Untuk, Rizqilailia Yusdita Niarto
Kenalkan Cha, aku Taufiq, seorang Agen
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Tapi sungguh cha, aku masih afica, yang
kamu kenal dulu.
Bagaimana posisiku dihatimu sekarang?
Tetap Temankah? Atau... musuh dalam
selimut?
(aku pilih yang kedua aja. Biar musuh,
tapi bisa satu selimut sama icha, hehehe :p)
Dulu, secara
kekanak-kanakan aku pernah mendeklarasikan permusuhan padamu. Kamu seharusnya
kesini ikutan menginjak kakiku sendiri. Padahal kita mengerjakan tugas
bersama-sama sejak semester satu. Sering sekali, kan? Tapi itu waktu cha masih
jomblo. Sekarang kan sudah punya pacar. Jadi, gak boleh dekat-dekat. Kamu tahu Hijau dan Kuning?. Bukankah Dua duanya warna
yang indah?
Dulu, kita masih
sama-sama teman sekelas. Murni teman. Tanpa ada tendensi apapun. Kita bisa
bercanda bebas. Aku kenal icha sebagai icha, dan kamu mengenalku sebagai aku. Namun,
lambat laun semuanya tidak sama lagi saat kita punya komunitas, kedudukan
sosial, dan eksistensi berbeda di kampus ini. Aku mulai merasakan jarak diantara
kita. Semacam tembok formalitas, atau garis kewaspadaan. Apakah ini karena
Hijau dan Kuning, cha?
Aku tahu, menyakitkan
saat seorang teman dekat berubah menjadi seseorang yang tidak kita kenal lagi. Maka
kamupun mungkin begitu, melihatku berubah dari seorang teman dekat menjadi
agent intelijen yang memata-matai segala hal. Jadi burung gagak hitam yang
tidak dapat diprediksi apa yang dipikirkannya. Akankah dia hanya hinggap, atau
sedang mengincar nyawa kita.
Mari ingat sebuah
malam cha. Saat udara dingin menusuk persendian. Nyeri di lambung kiriku tak
mau mengerti bahwa aku sedang dalam tugas. Terus saja menusuk-nusuk tiap detiknya.
Bos wafa mengikutiku di belakang karena melihat jalanku limbung di kegelapan. bisa
roboh kapan saja. Berkali-kali dia peringatkan aku untuk berhenti. Aku tidak
mempedulikannya dan terus saja berpatroli naik turun. Di tengah telingaku yang
berdengung, dan pandangan yang terpecah
menjadi dua, aku terus bergumam. I’ve sworn to serve you, i’ll prove myself
useful! Yang kutahu, Seluruh perhitungan detik acara ini ada di jam tangan
yang melingkar di pergelangan tangan kiriku.
Tak cukup bos wafa,
kamupun ikut-ikutan mengganggu patroliku.
Afica, brenti afica...
Aku masih bandel. Terus
saja berpatroli. Mb yus turun tangan. Tahu saja kamu kalau aku gampang sekali meleleh
kalau sudah urusan sama mbakyu-ku yang satu itu. Dia memperlihatkan sms-mu di
hapenya sambil berkacak pinggang. Tolong bilang sama afica aku tahu dia orang
yang gak setengah-setengah dalam mengemban amanah, tapi kalau dia sampai sakit
ya temannya juga yang repot. Kubalas secara kurang ajar “LEbaay”.
Akupun ngegas lagi.
Arina mencegatku dan menyodorkan segelas teh hangat. Kusambar cepat, pikirku
kuminum beberapa teguk dan aku akan segera berlari ke atas mengontrol pos
pertama. Cuma, begitu tegukan pertama melewati kerongkongan, Motor RPM
dalam tubuhku yang sedang berputar
kencang itu tiba-tiba melemah dan melemah. Aku tertegun beberapa saat dengan
gelas teh hangat masih di tangan. Merapatkan surban, lalu mendudukkan diri di
lantai.
Seteguk
teh barusan bilang bahwa kamu masih
temanku. Masih peduli padaku. Dan aku, telah salah menilaimu.
Dan
bahwa teh itu gak ada gulanya!
(itu
yang bikin siapa sih!!! Mangkel!!)
Flashback...
Masih
ingat kan, sebelum MOM KPI 2012, kamu satu-satunya cewek di kelas yang berani
Menyidang kosma dan wakilnya sekaligus. Ya,
walaupun akhirnya, kamu sendiri yang grogi dan berkeringat (hehehe, kasian). Bahkan
aku ingat saat itu aku masih menatapmu dengan pandangan curiga.
Bulan-bulan
itu PMII fakultas dakwah baru saja menghantam karang. Pecah tak beraturan. Sehingga
para anggotanya sedang dalam tensi Emosi tinggi. kuberitahu cha, konflik yang
terjadi antara PMII dan HMI memang ada dari dulu. Cuma dalam batas yang sah dan
wajar. Ketua rayonku itu teman main poker ketua korkom HMI. Kami teman biasa
jika tidak dalam masa persaingan dan berebut kursi birokrasi. Konflik yang
terjadi itu hanya akibat dari kebencian yang ditiupkan beberapa orang yang
sakit hati dan tidak tenang melihat orang lain rukun.
Hanya
saja waktu itu, aku dan beberapa kakak seniorku men-suspect adanya
sekenario besar penghancuran PMII dari para petinggi fakultas yang berbendera
HMI. Seperti biasa cha, kebencian lama yang ditimpakan kepada generasi baru
yang tidak tahu apa-apa. Kamu boleh tidak percaya cha. Ini juga belum
sepenuhnya terbukti. Namun, kami waktu itu punya data dan fakta yang cukup
untuk menyakinkan diri kami waktu itu bahwa skenario tersebut berjalan
sempurna. Berhasil memecah kami.
Disaat yang sama,
periode pengkaderan pertama datang. Sementara PMII masih diambang kehancuran. Agkatanku
memasuki tugas pertama sebagai kader operasional. Pimpinan organisasi
memerintahkanku untuk memastikan proses pengkaderan berjalan sempurna. Sementara
dia dan teman-temannya akan bekerja keras menjinakkan rangkaian dinamit yang
bisa meledakkan organisasi at any
second. Saat itu juga, kami harus luntang-lantung mencari dana, saat itu
juga MOM KPI ternyata berbenturan dengan Acara MAPABA, saat itu juga aku
mendengar bos wafa mundur dari jabatan kosma, dan saat itu juga aku sedang Jatuh
cinta.
“Hei, orang-orang KPI
itu maksudnya apa? Njaluk gegeran tha? Apa perlu kami turun tangan trus sikat
habis biar acara itu tidak terlaksana?” beberapa orang mengelilingiku dengan tatapan
garang. Kakiku gemetar. Mati-matian aku berusaha menyakinkan mereka bahwa ini
bukan masalah bendera. Murni miss komunikasi. Aku menjaminkan diriku untuk
merubahnya. Mereka pun mengangguk dengan konsekwensi aku yang mereka sikat
kalau gagal dan KPI tidak punya kader PMII.
Hari demi hari
berlalu. Lobi-lobi tidak membuahkan hasil. MOM tetap akan diadakan tanggal 5
oktober. Aku mulai dilanda keragu-raguan bahwa penempatan acara 5 oktober itu
juga merupakan bagian dari skenario penghancuran. Terbayang wajah
teman-temanku. Adakah mereka merupakan bagian dari semua ini? Aku melangkah
kedalam lab KPI pagi itu, menyampaikan pidato singkat didepan rapat panitia
MOM, memohon agar kami kader kuning dikasihani. Selesai, aku memejamkan mata,
akan kubuktikan semuanya disini, kalian temanku, atau Musuhku.
“oke,
karena teman-teman banyak yang tidak bisa, maka MOM diundur ke minggu
berikutnya.” Bos wafa memberikan keputusan.
Alhamdulillah,
acaraku berjalan lancar. Meski harus jatuh sakit setelah itu.
Siang
21 oktober 2012, kubuang selimut. Kuguyur tubuhku yang sedang bersuhu tinggi
itu
Dengan
air dingin, memakai pakaian terbaik, mencukur jenggot, lalu mengalungkan deathbat
ke leherku. Menciumnya sambil berkata “Pinjamkan aku kekuatan. Kekuatan untuk
membantu teman-temanku. Untuk tiga hari saja. Setelah itu kau boleh memasungku
di tempat tidur. Grant me Unholy Rage, Deathbat!”
Terlalu panjang ceritanya, cha? Maaf, aku
meminta maaf atas diriku. Juga atas nama PMII,
PMII memang sedang tercerabut dari akar
nilai-nilai mulianya. Orang-orangnya memang tidak lagi mengindahkannya. Konflik
dan kebencian akan terus menghinggapi manusia. Tidak peduli di lingkungan
penjahat tengik, atau dikalangan sahabat terbaik Rasullullah sekalipun. Namun
aku percaya, nilai-nilai persahabatan akan tetap hidup. Selama kita mau
menghidupkannya disini...
Di
dalam hati kita.
0 komentar :
Posting Komentar