Dan ternyata cinta.. yang menguatkan diriku.
Dan semua karna cinta.. luruh ke dalam jiwaku…
Cuma butuh dua menit bagi pengamen itu untuk mencuri
Oke, ini Cuma sekedar catatan kecil. Kejadian tidak penting. Ah, bahkan aku tidak yakin ini benar-benar perlu ditulis.
Sebagai catatan, siang itu amat terik.aku duduk di dalam bus kota yang lumayan sesak. Habis pulang dari Madura menghadiri pesta pernikahan, dan emm.. apalagi ya.. oh iya, suasana hati sedang sumpek perkara Shadowfax harus ditinggal dulu sementara untuk perpanjangan STNK. Laut, pelabuhan, jalan raya, lalu lalang kendaraan. Seperti biasa duduk di dekat jendela pasti ngelamun. Dan materi lamunan saya dari dulu tidak pernah berkembang. Iis, Iis, Iis lagi.
Kemudian, hari itu semua monoton. Surabaya memang begitu. Siklus lalu lintas, pak polisi. Sopir, kernet yang menghitung duit ongkos, flyover, semuaannya monoton. Kecuali satu hal saat bus berhenti didepan pos Damri Jalan Raya Darmo depan sekolah Santa Maria. Seorang, eh tidak, dua orang pengamen naik ke bus. Aku pernah melihat mereka sebelumnya.
Adalah seorang ibu menggendong anaknya yang buta naik ke bis. Si anak, tambun besar. Membawa gitar. Kurang beruntung karena kedua matanya tak tampak lagi. Ditutup kelopak. Naik meraba-raba. Sang ibu membetulkan posisi sang anak di tengah-tengah deret penumpang. Setelah siap, sang ibu pun meninggalkannya bergeser ke belakang.
Si anak mencabut pick kecil yang terselip diujung gitar. Sesekali men-strum senar. Menyetel string beberapa kali, semuanya dilakukan hanya mengandalkan pendengaran.tanpa melihat. Beberapa detik kemudian irama mengalun dari gerak ritmis bibir, dan jari-jarinya. Impressive!
Oke kali ini koleksi pengamen favoritku bertambah. Beberapa saat aku dibuat tertegun oleh pengamen yang tampak begitu menikmati apa yang ia nyanyikan. Faktor Psikologis bawaan, biasanya aku alergi mendengar lagu-lagu bermateri cinta. Hanya saja, melalui beberapa komposisi suasana yang tak kumengerti, Pesan cinta dari lagu itu sukses menembus dinding karang hatiku. Atau semacam itulah.
Tasbiku anwaril hukama’!Fahayts Shara tanwir, washala ta’bir. Rumus al-Hikam ternyata berlaku pula di dunia musik. Mungkin kalau penyanyi aslinya menyanyi di depanku, aku akan secara kurang ajar menguap selebar-lebarnya. Apa yang membuat pesan dari lagu itu sampai adalah si penyanyi. Ya, si penyanyi, dulupun begitu saat aku pertama kali aku melihatnya menyanyikan Rumah Kita. Haruskah kita pergi ke koota.. dia menyanyikannya begitu tulus. Tanpa tendensi apapun.
Aku memandangi jariku sendiri. Mungkin jari-jari ini lebih tangkas menekan Kunci. Lebih cekatan mengikuti Chords, Mungkin lebih sigap menangkap tempo-tempo cepat daripada pengamen itu. Si pengamen mungkin hanya sempat melihat kunci-kunci dasar di fret awal sebelum tuhan menggelapkan pandangannya untuk selamanya. Tak mungkin lagi memainkan melodi di fret yang lebih dalam. Tapi dia punya yang aku tidak punya, ketulusan. Ketulusan dalam menyampaikan pesan lagu. Mungkin itu juga yang membuat lagu-laguku selama ini hanya berbuah tertawaan.
Kulemparkan pandangan lagi ke luar jendela. Jauh ke luar jendela. Memnbayangkan lagi proses konyol saat aku mati-matian berusaha menguasai sebuah lagu demi memikat hati seseorang. Ah, lagu pertamaku. Alih-alih terpikat. Dia mungkin semakin jengah melihat mukaku waktu itu. Tidak hanya dia, mungkin juga semua orang yang hadir waktu itu. Lagunya sempurna. Hanya saja waktunya salah. Lagu itu terlambat, terlambat untuk diucapkan. Begitupun ungkapan perasaan itu, terlambat diucapkan. Menyisakan sesal yang menyiksa setiap detik hingga saat ini.
Aku harus belajar dari pengamen itu, banyak belajar. Dia menyanyi dan hanya menyanyi. Tak mampu melihat apakah jarinya mendarat di kunci yang benar, tak mampu melihat bagaimana reaksi pendengarnya, berapa yang memuji, berapa yang mencela, atau ada tidakkah wanita cantik yang terpikat oleh lagunya, tidak terlintas di pikirannya bagaimana lagu ini bisa mengundang pujian, mendatangkan harta, membangkitkan tepuk tangan, atau apapun lainnya. Ia hanya tahu dia ingin menyanyi. Menikmati alunan nada yang ia ciptakan sendiri. Sambil tersenyum dan menggeleng-geleng kepala. Mengisi hari-hari gelap hidupnya dengan nada-nada indah. Dia hanya menyanyi.. menyanyi.
Aku harus belajar menyanyi. Membuat hati ini menyanyi.
Kelak mungkin ungkapan hatiku bisa sempurna tersampaikan.
Semoga…
0 komentar :
Posting Komentar