One
day earlier...
Apa yang
membuatku sangat bersyukur adalah, aku pernah menjadi bagian dari tempat ini.
Tanah sejuta Barakah. Dibangun oleh para wali allah dan dihuni oleh orang-orang
mulia. Melahirkan para manusia-manusia shaleh yang turut mewarnai dunia. Nah,
rupanya Surabaya sudah berhasil mengubah penampilanku dari seorang santri
menjadi potongan seorang preman. Jadi, tak ada yang melihatku sebagai seorang
alumni. Alih-alih malah seorang pelaku curanmor yang masuk ke Harlah, Ah...
Oleh
karena itu, hari-hari sebelumnya aku selalu melagukan tawassul KH Zaini, disela-sela
kuliah saat Pak Razi mengajar. Farid bengong memperhatikan, dikiranya aku
sedang merapal mantra pembelah langit. Bahkan, Tawassul itu jadi updetan
statusku di Facebook (Anisa dengan polos bertanya “Artinya apa?”). yang kucoba
lakukan adalah, Mengingatkan kembali bahwa akau adalah murid para Almarhumin. Sama sekali tak boleh lupa pada mereka. tak
boleh lupa menggirim Do’a.
Akhirnya
rinduku terobati. Aku bisa merasakan kembali belaian udaranya. Minum lagi air
pet masjid yang segar, Mendengar kembali bait-bait Alfiyyah. Sema’an Al-Qur’an
para hafidz, Shalawat Thibbil Qulub serta Sayyidul Istighfar milik Nabi Adam
As. Berceloteh kembali bersama teman-teman, layaknya seorang santri.
Yang
terpenting, aku bisa kembali duduk di Astah. Memperbaiki Koneksi batin dengan
para guru. Aku tahu, aku memang bukan santri ideal seperti yang mereka
harapkan. Yang segala tindak langkahnya selalu berdasar firman Allah dan Sunnah
Rasul-Nya, Namun, aku cuma ingin diakui pernah jadi santri beliau. Itu saja.
Terakhir,
sebelum kembali ke medan perang, secara khusus kudengarkan dawuh KH. Zuhri
Zaini dalam acara Haul dan Harlah PP. Nurul Jadid. Asal kau tahu, kawan, apapun
yang keluar dari bibir beliau kendati cuma candaan dan gumaman, seharga emas.
Bisa dipusakakan dan jadi pegangan hidup. Tidak seperti omongan ilmiahku yang
seharga sampah, berbunyi (“Preketek” versi Ussy, “Preet” versi yulia). Nah, ini
dia beliau mulai memberi sambutan.
“La’stiqbala
liman la madiya lahu. Tidak ada masa depan bagi orang yang tak ingat masa lalunya.”
Dapat. Apa yang beliau katakan, tentu saja, benar, dan
cocok dengan keadaanku.
Hadzal Maqaama Qad Jiina..
Bihimmatina
Wajihadina...
Tabarrakna...
Tahassalna...
Bijahi Syaikhina Zaini...
0 komentar :
Posting Komentar