Senin
itu penerbitan New News begitu lancarnya. Para pelanggan terpuaskan. Isi berita
semakin bagus. Perwajahan makin apik. Kinerja redaksi sudah mulai teratur.
Usaha kami terseok-seok selama setahun kini mulai membuahkan hasil. Pak Rektor
menerima dengan senyum. Apresiasi datang dari berbagai arah. Popularitas mulai
terkerek naik. Pujian senior pun semakin sering. Bahkan, dekan Fakultas Adab,
menyempatkan diri duduk denganku membincangkan media kami.
Aku duduk bersama
teman-teman di pelataran Blok M kampus dengan nafas lega. Beberapa jam lalu
gelisahku memuncak gara-gara berita tidak selesai. Namun, berkat pertolongan
sang Mahakuasa semua bisa selesai sesuai tenggat waktu. Eksistensiku mulai kutemukan.
Darah jurnalismeku terus mengalir kearah positif.
Lalu dua orang
berboncengan sepeda itu lewat didepanku,
aku terus memperhatikan mereka. Terus hingga hilang dibalik tikungan. Aku menelan ludah. Hati ini mendadak mendung
lagi. Pikiranku terus mengulang kata-kata “Why
don’t I Have such fun of things that other have?” . terlontar dalam bahasa
Madura pada teman-temanku “Ghuh, Nyaman odik mon deyyeh jih e..”
Awalnya kupikir, cinta
(Bweh..) itu perusak, pengganggu pikiran, racun akal, candu hati. Agaknya
benar, karenanyalah aku menderita bertahun-tahun. Tapi dasar instrument setan,
diusir berkali-kali, datang lagi, dalam bentuk yang lain. Selama itu pula aku
mengeyahkannya sekuat tenaga.
Dan… Berhasil
Naif,
aku menuduh sembarangan dia sebegai penyebab
penderitaan, dan penderitaan akan hilang jika dia hilang dari kita, padahal
penderitaan adalah sesuatu yang akan terus menempel pada manusia. Hingga mati.
Nah,
beberapa bulan silam, saat cinta itu sudah berhasil dibabat habis oleh dengan 7
prosedur membunuh hati, aku merasa benar-benar hampa. Tak ada lagi energy
positif yang mendorongku melewati masa-masa sulit seperti dahulu. Kehidupan
kampus terasa tawar-tawar saja. Tak ada
rasanya. Sedangkan proses belajarku perlahan-lahan macet. Hati benar-benar
hambar. Aku berjalan seperti zombie
saja.
Tiba-tiba
aku merasa rindu pada sakit hatiku yang dulu. Sadar bahwa aku amat
membutuhkannya. Sadar bahwa dia adalah sumber kekuatan utamaku. Sadar bahwa dia
adalah penyebab aku dekat dengan-Nya. Kini saat dia pergi. Tugas-tugasku mulai
terbengkalai. Aku mulai tak mampu mencapai target-target yang diinginkan. Hal
yang dulu Cuma perkara remeh, sekarang jadi berat. Aku mulai terusir dari
perguruan Ara-Aita…
Tidak
ada jalan lain, aku harus sakit hati lagi.
Tuhan
tahu yang kubutuhkan, dia menumbuhkan lagi benjolan cinta dihatiku,
Alhamdulillah, langsung kuiris hingga berdarah.
Dalam wujud seorang perempuan. Aku bahagia melihatnya berjalan di
pelataran kampus. Menyaksikan kerudungnya berkibar terkena angin. Cuman kalo
dia tersenyum, hati ini seraya diiris pakai gergaji mesin. (Haha.. Lebay)
It’s Working, setiap kali tugas
menumpuk, beban bertambah, deadline memburu, aku tinggal duduk saja di depan
fakultas, berharap dia lewat, merasakan kecemburuan merasuk. Kuhisap
dalam-dalam. Lalu kembali ke Arta lagi.
Hasilnya, semalam aku bisa merampungkan delapan belas lembar tulisan
lengkap dengan layoutnya. Organisasiku pun makin lancar
Hmm.. Kawan, Kali ini
Aku benar-benar sinting
Ha ha ha ha…
I
Had Something Better…
Waiting
Ahead,
I
try to take control of My Heart…
0 komentar :
Posting Komentar