Senin, 09 Juli 2012

Mengkonversi Kecemburuan, Jadi daya Juang


Three days earlier…
                Senin itu penerbitan New News begitu lancarnya. Para pelanggan terpuaskan. Isi berita semakin bagus. Perwajahan makin apik. Kinerja redaksi sudah mulai teratur. Usaha kami terseok-seok selama setahun kini mulai membuahkan hasil. Pak Rektor menerima dengan senyum. Apresiasi datang dari berbagai arah. Popularitas mulai terkerek naik. Pujian senior pun semakin sering. Bahkan, dekan Fakultas Adab, menyempatkan diri duduk denganku membincangkan media kami.

Aku duduk bersama teman-teman di pelataran Blok M kampus dengan nafas lega. Beberapa jam lalu gelisahku memuncak gara-gara berita tidak selesai. Namun, berkat pertolongan sang Mahakuasa semua bisa selesai sesuai tenggat waktu. Eksistensiku mulai kutemukan. Darah jurnalismeku terus mengalir kearah positif.  
Lalu dua orang berboncengan sepeda  itu lewat didepanku, aku terus memperhatikan mereka. Terus hingga hilang dibalik tikungan.  Aku menelan ludah. Hati ini mendadak mendung lagi. Pikiranku terus mengulang kata-kata “Why don’t I Have such fun of things that other have?” . terlontar dalam bahasa Madura pada teman-temanku “Ghuh, Nyaman odik mon deyyeh jih e..”
Awalnya kupikir, cinta (Bweh..) itu perusak, pengganggu pikiran, racun akal, candu hati. Agaknya benar, karenanyalah aku menderita bertahun-tahun. Tapi dasar instrument setan, diusir berkali-kali, datang lagi, dalam bentuk yang lain. Selama itu pula aku mengeyahkannya sekuat tenaga.
Dan… Berhasil
                Naif, aku menuduh sembarangan   dia sebegai penyebab penderitaan, dan penderitaan akan hilang jika dia hilang dari kita, padahal penderitaan adalah sesuatu yang akan terus menempel pada manusia. Hingga mati.
                Nah, beberapa bulan silam, saat cinta itu sudah berhasil dibabat habis oleh dengan 7 prosedur membunuh hati, aku merasa benar-benar hampa. Tak ada lagi energy positif yang mendorongku melewati masa-masa sulit seperti dahulu. Kehidupan kampus terasa tawar-tawar  saja. Tak ada rasanya. Sedangkan proses belajarku perlahan-lahan macet. Hati benar-benar hambar. Aku berjalan  seperti zombie saja.
                Tiba-tiba aku merasa rindu pada sakit hatiku yang dulu. Sadar bahwa aku amat membutuhkannya. Sadar bahwa dia adalah sumber kekuatan utamaku. Sadar bahwa dia adalah penyebab aku dekat dengan-Nya. Kini saat dia pergi. Tugas-tugasku mulai terbengkalai. Aku mulai tak mampu mencapai target-target yang diinginkan. Hal yang dulu Cuma perkara remeh, sekarang jadi berat. Aku mulai terusir dari perguruan Ara-Aita…
                Tidak ada jalan lain, aku harus sakit hati lagi.
                Tuhan tahu yang kubutuhkan, dia menumbuhkan lagi benjolan cinta dihatiku, Alhamdulillah, langsung kuiris hingga berdarah.  Dalam wujud seorang perempuan. Aku bahagia melihatnya berjalan di pelataran kampus. Menyaksikan kerudungnya berkibar terkena angin. Cuman kalo dia tersenyum, hati ini seraya diiris pakai gergaji mesin.  (Haha.. Lebay)
                It’s Working, setiap kali tugas menumpuk, beban bertambah, deadline memburu, aku tinggal duduk saja di depan fakultas, berharap dia lewat, merasakan kecemburuan merasuk. Kuhisap dalam-dalam. Lalu kembali ke Arta lagi.  Hasilnya, semalam aku bisa merampungkan delapan belas lembar tulisan lengkap dengan layoutnya. Organisasiku pun makin lancar   
               
Hmm.. Kawan, Kali ini Aku benar-benar sinting
Ha ha ha ha…


                I Had Something Better…
                Waiting Ahead,
                I try to take control of My Heart…
                (Story of the Year-Page Avenue)

0 komentar :

Posting Komentar