Arak-Arak, Rabu, 25 Januari 2012

Ah,
Banyak omong kau, cepat ke intinya, punggungku mulai sakit menunggu ceritamu
Baiklah Pak Tua, Dia hebat,
kendati tidak seindah senyuman putri Luthien legenda bangsa kalian, diamnya
saja sudah membuatku kecut. Kalau “dia” punya pesona saat tertawa, maka “dia”
punya pesona saat diam.
Prosedur Pertama, Condition Zero.
Begitu
kontak terakhir dengannya selesai, aku langsung pulang ke kontrakan. Lempar
tas, buka pakaian, telanjang bulat menghadap cermin. Kalau sudah cukup jijik
melihat rupa sendiri, pergi ke kamar mandi lalu mulai mandi besar. Percaya tak
kau pak tua, mandi besar memiliki efek seperti Stabilizer Voltage. Menstabilkan
sirkuit otak setelah kena tegangan tinggi barusan. Dengan mandi ini. Detakan
jantung mulai sedikit stabil. Yah, sedikit.
‘Kondisi
Nol’ adalah andalanku menghadapi perkara yang rumit. Teknisnya adalah dengan
duduk bersila. Kepala dan punggung tegak sejajar. Itu teknis, substansinya
adalah kita berada pada titik nol. Gelombang otak ditekan hingga turun ke
Frekuensi ALPHA. Tidak bergerak. Dalam keadaan tidak lapar dan tidak kenyang,
tidak lelah tidak pula bugar, tidak senang maupun sedih. Tidak mengantuk tidak
pula bersemangat. Usir segala pikiran dari otak. Kalau sudah merasa mulai
tenang, Harus segera mulai tidur. Tidur harus cepat. Tidak boleh sampai
melamun.
Prosedur Kedua, Energy Expenditure
Tahukah
kau Pak Tua, orang yang jatuh cinta, didalam tubuhnya, berpusat di dada, sedang
terkumpul energy besar. Kalau tidak disalurkan, akan menimbulkan keresahan bagi
yang punya tubuh. Banyak orang tak enak makan, tak enak tidur, berdiri salah,
duduk salah, Wajar saja. Mereka dalam keadaan on Fire dan mereka tidak
menyadari itu. Tapi tidak dengan TheAvenger. Aku tahu harus berbuat apa.
Dan,
Energi yang ditembakkan dari jarak jauh olehnya mampu membuatku berlari
marathon dari Kampus-Sampai Ujung Frontage A. Yani, Royal Plaza, Stasiun
Wonokromo, Ngangel, terminal Joyoboyo, Pertigaan Darmo, Gunungsari, Karah,
Ketintang, Lalu kembali lagi ke kampus. Energy tersalurkan walau hampir
kehabisan nafas. Lalu rasa lelah yang memuncak akan mengantarkan pada tidur
yang nyenyak. Yang sudah tiga hari tak kurasakan.
Hey,
Berhenti tertawa Pak Tua.
Prosedur Ketiga, Sakiti Diri Sendiri.
Sasaran
kita kali ini adalah ego. Karena saat jatuh cinta ego kita berkembang pesat.
Tiba-tiba kita merasa tampan, mengingat-ingat kehebatan diri sendiri, berusaha
meyakinkan diri sendiri bahwa kita pantas memiliki gadis secantik dia. Hah..,
maka berusahalah menghina diri sendiri dengan kata-kata kotor. Penghinaan bisa
dilakukan sendiri. Namun ini kurang ampuh. Usahakan cacian itu berasal dari
orang lain. Carilah orang yang paling membenci kita, lalu suruh dia mencaci
kita di depan kita sendiri.
Kalau
aku, Dimana mencari cacian itu? Aha, dimana lagi kalau bukan di ARTA. Hm, baru
saat ini aku merasa omelan senior begitu berharga. Berangkatlah aku disana.
Prosedur Keempat, Berbuat Jahat
Berbuat
jahat bisa berefek pada kerasnya hati. Hati yang keras adalah tempat tumbuh
yang gersang bagi cinta. Ini adalah vaksin paling ampuh mengatasi virus merah
jambu. Contohnya bisa seperti membunuh makhluk hidup. Boleh serangga, atau
kalau tega, ayam, atau kucing. Rasakan saat mereka menjerit meregang nyawa.
Dengarkan baik-baik. Dan resapi dalam-dalam.
Maaf Pak Tua, aku tak
bisa menceritakan prosedur perbuatan jahat yang kulakukan.
Prosedur Kelima, Recharge!.
Di
dada sebelah kiri bawah, ada sebuah Mass Storage yang lebih hebat
daripada cawan suci dalam The Da Vinci Code. Namanya Lathifun Nafs. Perangkat ini menentukan
dominasi isi pikiran, isi hati, dan perasaan kita selama hidup. Details tentang
kecanggihan alat ini mungkin kuceritakan nanti. Intinya, isi dari Lathifun Nafs
akan mempengaruhi isi pikiran dan hati kita yang kemudian akan berpengaruh pada
perbuatan kita.
Saat
itu Kutengok, Lathifun Nafs-ku berisi “dia, dia, dia, dia, dia, dia, dia, dia,
dia, dia, dan dia”
Maka sekuat tenanga, kukuras isinya dan
kuganti dengan “ Allah, Allah, Allah, Allah, Allah, Allah, Allah”
Charging, Please Wait…
Prosedur Keenam, Al-Insaan
Energi
sudah terkuras habis. Ego sudah Dihina Habis-habisan. Hati sudah diisi dengan
kekejaman-kekejaman. Lalu kita biarkan begitu saja. Jangan!, Bahaya!, kau bisa
jadi Psikopat. Hati yang sudah lemah itu isi kembali dengan energy positif. Dan
tak ada sumber energy positif yang lebih baik daridapa dzikir. “aala
bidzikrillahi tathma’innun quluub”. Dan tak ada dzikir yang lebih baik
daripada membaca Al-Qur’an. Favoritku adalah sindiran Allah pada manusia. Surat
Al-Insaan.
“Haal Ataa… ‘ala al-Insaani Hiinun
minad dahri lam yakun syai’an Madzkuura..”
Prosedure Ketujuh, Remember of
Death
Ingat
Mati merupakan cara yang ampuh mengatasi Hati yang berbunga-bunga, dipenuhi
Harapan dan Impian berlebih. Teknisnya banyak, tergantung pilihan mana yang
suka. Kalau aku ada tiga,
Pertama, Berdiri satu kaki di Tepi
jembatan. Semakin tinggi jembatannya, semakin baik. Prosedur ini kulakukan di
rumah. Kebetulan ada jembatan yang lumayan tinggi jurangnya. Itu akan memberi
cukup keseimbangan perasaan di hati. Karena komposisi perasaan di hati sama
dengan cairan kimia, bisa diatur kadarnya sesuai keinginan kita semua. Kalau
kadar senang terlalu tinggi. Suntik dengan rasa takut.
Kedua, ke rumah
sakit. Aku duduk di halaman RSUD Dr. Koesnadi Bondowoso. Pelotot-pelototan
dengan satpam. Yang kutunggu akhirnya datang juga. Ambulans. Aku berusaha melongok
melihat korban kecelakaan yang dibaringkan diatas brankar. Berusaha merasakan
sensasinya. Darah yang mengalir… Nafas yang tersendat… daging robek… kulit
terkelupas… Hmm, Yummy!
Ketiga. Ke
kuburan. Di seberang jalan depan rumah ada areal pekuburan yang lumayan sesak.
Tapi ada sepotong tanah di pojok yang memang sengaja dikosongkan. Di samping
cungkup makam eyang Shanhaji Yusuf. Areal itu dikhususkan untuk keluarga kami,
dan suatu pagi yang lumayan cerah aku pergi ke sana. Lalu menggambar sekotak persegi
panjang di tanah. Lalu menuliskan “Taufiqurrahman.”
Dan, Taaadaa…!, Rasa Cinta Berhasil
Diusir dari hati.
*******
Aku
beranjak dari tempat duduk. Pipi Elimarandul-Rithrandril kembung menahan
sesuatu. Aku Pulang dulu Pak Tua, kapan-kapan aku mampir lagi. Ujarku seraya
melangkah pergi. Dan meledaklah tawanya. Pohon-pohon lain ikut berayun-ayun
sambil tertawa keras. Aku cuek saja dan terus melangkah menjauh.
“Kau
Sinting!, Anak Muda… Sinting! Tapi aku suka itu.
Hahahaha .. ha.. ha..
ha.. haduh.. haha… tak tahan aku… huah haah.. ha..ha”
Pohon Sialan
often kill the heart make the heart frozen
BalasHapusthats what my heart excepted to be, the frozen one
BalasHapusaku ngerti siapa "dia"
BalasHapusno, you don't
BalasHapusserch the truth
BalasHapustry it up!
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus