Pandanganku kabur melihat jalanan
yang berlari di luar jendela. Tekanan darah sudah terlalu lemah untuk sampai ke
saraf mata. Aku bahkan nyaris tak bisa mempertahankan tegak leherku. Horizon
langit berlatar tol juanda bergoyang seperti kapal karam. Meskipun setengah tak
sadar, aku masih bisa melihat dalam remang, sang surya terbit untukku…
Kami
berenam, duduk berhadapan, tertunduk layu, Laksana Prajurit yang diangkut dalam
Humvee (maksudnya len kuning),
kembali dari malam yang panjang. Berperang dengan malas, berperang dengan
ngantuk, berperang dengan kebodohan, berperang dengan ketidakistiqomahan,
merobek-robek ego, dan mencabik kesombongan diri. hari itu arah kami sudah
ditnjukkan. Oleh sang guru. Kami memang lega pencarian arah telah berakhir,
tapi di depan, Peperangan besar sedang menanti. Allah…
&nbrp; Setahun
sudah aku di perguruan ini, aku berangkat dengan duaratus lima
belas orang, kini hanya tersisa lima
orang. Aku telah menyaksikan mereka bertumbangan satu persatu. Dilibas kejamnya
seleksi alam. Mereka pergi dengan hati tercabik. Tak semua ternyata bertahan
dalam naungan aktivitas belajar. Tak semua tahan dalam perjalanan mencari ilmu.
Tak semuanya mencintai ilmu, termasuk yang paling kusesali, gugurnya dua orang
saudariku. Huf.. padahal aku memimpikan mereka jadi sahabat seperjuanganku,
bukan hanya teman sekelas.
Tapi,
sesal kini tak ada arti. Inilah kami, enam orang prajurit terkuat. Siap
mengorbankan segalanya untuk belajar.. waktu, tenaga, pikiran, badan, harta.
Termasuk mungkin, hak mereka untuk mencintai dan dicintai.
Tugas
kami makin berat, menerbitkan surat kabar 8 halaman setiap minggu, membaca buku
beberapa jam dalam sehari, menulis, kajian, memastikan tugas-tugas kuliah
terlaksana dengan baik. Berusaha mengikuti kuliah tepat waktu,
mengorganisasikan kawan-kawan yang mulai kocar-kacir. Serta tabah atas kecaman
birokrat kampus pada kami.
Tapi,
kami bahagia, bisa menemukan ritme dan eksistensi belajar yang tidak semua
orang punya. Kami tanamkan kuat-kuat pesan sang guru di hati kami. Belajar
Filsafat, teori sosial, logika saitifik, jurnalisme, komunikasi dan lainnya
adalah perkara gampang. Belajar menjadi seorang manusia yang benar-benar
manusia, yang memanusiakan manusia, itulah yang sulit. Karena orang hebat
bukanlah yang pintar segalanya. Bukan yang kaya, bukan yang tinggi jabatannya,
bukan yang bagus rupa dan dilsilahnya. Tapi orang hebat, ialah manusia yang
mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik dan benar.
Baiklah
guru, kami akan mencoba menjadi seperti itu.
Len merapat ke
halte, kami turun. Mata yang tak sempat terlelap sedetikpun ini harus sudah
memasuki bangku kuliah beberapa menit lagi. Lagipula, ini hari selasa, ada
jadwal ngajari Iis, semoga dia cukup serius belajar, jadi aku tidak menyesal
mengorbankan hak badanku.
Kami tak punya
optimisme, semangat kami sudah habis tak tersisa, impian sudah lama dilupakan, Harapan
sudah terbang entah kemana. Kami cuma punya kesetiaan. Dari sudut logika
manapun, dengan kekuatan kami sekarang, Tugas ini tak mampu kami lakukan. Tapi,
kami tak mau jadi makhluk tak bertuhan, segalanya mungkin, dengan
pertolongan-Nya.
Aku, dan enam
sahabatku, kami akan terus bergandengan tangan, menerobos malam…
Like
Soldiers, March On!
If
we can make it trough the night we’ll see the sun…
March
on…
March
on…
0 komentar :
Posting Komentar