meletakkan satu kaki di surga, satu lagi di neraka.
                Aku tidak pernah meragukanmu, tidak pernah membencimu. tidak juga atas fakta bahwa dia yang kupuja lebih menaruh hatinya padamu. Loyalitasku padamu tidak se-inchi pun berkurang. Bahkan jika seandainya kelak dia jadi milikmu. Aku senang membayangkannya. Aku akan melayanii sang raja dan permaisurinya sekaligus. Keindahan negeri ini akan semakin lengkap. Sangat lengkap.
                Sayang kita berdua harus hidup menyaksikan hari-hari terakhir keruntuhan negeri. Ya, masyarakat paling pemberanipun akan berubah jadi sekawanan pengecut menghadapi terpaan krisis macam zaman ini. Kampus kita memang sedang lesu. Krisis yang membuat manusia bisa menjelma binatang. Menumpuk makanan dan mencari perlindungan untuk diri sendiri. Tak peduli itu harus memakan teman sendiri. Akupun merasakannya. Kadang terpikir untuk melakukannya.
                Tapi hari itu, untuk pertama kalinya aku menentangmu.
                The day you decide... to Abandoned your Throne...

                Pertempuran sedang bergejolak di luar. Ah, tidak. Dimana mana. Kelompok-kelompok bangsa sedang berjuang bertahan. Bagaimanapun, aku pimpinan resimen. Mereka butuh aku. aku menyesal hari-hari itu aku tidak ada di sampingmu. Aku menyesal kau harus melewati masa-masa berat itu sendirian. aku terlambat saat kembali dan tidak melihatmu lagi di tahta. Aku berusaha meyakinkanmu untuk kembali. Kuyakinkan kau bahwa kau memiliki kesetiaanku. Akan kukerahkan segala yang kupunya untuk membantumu melaksanakan tanggung jawab berat itu. Namun, kau tetap menggeleng. That was really Broke my heart...
               
Cuma sekali itu aku marah padamu. Karena kau, Berhenti mempercayaiku.

                Hari-hari semakin gelap setelah itu. Angin musim meniupkan dingin ke penjuru negeri. Rakyat yang dulunya hangat saling bertegur sapa, kini saling membuang muka. Masa-masa redupnya harapan. Oleh konflik berkepanjangan. Akupun bagitu. Lelah didera pertempuran berbulan-bulan. Di luar sini, dimana resimenku semakin terpecah-pecah, dan yang terbesar adalah Pertempuran didalam hatiku. Yang mematahkan aku satu persatu. I lost my reason to stand, I Lost my will to fight
                Aku Lalai, rajaku. Lalai menjaga gerbang kerajaanmu. Lalai mengingatkanmu saat kau terlampau lembut menyikapi keadaan. Lalai mendukungmu saat kau mulai kehilangan harapan. Ada banyak hal sekarang yang tidak terselesaikan. Diantara kita dan teman-teman kita. Aku menyesal semua ini harus terjadi. Harus berakhir seperti ini.
                Kelak, Jangan Berhenti menjadi pemimpin. Siapa tahu kau memang dilahirkan untuk itu. Aku tahu masih sangat banyak cela dalam diri kita. Ada banyak ketidakmampuan dalam diri kita. Ada banyak kesalahan dan kelalaian yang kita perbuat. Tapi, dengarkan aku, daripada berpikir untuk lari... pikirkan bagaimana kita yang harus jadi lebih kuat, demi teman-teman kita.
                Hari terakhir SOJ Pun, aku masih tukang hanyal. Aku berlutut disampingmu yang sedang tidur pulas malam itu. Menyilangkan tangan didada, dan berujar...

                Our Duty is Done, My King!    It’s been an Honour...
                To Fight...  By Your Side...


1 komentar :