Sabtu, 04 Januari 2014

Four Estated Love

Langit Surabaya, 31 Desember 2013
Untuk Jurnalisme, Bendera Kuning, KPI, dan Istiqomah
               
Bicaralah padaku, Dlamir. atau apapun yang mau mendengarkanku. lampu kuning, ledakan kembang  api, bising keramaian ini. Lama aku tidak mendengarkan suara terkecilmu. Terlalu larut dalam hingar bingar ini. Tapi aku sepakat bahwa keempat kekuatan cinta itulah yang menopang hati ini, membuatnya selalu tegar dan berbunga. Menorehkan lukisan indah di kanvas yang kering,  memberikan sentuhan simfoni dalam sumbang. Mewarnai hidup kita yang tak berarti.


Karena merekalah, kita hidup.
Semoga aku tidak dikutuk karena melalaikan hakmu. Hak untuk dicintai dan mencintai. Jalan cinta kita jangan harap seindah roman empat abad, atau puisi yang ditulis dalam gulungan perkamen. Cinta kita mewakili zaman. Cinta yang tak sempat dikatakan oleh mendung, pada hujan yang menghapusnya. Atau oleh ombak, pada karang yang segera memecahnya. Sebisu para buih, pada air yang memusnahkannya.
Pada Ilmu, Pilar kesatu. Cintailah kebijaksanaan, ketekunan, dan kekuatan untuk memahami. Seribu orang bertombak dapat merobohkan sebuah benteng. Namun hanya seorang agung yang memiliki visi, mampu membawa seluruh daratan menuju langit pencerahan. Aku cinta setiap kata yang digoreskan dengan pena. Setiap mata yang menari diantara aksara. Aku cinta setiap punggung yang  tegak di hening malam. Setiap lingkaran duduk di bawah kubah-kubah. Setiap kertas yang mengandung pengetahuan serupa emas. Pada mereka keabadian disematkan. Pada mereka malaikat bersujud.
Pada Umatmu, Pilar Kedua. Cintailah Pengorbanan, ketaatan, dan Keadilan untuk berbuat. Peradaban hebat terdiri dari manusia cerdas tercerahkan, lumbung padi yang kaya, air yang mengalir mengairi tanah-tanah. Buah dan biji-bijian yang mekar sepanjang musim. Dibangun diatasnya menara-menara beratap marun. Ukiran-ukiran bertahtakan logam dan permata. Namun hanya pemimpin sejati yang memilikinya. Merangkul seluruh benua dalam pelukannya. Menjaganya dengan sepenuh hati. Dialah tanah sesungguhnya tempat peradaban tumbuh. Aku cinta setiap raja beruban yang terpekur di singgasananya. Aku cinta setiap Nabi yang meneriakkan ummatnya di do’a-do’a mereka yang bisu. Aku cinta punggung-punggung renta yang ditopang tongkat. Berjalan diantara debu. Untuk menyeka air mata kaum papa. Aku cinta setiap kelopak mata yang membengkak memikirkan mereka.
Pada Sahabatmu, Pilar ketiga. Cintailah persaudaraan, Empati dan Rasa Memiliki. Pengetahuan akan memberimu Visi, kepemimpinan akan memberimu kekuatan. Namun hanya persahabatan yang memberimu tawa bahagia, pelukan hangat sebuah keluarga. Kekuatan akan memberimu pedang yang cemerlang untuk menebas rintangan. Kehormatan akan memberimu Perisai di tengah pertempuran. Namun hanya persaudaraan yang akan membebat lukamu. Menyeka air matamu. Mengobati kesepianmu. Aku cinta setiap jabat dan gandeng tangan. Setiap senyum dan tegur sapa. Aku cinta setiap roti yang dibagi tiga. Setiap pemberian dan janji untuk saling menjaga Aku cinta setiap tepukan  di bahu. setiap curahan perasaan, dan telinga yang mendengarkannya. Setiap tangis dan tawa dalam pelukan.  

        
Pada Istiqamah, Pilar keempat. Cintailah Kasih Sayang, Rindu, dan Kecemburuan. Hati manusia sanggup menahan cobaan jutaan tahun. Atau mengarungi masa gelap. Kau mungkin sanggup memikul peradaban. Mengikat jutaan pengetahuan. Mampu menguasai separuh dunia. Namun hatimu tetaplah miliknya. Ingatlah wanginya yang membuatmu sadar. Indah geraknya yang membuatmu insaf. Dan senyum cantiknya yang membuatmu berjanji. Janji untuk menjaga semuanya. Dialah yang mengubahmu dalam melangkahkan kaki. Tidak lagi dari pikiran, namun dari hati. Tidak lagi dengan keinginan, namun dengan kesetiaan, tidak sekedar dengan ambisi dan semangat, tapi juga dengan cinta. Aku cinta setiap hati yang merindukannya, dan magenta langit yang melukiskan wajahnya.  Setiap gundah karenanya. Setiap pagi saat mengingatnya.  Setiap detak jantung yang terpacu untuk mengingatkan kehadirannya. Setiap kecemburuan yang ada hanya untuknya.  

Maka hatimu, akan benar-benar lengkap.

Ikatkan, Dlamir! Cintamu pada ujung panah. Tembakkan ke angkasa. Ukir mereka di pedang-pedang, semoga setiap denting beradu menjadi simfoni abadi. tancapkan mereka di tanah-tanah tandus serupa tombak berbendera merah berlatar langit biru. Maka mereka akan mewujud dalam dirimu. Membuahkan ketekunan, memupuk asa dan menumbuhkan kebijaksanaan para nabi. Mereka ada. Pada tempatnya yang sempurna. Sepertimu yang membawa asma Rahman di pundakmu. Bahwa kaulah yang dinanti. Kaulah yang dirindukan. Kemudian saat tujuh zaman bertanya, berikan senyum terbaik dan katakan.

Namaku Taufiq, Savior of the Merciful


It Started out with a feeling...
Which than turn into.. Hope
Which then turn into a.. quiet though
Which then turn into a quiet.. word
And then That word grew louder, and Louder...
Till there’s a Battle Cry...

You’ll comeback.. when they call you...
No need to say goodbye


(Regina Spektor-The Call)

0 komentar :

Posting Komentar