Surabaya, 14
Oktober 2012
Lost the meaning of our stay…
Learn to life Another day…
Doubt the choices that we’ve
made…
I know that we can’t Hide our shame,
If only in Disguise…
Langkahku agak
limbung memikul kardus seberat itu. Berjalan layaknya gelandangan. Sialan,
mendadak aku merasa orang-orang seramai ini tidak ada yang peduli padaku. Yah,
aku sendirian sekarang. Orang-orang ini hanya menjalankan episode lain dari
denyut kehidupan gang lebar wonocolo. Dan aku, samasekali bukan bagian darinya.
Walaupun tahu
kalau menoleh ke belakang itu tidak baik, aku masih sempat menoleh pada rumah
(bekas) tempatku tinggal barusan. Rumah Keluarga Mahasiswa Alumni Nurul Jadid (KAMANURJA).
Rumah tempat aku bernaung setahun terakhir. Rumah tempat aku pertama kali
merasakan kehidupan indah mahasiswa metropolitan. Aku menghela nafas,kelak akau
akan mengingat-ingat hari ini. Hari dimana aku terusir dari rumahku sendiri.
Keluarga dan teman-temanku. Rumah yang tiba-tiba berubah jadi asing. Dan
teman-teman yang mendadak berubah jadi musuh. Ingat-ingat kelak, hari ini
adalah salah satu episode pahit dalam hidup.
Aku berhenti Di depan gedung
fakultas adab. Meletakkan dua kardus besar bawaanku. Menyeka keringat dan mengatur nafas kembali. Dua kardus ini adalah apa yang
tersisa dari semua yang kumiliki Yang lainnya raib entah kemana. Kantor LPM
ara-aita belum buka. Aku terpaksa menunggu sambil mengutuki nyamuk-nyamuk yang
menggerogotiku tanpa rasa takut walaupun menyaksikan teman-teman mereka tewas
mengenaskan terkena sabetan tanganku. Kupikir-pikir, mereka juga sedang membela
alasan mereka untuk hidup. Mereka tidak salah. Mereka hanya ingin hidup, tidak
lebih.
Kadang dalam
ngantuk aku jatuh tertidur. Bermimpi aku masih di sana. Mendengar the Lazy song—nya Bruno Mars seperti
waktu OSCAAR dulu. Bermimpi aku berdiri di balkonnya. Memandang matahari
terbit. Mendengar teman-teman saling menggojlok nama orang tua masing-masing.
Atau berteriak bersama saat Lionel Messi menjebol gawang lawan. Atau menikmati
kopi pagi bersama. Atau diskusi filsafatnya yang kadang menimbulkan
pertengkaran kecil. Atau.. Plakk dan kini terbangun. Mendapati kenyataan kau
sendirian disini. Bukan disana.
Kita bicara Eksistensi.
Seperti selalu
kukatakan sebelumnya, kadang untuk membela alasannya, manusia rela melakukan
apa saja. Akupun rela terusir dengan hina seperti ini. Demi mempertahankan
eksistensiku. Demi memperjuangkan cita-citaku. Demi mengejar mimpi yang
bertahun-tahun dibangun. Alasan yang memeliharaku tetap hidup. Tetap semangat
walau dalam keadaan sesulit apapun. Yang membuatku tersenyum walaupun tercekik.
Beberapa saat
kemudian faid datang membukakan kunci untukku. Sorot matanya bertanya mendapati
aku berkawankan dua buah kardus besar. aku menjawab iya sambil menyuruhnya
membantuku membawa kardus. Dia Cuma tertawa-tawa sambil bergumam..
“Pak pamor… pak pamor…”
Ara-Aita-ku,
Cinta pertamaku di tempat ini.
Aku rela
melakukan apa saja untukmu. Bahkan terusir hina seperti ini. Karenamulah aku
hidup. Untukmulah aku berjuang. Aku tak akan pernah bersedih selama memiliki
dirimu. Kau adalah alasan aku tetap berdiri. Padamu tersemat mimpi-mimpi.
Padamu kutitipkan hidupku. Aku cinta KAMANURJA. Tapi aku lebih mencintai
dirimu. Dan karena cinta harus memilih, maka kupilih dirimu.
0 komentar :
Posting Komentar