Selasa, 11 Desember 2012

All We Need Is A Reason (3)


LPM Ara –Aita, 24 Oktober 2012, 02.00 Am
 
            Lost the meaning of our stay…
            Learn to life Another day…
            Doubt the choices that we’ve made…
I know that we can’t Hide our shame,
If only in Disguise…






“Kami memutuskan… keluar cak.”
Blast! Aku tak percaya kata-kata itu terucap dari mulutku. Setelah semua yang kuperjuangkan bersama teman-teman setahun terakhir. Sejenak, semua kepedihan yang kami alami selama ini serasa terangkat. Dadaku terasa lapang sesaat. Aku sudah mengambil keputusan diantara kebimbangan besar. ini lebih baik daripada menggantung keadaan. Aku serasa bebas.. Lepas… Namun, seiring satu persatu  langkahku meninggalkan “Forum Orang-Orang Suci ” itu, kepedihan yang terangkat ke langit itu tiba-tiba jatuh lagi ke pundakku. Dengan  kadar beban … yang jauh lebih berat.
Nanar aku memandangi bangunan bercat Hijau itu.
Cinta Pertamaku…

Kita Bicara Eksistensi,
Dan ketika Eksistensimu Habis, Jangan bicara lagi.

Gelap otakku. Aku tidak menghitung berapa kali aku memutari gang Lebar Wonocolo. Aku belum punya tempat tinggal. Kalaupun ada, aku harus bayar dengan apa? Namun, mulai besok pagi aku harus sudah angkat kaki dari LPM Ara-Aita. Dan sekarang sudah jam 02.30. itu berarti tiga setengah jam lagi. Aku tak tahu apa yang kucari dini hari seperti ini. Gelap. Semua terasa gelap.
Sepanjang jalan itu, ingatan-ingatan tentang perjuangan belajar selama satu tahun muncul satu persatu. Mengutuki diriku. Mengutuki keputusan yang kuambil barusan. Makin lama makin banyak. Makin lama makin ramai. Memenuhi pendengaran. Telingaku berdengung dibuatnya. Menahan kantuk semalam penuh, Berburu berita di pagi hari. Wawancara dengan orang-orang penting. Tertawa kecil saat pak rektor membeli surat kabar kami. Lomba mengawinkan alis saat menggarap berita. Menggaruk kepala sesudah dikoreksi senior. Saling menyumpal mulut saat aku sedang wawancara via telepon. Berlari-lari dikampus dikerjar deadline. Menyelipkan akun facebook diantara Tab Adobe InDesign. Menunggui kios fotokopi buka di minggu pagi. Kuliah dengan wajah kusut karena beberapa hari tidak tidur. Berteriak sepuasnya setelah penerbitan usai. Menghitung receh sebelum berangkat ke sidoarjo. Menertawakan mukhlis yang tertidur di angkot. Berjalan beriringan di gang Banjar kemantren. Pulang ke Surabaya dengan mata separuh. Melamun memandangi tol Juanda. Menghabiskan kopi di pinggir jalan. Memergoki Faid yang tengah menonton film dewasa. Berkhayal bersama. Tawar menawar iklan laundry. Saling menghina karena tak satupun punya pacar.  Bergantian menghisap sebatang rokok. Khoiron yang bertanya pada penjaga kios “ada Rokok yang di bawah empat ribu?”. Memandangi ruwetnya  garis Dynamic guide waktu layout. Nyengir saat pak yon menyapa kami “wuih, wartawan rek!”. Melamun memikirkan hutang jam membaca. Saling berdiam diri saat rapat tema membentur kebuntuan. Saling tuding waktu pemilihan pimred. Rapat tema, Turlap, wawancara, nulis berita, pengumpulan. Kertas Deadline. Tombol kamera. Kartu pers. Kajian. Membaca. Review. Belajar malam sabtu. Pinjam uang buat ongkos. Cerpen tidak jelas. Berita mengambang. Salah ketik. Judul tak berkaitan. Kertas hasil kerja dirobek. Evaluasi menyakitkan. Sok sibuk depan teman-teman. Kajian. Agenda setting, analysis teks, Framing. Politik kampus. Audiensi. Straight News, features, Depth News. Outline, Angle berita, Foto, Pak Aswadi disorot. Mimpi wartawan, Media besar, karir yang menjanjikan, Orang sakti,Senior hebat, KEBANGGAAN....

Semuanya Musnah..
Semuanya musnah hanya dengan satu kalimat. yang kuucapkan barusan. Musnah dan tak mungkin kembali lagi. Kalimat yang menjauhkanku darimu selamanya.
Ara-Aitaku, Cinta pertamaku…


Message :” Tonight, I’d Lost everything that I fight for… Tell me that I’m still Having you, Mysis..”

Message : “Kapanpun kamu bangun, balas pesanku.. karena aku punya permintaan.”

0 komentar :

Posting Komentar