Selasa, 21 Januari 2014

The Power of “Berkat”



Bondowoso, 19  Januari 2014
            Black Pearl sudah sepi mb mir..
Ummi terlelap di ruang tengah. Mungkin kelelahan ngomel kesana kemari mengatur konsumsi tiga ratus orang. Ayah kuintip barusan sedang berbaring di kamar. Tidak tidur. mengembarakan pikiran entah kemana. Mbak Key, kakakku, dan dua adikku, Has dan Iis tewas bertumpukan di depan televisi. Sama lelahnya. Sebenarnya badanku juga rasanya remuk redam seharian mendekor panggung. Tapi kutahan ngantukku untuk menghidupkan computer karena aku ingat punya hutang padamu, sebuah cerita. Atau.. semacam itulah.

                Jadi ceritanya aku baru turun dari bis di Bondowoso saat menerima pesanmu soal langit menakutkan dan sendirian di kosan. Dan waktu aku menyanggupi untuk memberimu sebuah cerita, Terus terang.. yah naluriku sebagai pemuda normal bekerja. Sekali lagi aku ingin menarik perhatianmu. Jadi di kepalaku waktu itu muncul berbagai opsi. Tulisan apa yang kiranya mampu menarik perhatianmu? Ekhm… maksudku menarik perhatian seorang wanita lebih tepatnya. Diksi yang tepat, deretan puisi, kata-kata indah, kisah yang romantis, inspiratif? Membekas? Berkesan? Otakku berputar
                Dan berputar.
                Sialan… gak ketemu ketemu!
         
          Ah, gampanglah… toh inspirasi biasanya datang dengan sendirinya saat sedang menulis. Jadi aku mulai menulis saja. Sebaris dua baris,  kuhapus. Separagraf dua paragraf, kuhapus lagi. Diksinya kupilih semanis mungkin. Namun di tengah-tengah aku berhenti.

                Buntu.

                Jadi, maafkan diriku membuatmu terlampau lama menanti. Tulisan itu memang terngantung tidak menemukan jalannya untuk  selesai. Jadi diriku semakin gelisah setiap hari molor dari janjiku padamu. Tapi tetap saja aku tidak sreg dengan satu setengah lembar kertas A4 cerita tetang hujan yang kubuat itu. Di tengah kebuntuan itu aku memejamkan mata. dan membayangkan kekecewaanmu. Tapi kemudian tiba-tiba aku sadar, lalu memukul jidat keras-keras tiga kali. AH! Kenapa harus bingung. Bukankah prinsipku sejak dulu tulisan yang bagus adalah tulisan yang jujur? Pantas saja aku tidak sreg. Lha wong tulisan itu keluar bukan dari hati kok. Seratus persen pengen caper sama mb mir. Tapi masalahnya hati ini sedang tidak memiliki apa-apa untuk ditulis. Hmmmh.. yasudah biar saja! Kalau memang takdir, inspirasi itu akan datang cepat atau lambat. Kalau benar-benar tidak ada? Yasudah mungkin bukan rejekinya dia. Mbak mir  kecewa? Plak! Heh memangnya kamu hak untuk bingung kalau dia kecewa?
                Jadi, kumatikan komputer mb mir…
                Hari-hari selanjutnya aku fokus membantu ayah mempersiapkan rentetan hajat besar Maulid Nabi Muhammad. Nebus dosa, Pikirku. Aku sudah lama mengesampingkan bakti tanah air demi perkara organisasi. Bulan puasa lalu sudah gak pulang ngurusi OSCAAR. Jadi, kuputuskan bahwa liburan ini adalah mutlak milik ayah dan Bondowoso. Walaupun harus lari seperti pengecut meninggalkan Anisa, Nonik, Putri, Tia dkk. Untuk menyelesaikan tugas UAS. Selepas liburan nanti, mb mir.. aku harus  bekerja keras memperbaiki hubungan dengan mereka. Hehehe…
                Sekarang aku Tanya mbak mir, percayakah kamu akan sebuah Keajaiban?
                Menurutmu, keajaiban itu seperti apa?
Dalam persepsiku, mbak mir.. keajaiban itu selalu terjadi. Bukan sering. Di sekeliling kita. Hal-hal kecil, sepele, sederhana, tapi mengandung makna yang dalam. Hanya kita yang kadang kurang memperhatikannya. Terlalu sibuk dengan gemuruh di batin sendiri. Keajaiban itu dekat. Kalau ibarat kamera, aku berusaha sedapat mungkin mendeteksi keajaiban-keajaiban yang terjadi di sekitarku. Memotretnya, dan berusaha menuangkannya dalam Narasi Hidup. Karena, mbak mir..
                Karena setiap kisah hidup insan manusia itu yang nulis tuhan! Tuhan mbak mir.. bukan cerpenis karbitan macam taufiq. Setiap alurnya indah, Unik, melekuk-lekuk, ditaburi kejaiban-keajaiban. Jadi kejaiban itu tidak Cuma terjadi di negeri putri salju dan tujuh kurcaci. Tidak hanya milik orang-orang sukses, Orang-orang besar, Kaya, pejabat, Kiai, Waliyullah. Kejaiban pun terjadi di kehidupan kita, mahasiswa biasa, dari keluarga biasa, berpenamilan biasa, dan berotak biasa. Walaupun mb mir.. kata-kata dangkalku hanya mampu menggambarkan secuil dari keajaiban itu.
                At least… we try!

                Dan keajaiban Maulid Nabi? Tak terhitung. Dan disini aku ingin membagi ceritanya dengannmu. Paling tidak kita kembali me-refresh kecintaan kita pada junjungan kita ditengah dialektika hati kita yang tak kunjung henti akhir-akhir ini. Kita harus menyisakan celah untuk beliau Mb mir.. Harus! Dan aku hanya akan menceritakan sepotong kecil dari keajaiban Maulid Nabi. Yaitu benda yang fotonya kupasang di Thumbnail  tulisan ini. Orang sini menyebutnya “berkat”.
                Ada seorang miskin yang punya impian untuk membuat perayaan Maulid Nabi di rumahnya. Hanya saja, ia berpikir bagaimana mungkin itu bisa terjadi. Memberi makan diri dan keluarganya saja kesusahan. Apalagi mengundang para tetangga untuk sebuah perayaan. Namun dia tidak menyerah, setiap tahun dia kumpulkan buah-buahan dan sajian terbaik yang bisa dibelinya. Diselipkannya sepotog kertas berisi permohonan agar dirinya tahun depan masih mampu membeli makanan serupa. Lalu dietakkannya di masjid sebagai sumbangan untuk perayaan Maulid Nabi. Tiga tahun kemudian mb mir, dia mampu menggelar perayaan Maulid Nabi di rumahnya sendiri.
                Diceritakan, saat itu ditengah-tengah pertempuran khandaq. Madinah dikepung dari barat-timur-selatan-utara. Suplai makanan terputus berbulan-bulan. Para sahabat menghabiskan hari-harinya menggali dan menjaga parit yang mengelilingi madinah. Tak boleh lengah sebentarpun. Itu benar-benar hari-hari yang panas dan melelahkan. Sahabat Jabir bin Abdullah al-Anshari menghampiri Rasulullah, mengatakan bahwa dirinya hendak mengadakan syukuran. Beliau meminta rasulullah untuk gak rame-rame mb mir. Karena dia memotong kambing yang benar-benar kurus. Namun Rasulullah maah memanggil seribu tiga ratus prajuritnya untuk turut serta. Sahabat Jabir, kebingungan.
“Mas, kamu yakin akan Surga, Neraka, dan segala hal yang dibawa Rasulullah?”  ujar istrinya suatu ketika.
“ya, aku yakin”  jawab Jabir.
“maka kali ini, kita juga harus percaya kepada Rasulullah.” 
Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk berkumpul di sekitar rumah Jabir Dan bersabda “beritahu aku kalau hidangannya akan diwadahi.” Jabir mengangguk. Saat hidangannya siap, Rasulullah memerintahkan sepuluh orang masuk dari pintu belakang mengambil makanan, lalu keluar dari pintu depan.  Beliau memerintahkan agar pancinya hanya dibuka separuh. sepuluh, sepuluh, sepuluh. Akhirnya mb mir.. seribu tiga ratus orang prajurit kenyang hari itu.

Thaharat barakatuhu fi matha’imi, wal masyaribi.

Khandaq? Mekkah? Itu cerita 1400 tahun lalu. Mari kita cari yang lebih dekat.
Aku perah mendengar KH. Said Aqil Siradj curhat soal keluarganya. Faktanya, beliau dan empat saudaranya sekarang merupakan tokoh-tokoh yang menghiasi dunia Politik dan intelektual negeri ini kalau nggakHafidz ya anggota DPR mb mir.. rahasia mereka semua bisa jadi “orang” ternyata ada pada “Berkat”. Semasa kecil mereka dikasih makan berkat oleh sang ayah KH. Aqil  Siradj. Rutin. Setiap sehabis undangan. Terutama maulid Nabi.
Seorang Habib di pasuruan. Aku lupa namanya. Beliau jarang menyantap hidangan istimewa yang disiapkan tuan rumah untuk beliau. Namun beliau biasanya hanya membawa sepotong pisang utuk dibawa pulang. Tiba dirumah malam hari, beliau membangunkan ketujuh putranya, lalu menyuruh mereka memakan pisang tersebut. Masing-masing sepotong kecil. “ayo nak, dimakan… ini berkah Maulid Nabi Muhammad.”
Masih terlalu jauh, oke.. sekarang aku cerita tentang keluargaku mb mir.
Sama seperti cerita diatas, Ayahku dulu (dan hingga sekarang) sering membawakan kami berkat. Kalau suatu ketika beliau pergi ke hajatan, kami berempat menunggu di depan jendela. Berharap ayah muncul  dengan senyum lebar sambil menenteng kresek putih berisi berkat. Lalu kami berempat akan berlari menyambutnya dan berebut merampas kresek putih itu. Biasanya sih, aku yang dapat duluan lalu membawanya lari sedang adik dan kakakku berteriak di belakang.
Maklum, mb mir..
Keluargaku dulunya serba kekurangan. Rumah masih numpang. Air masih minta ke tetangga. Makanpun dengan lauk seadanya. Jadi kesempatan satu-satunya kami berempat makan enak adalah “Berkat.” Bahkan kami kerapkali bertengkar memperebutkan kue atau daging ayam. Biasanya sih, aku yang  disemprot ayah kalau tidak mau ngalah sama adik-adikku.
Meski sepele, aku percaya faktor kebarokahan memegang peranan yang paling penting dalam kesuksesan hidup seseorang. Kalau hari ini taufiq di kampus mampu melakukan ini dan itu, itu bukan karena dia cerdas, wong makanannya semasa kecil Cuma tahu tempe. Bukan karena tekun dan rajin, wong senengane turu koq. Bukan juga karena kualitas spiritual. Semuanya karena dukungan energy dari rumah. Orang tua yang tak henti mendo’akan anaknya agar selamat dimanapun dia berada. Agar tercapai semua cita-citanya. Jadi bagaimanapun. Aku akan memilih mentaati perintah mereka. Walaupun harus mengobankan teman-teman. Kalau kamu, mb mir?
  
Aku selalu melamun sendiri kalu sudah bekerja bersama ayah. Berpikir jauh kedalam diriku. Tiga puluh tahun ayah tidak pernah lowong melaksanakan agenda keummatan. Shalat wajib setiap harinya shalat jum’ta setiap minggunya. Belum lagi agenda-agenda tahunan seperti Maulid Nabi, Isr’a Mi’raj, Nishfu Sya’ban, Ramadhan-Ida’in dan lainnya. Aku? Setua ini masih kocar-kacir kalau diembani sebuah amanah. Masih kalah dengan nafsu dan keinginan. Masih suka bermain-main dan mengerjakan perkara tak berguna. Bisakah aku seistiqomah dia kelak? Setekun dan setabah dia dalam mengemban amanah seumur hidupnya? Ah, entahlah.
Pantas saja, dari seluruh saudara seperguruannya. Ayahlah anak emas. Mereka semua mampu membuat keajaiban. Begitupun ayah. Namun keajaiban yang dibuatnya bukan terbang, kebal senjata, menghilang, mengobati orang dan sebagainya. Tapi keajaiban yang dibuat oleh ayahku adaah mampu mengubah tanah kering menjadi sawah. Mengairi padang pasir. mendidik masyarakat dan menaunginya dalam kegiatan sosial-keagamaan. Menjadikannya sebagai masyarakat yang terdidik. Menyeru kepada kebenaran, melarang kepada kebatilan. Saling berwasiat tentang kebaikan dan kesabaran dan saling tolong-menolong dalam kebaikan.
Nabi Muhammad, mukjizat yang dimilikinya tidak sama dengan Nabi-Nabi sebelumnya. Bukan membelah laut dan menciptakan ular macam Nabi Musa. Menghidupkan orang mati macam Nabi Isa. Atau merajai semua makhluk macam Nabi Sulaiman. Melainkan kemampuannya membangun Khairu Ummah. Dengan organisasi dan menejemen yang apik. Diikat dengan ajaran agama yang sempurna. Hidup dibawah nilai-nilai mulia. Meluas mendunia. Lalu bertahan hingga hari kiamat.masyarakat yang ditulis oleh para ilmuwan barat sebagai masyarakat yang paling ideal sepanjang masa.
Dan ibu, dia akan selalu membuatku ingat bahwa keberadaan Unit Support di belakang kita adalah yang paling penting. Celaka kalau suatu saat aku salah memilih pendamping. Sedang aku adalah satu-satunya pengganti ayah untuk menjaga tempat ini. Aku paham keberadaan seorang istri bukan hanya pelengkap. Tapi sebuah Critical Chip untuk menggaransi kestabilan kita dalam mengemban amanah. Dia juga adalah menejer hal-hal kecil yang biasanya kita kaum laki-laki lupakan. Penopang posisi sosial. Serta mempu menutupi kelemahan-kelemahan kita di mata masyarakat. Bukan hanya pesolek. Tapi lebih pada seorang yang tidak pernah berhenti menangis di keheningan malam mendo’akan anak-anaknya. Setia pada sang suami dalam kondisi sesulit apapun. Dan impian akan keluarga yang dinaungi kebarakahan. Akan tercapai. Dan aku rasa, itulah kebahagiaan terbesar dalam hidup.
Huaayy…
Aku ngantuk mb mir… maaf ceritanya panjang dan membosankan. Aku terlalu bersemangat ceritanya ya.. malam ini aku semakin percaya, bahwa laki-laki yang hebat bukanlah yang tampan, mampu menjatuhkan lawan dengan sekali pukul, punya uang banyak ,atau jabatan yang mentereng.

Tapi laki-laki yang hebat, adalah yang mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan sempurna…

Aku tidur dulu ya mb mir… Met Malem…






0 komentar :

Posting Komentar