Minggu, 09 Desember 2012

All We Need Is A Reason (2)


Surabaya, 14 Oktober 2012

               Lost the meaning of our stay…
               Learn to life Another day…
               Doubt the choices that we’ve made…
   I know that we can’t Hide our shame,
   If only in Disguise…


        Langkahku agak limbung memikul kardus seberat itu. Berjalan layaknya gelandangan. Sialan, mendadak aku merasa orang-orang seramai ini tidak ada yang peduli padaku. Yah, aku sendirian sekarang. Orang-orang ini hanya menjalankan episode lain dari denyut kehidupan gang lebar wonocolo. Dan aku, samasekali bukan bagian darinya.
                Walaupun tahu kalau menoleh ke belakang itu tidak baik, aku masih sempat menoleh pada rumah (bekas) tempatku tinggal barusan. Rumah Keluarga Mahasiswa Alumni Nurul Jadid (KAMANURJA). Rumah tempat aku bernaung setahun terakhir. Rumah tempat aku pertama kali merasakan kehidupan indah mahasiswa metropolitan. Aku menghela nafas,kelak akau akan mengingat-ingat hari ini. Hari dimana aku terusir dari rumahku sendiri. Keluarga dan teman-temanku. Rumah yang tiba-tiba berubah jadi asing. Dan teman-teman yang mendadak berubah jadi musuh. Ingat-ingat kelak, hari ini adalah salah satu episode pahit dalam hidup.
          Aku berhenti Di depan gedung fakultas adab. Meletakkan dua kardus besar bawaanku. Menyeka keringat dan mengatur nafas kembali. Dua kardus ini adalah apa yang tersisa dari semua yang kumiliki Yang lainnya raib entah kemana. Kantor LPM ara-aita belum buka. Aku terpaksa menunggu sambil mengutuki nyamuk-nyamuk yang menggerogotiku tanpa rasa takut walaupun menyaksikan teman-teman mereka tewas mengenaskan terkena sabetan tanganku. Kupikir-pikir, mereka juga sedang membela alasan mereka untuk hidup. Mereka tidak salah. Mereka hanya ingin hidup, tidak lebih.
                Kadang dalam ngantuk aku jatuh tertidur. Bermimpi aku masih di sana. Mendengar  the Lazy song—nya Bruno Mars seperti waktu OSCAAR dulu. Bermimpi aku berdiri di balkonnya. Memandang matahari terbit. Mendengar teman-teman saling menggojlok nama orang tua masing-masing. Atau berteriak bersama saat Lionel Messi menjebol gawang lawan. Atau menikmati kopi pagi bersama. Atau diskusi filsafatnya yang kadang menimbulkan pertengkaran kecil. Atau.. Plakk dan kini terbangun. Mendapati kenyataan kau sendirian disini. Bukan disana.
Kita bicara Eksistensi.
                Seperti selalu kukatakan sebelumnya, kadang untuk membela alasannya, manusia rela melakukan apa saja. Akupun rela terusir dengan hina seperti ini. Demi mempertahankan eksistensiku. Demi memperjuangkan cita-citaku. Demi mengejar mimpi yang bertahun-tahun dibangun. Alasan yang memeliharaku tetap hidup. Tetap semangat walau dalam keadaan sesulit apapun. Yang membuatku tersenyum walaupun tercekik.
                Beberapa saat kemudian faid datang membukakan kunci untukku. Sorot matanya bertanya mendapati aku berkawankan dua buah kardus besar. aku menjawab iya sambil menyuruhnya membantuku membawa kardus. Dia Cuma tertawa-tawa sambil bergumam..
“Pak pamor… pak pamor…”
                Ara-Aita-ku, Cinta pertamaku di tempat ini.
                Aku rela melakukan apa saja untukmu. Bahkan terusir hina seperti ini. Karenamulah aku hidup. Untukmulah aku berjuang. Aku tak akan pernah bersedih selama memiliki dirimu. Kau adalah alasan aku tetap berdiri. Padamu tersemat mimpi-mimpi. Padamu kutitipkan hidupku. Aku cinta KAMANURJA. Tapi aku lebih mencintai dirimu. Dan karena cinta harus memilih, maka kupilih dirimu.

0 komentar :

Posting Komentar