Bondowoso, Rabu, 25 Januari 2012

Orang
bilang, begitu memasuki gerbang pernikahan, seorang laki-laki dan perempuan
diibaratkan menaiki sebuah bahtera yang kelak akan dikayuh berdua melewati
lautan luas. Banyak cobaan berupa badai
yang siap membalikkan bahtera tersebut dan menenggelamkannya ke dasar lautan
hidup yang penuh duka dan nestapa (Bweh,, Lebay).
Rumah
ini adalah Bahtera Abi dan Ummi, dibangun dengan Air mata, cucuran keringat,
dan tetesan darah. Lalu mereka menaunginya dengan energi kasih sayang yang tak
terhingga. Tempat kami berempat dibesarkan. Tumbuh dan berkembang hingga
mengerti pahit getirnya hidup. Ummi bisa saja membangun rumah megah dengan
Harta kekayaan milik kakek. Abi bisa saja tinggal di dhalem agung eyang
Thabrani Yusuf. Tapi tidak, mereka memilih membangun kerajaan mereka sendiri.
Dari nol. Batu demi batu, kayu demi kayu, senti demi senti seraya terus
membesarkan kami dalam pendidikan tentang sebuah proses.
Jujur,
aku masih tidak rela. Perubahan ini terlalu cepat. Aku belum sempat mengucapkan
salam pada celah lemari tempat favoritku
bersembunyi tatkala dimarahi abi habis bermain hingga maghrib. Atau
lukisan-lukisan perang yang kucoret seenaknya di dinding ruang tengah. Peta
indonesia di lantai dapur atau Lubang kecil yang kubuat untuk menguping
pembicaraan di ruang tamu bernama “Spy Camera.” Semuanya hilang tak berbekas.
Lapar
sirna, capek hilang. Kusempatkan sejenak untuk mengenang rumah kami yang kini
telah berubah. Rumah kami punya enam sistem canggih dalam menghadapi badai
kehidupan. Seperti kapal layar Black Pearl yang legendaris. Apa saja? Baiklah, dengarkan baik baik
ceritanya…
The
Voyage of Black Pearl
Februari 2010 adalah puncak
cuaca Ekstrem bagi daerah bercurah hujan tinggi macam bondowoso.
Berminggu-minggu kota kami seolah tak pernah disinari matahari. Hujan lebat
disertai angin kencang dan tak lupa para malaikat yang seenaknya saja foto-foto
Narsis di atas awan dengan kamera yang menimbulkan suara JEDEGUM! (Norak banget
sih suaranya). Kami yang tinggal di rumah dengan fondasi rapuh, konstruksi
bangunan yang sudah amat keropos. Serta soak disana-sini tentu saja gemetar. Tapi,
tak ada namanya kata takut bagi sang kapten kapal, Ayahku.
Integrated Early
Warning System [IEWS], Activated_
Sistem
peringatan dini sangatlah penting bagi sebuah kapal. Memungkinkan bagi para kru
untuk mendeteksi badai lebih awal. Dan persiapan yang lebih matang. Disini yang
bertugas adalah ummi. Ummi memiliki kemampuan mendeteksi apakah mendung saat
itu akan berbuah hujan atau tidak. Saat Badai mulai datang, ummi akan
menyalakan perangkat sistem ini.
“Baguuunnn!!...
BRAAK! Bruuuk BAAkk… Mau Hujan!! Jemurann Ambil… Fiq… Angkat Kasur, yang
lainnya Angkat Jemuran!!!... CEPAAAAAATTTTT!!!!!”
Kuakui
suara guruh tidak seseram suara ummi yang mengebak-gebuk tempat tidurku tanpa
ampun. Kami berempat segera mencelat dari kamar masing-masing menuju tempat
yang sudah diperintahkan. Iis
membereskan sandal dan sepatu, Has menggulung jemuran, Mbak keyla Bantal
dan Guling, dan aku kebagian yang paling berat. Kasur.
Auto Electric Device Disabler [AEDD], Activated_
Sistem
ini adalah tugasku, yaitu memutus seluruh jaringan luar Black Pearl, berupa
alat-alat listrik. Antena digital, Roset telepon, Router internet, kabel TV.
Dan kalau dalam keadaan sangat bahaya, mematikan total seluruh jaringan listrik
rumah kami dan menggantinya dengan lampu templek atau dalam bahasa kerennya
THEMAR. Aku bertanggung jawab atas penerangan seluruh kapal selama menghadapai
badai.
Biasanya
saat ini abi sudah keluar kamar dengan baju kebesaran kapten dan mulai
berteriak-teriak memberi komando.
To
your Post, men!
To
Your Post!
Ship
Prodigy Wet Protector [SPWP], Activated_
Yang ini bagian mbak keyla,
yaitu memastikan perangkat-perangkat penting dalam rumah selamat dari air.
Dokumen penting, foto keluarga, ijazah, surat tanah, akte kelahiran, Sama
kalender berposter Aktor Korea kesukaannya. (mbk key curang, poster Avenged
sevenfold punyaq gag diselamtkan! Huft!) diturunkan dari dinding. Tempat tidur
dan Sofa dibalik, karpet ruang tamu pun begitu.
External
Acces Auto Shut [EAAS], Activated_
Satu lagi perangkat lagi
yang aktif sebelum kapal benar-benar siap menghadapi badai. Masih tugas mbak
key, yaitu menutup seluruh jendela, pintu, dan ventilasi ruangan yang ada dalam
rumah. Ini untuk memastikan kru kapal tidak kedinginan selama badai.
Saat
itu hujan sudah mulai turun deras. Tetes-tetes air sebesar kerikil mulai
menyerbu atap rumah yang terbuat dari seng. Keras memekakkan telinga seperti
hujan peluru di tengah medan perang. Iis mulai ketakutan. Aku gemetar juga.
Angin mengamuk menggoyang-goyang tiang kayu kapal. Rumah kami berkertek-keretak
menahan hempasan angin. Petir mulai menjilat-jilat di langit sana.
Abi sudah berdiri di anjungan menghadap
barat, sungguh. Kalau tidak ada pria itu disini. Kami mungkin akan lemas
ketakutan.
Watery
Breach Preventive Detector [WBPD], Activated_
Kegunaan sistem ini
adalah mendeteksi kebocoran. Aneh sekali mengapa dua adikku yang masih kecil
mendapat tugas mengelola perangkat justru saat badai mengamuk dengan hebatnya.
Iis yang ketakutan sedikit girang waktu disuruh mengumpulkan bak plastik warna-warni
dari dalam lemari. Kasihan dia masih enam tahun tapi harus sudah bertarung
dengan badai. Dalam sistem ini dia berduet dengan Has, adikku yang satunya. Has
bertugas mendeteksi setiap kebocoran pada setiap dinding dan atap. Tugasnya
amat penting, sedikit saja kesalahan bisa runyam. Aku dan mbak keyla
kadang-kadang membantu. Iis menyediakan bak penampung air. Asal tau saja,
hampir eparuh genting rumahku bocor. Jadi di dalam maupun diluar rumah,
sama-sama hujan (Apes)
Kau tau sahabat, aku
bangga terhadap dua adikku yang kerjanya begitu cepat, solid dan cekatan itu.
Sedikit menjengkelkan, walaupun. Berikut rekamannya :
Has :
“Mbak La, Kebocoran di Sektor 76, Dek E3!”
Mbak key :
“siap, Is! mana baknya?’
Iis :
“bak, yang walna apa?”
Mbak key :
“Haduh, sembarang wes, yang penting
bak, sini cepat!”
Iis :
(dengan wajah sok penting) “Kuning apa pink?”
Mbak key :
(mulai naik darah) “pink, pink, pink.. sudah sini cepet.”
Aku : Hahahahawa hwaha…
Iis :
“tapi bagusan yang bilu lho bak,”
Mbak key :
“Iyaaaa, yang biru, sini cepeeett!!
Iis menyodorkan bak itu pada mbak key,
tapi sebelum mbak key mengambilnya, Ditarik kembali sama iis. Aku makin kencang
tertawa.
Iis :
“yang ini bagus, ada gambal hello kitty-nya,eman, yang melah aja ya..”
Mbak key :
“HEEERRRRRGGGHHHH”
Aku :
“Haah wa hwaaa haa…”
Akhirnya mbak key pergi ke ruang tamu
dengan bak merah. tempat lokasi kebocoran dilaporkan. Aku tak berhenti tertawa.
Aku :
‘’Hwa ha hah ha ha’’
Has :
“cek lamanya mbak, udah kadung bocor terpaksa aku pake songkoknya mas taufiq.”
Aku :
Hwa ha ha ha (berhenti).
Kurang Ajaaaaarrrr!!!!
Catasthrope
Storm Pressure Controller [CSPC], Activated_
Semua sudah yang kami bisa sudah
dilakukan. Tinggal menyerahkan semuanya pada abi, serta berdo’a pada yang
Mahakuasa. Tiba giliran ayah yang menjalankan perannya. Beliau memiliki sistem
paling mutakhir dari black pearl. Abi sering didatangi orang-orang yang akan
menggelar hajatan berupa pernikahan atau lainnya. Meminta do’a agar hujan dapat
ditekan. Tentu saja atas izin yang diatas. Aku minta diajari gak dikasih-kasih
mulai dulu. Pernah aku mengintip kertas tempat mantra itu ditulis. Jangankan
mengerti. Baca pun tidak bisa. Ya sudah, kusebut saja itu adalah Catasthrope Weather Controller spell.
Ummi,
Mbak key, Has dan iis duduk merapat. Aku bertugas sebagai Assist menemani abi. Menjaga beliau agar tidak kebasahan dengan
handuk di tangan. Beliau berdiri menghadap barat. Merentangkan tangan dengan
telapak terbuka teracung ke arah datangnya angin. Seraya membaca kalimat-kalimat
do’a yang tak kumengerti. Badai diluar semakin mengamuk. Menolak untuk
dihentikan. Terus melawan. Tandon air jatuh dari atap menimbulkan suara keras.
Ummi memekik takbir, iis mulai menangis. Makin lama suasana makin mencekam.
Puncaknya,
abi menepuk pundakku.
“Ambil
tangga”
Aku diperintahkan naik ke atap rumah
ditengah amukan badai. Menghadap langsung ke arah angin. Menantang langsung
mata petir di angkasa. Gemetar bukan main aku. Abi berteriak dibawah
“Yang keras nak, Jangan
takut!” aku mengangguk, dan memulai
“Allahu Akbar… Allaahu
Akbar…”
******
Badai sudah reda kendatipun masih
menyisakan hujan deras di luar. Kami berempat mengelilingi sebuah lampu templek
yang bergoyang-goyang. Tubuhku diselimuti handuk tebal setelah adzan dan iqamat
di atas genting tadi. Ummi menyajikan sepiring singkong goreng gurih dan hangat. Sambil menikmati camilan,
kami mendengarkan cerita abi sambil tertawa-tawa kecil hingga waktu maghrib
tiba.
******
“Mas, mas, punya uang ndak?”
Suara kecil dibelakang kepala mengagetkanku.
Itu Iis, adik kecilku. Gemas kucubiti pipinya dan kuciumi. Rindu sekali aku
pada senyum dan tingkah nakalnya.
“Ayo Mas, minta uang, beli pentol…”
Kurogoh saku celana dalam-dalam, ada lima
ratus perak sisa bayar karcis peron tadi. Kukasih saja. Iis berlari senang
sambil berteriak hore. Seragam diniyah-nya saja belum dilepas. Dasar.
Ya Allah, Tak terkatakan
bagaimana bahagianya aku memiliki mereka.
wah salut keluarga kompak. . .
BalasHapusTapi kaget koq Iis bisa jadi ambil bagian di sini???
eh, adikku itu, bukan mb iis, kebetulan saja namanya sama
BalasHapus