Senin, 27 Mei 2013

One Man, And His Honour


 Twenty One Year Standing, 12 Mei 2013

A warrior will survive many years... without love.
          But he, will just survive a few days, without the reason to  fight for


             Dulu, kau begitu pemberani. Yakin akan hal apapun yang kau lakukan. Setelah cobaan panjang yang kau lalui, tuhan berkenan memberikanmu kekuatan untuk menjadi pengayuh zaman. Penggerak peradaban. Kau tanamkan selalu titah sang guru. Bahwa di bumi manapun kau berpijak, kau bertanggung jawab atas kemajuan orang-orang diatasnya. Kau abdikan sebagian besar waktumu untuk melayani orang-orang disekitarmu. Kau teriakkan selalu pekik semangat dan gairah yang meletup-letup. Walaupun datang bertubi-tubi, kau tetap meramahi kepahitan, menertawakan derita, memberi senyum pada luka, serta mensyukuri segala keterbatasan.
            Kau hidup, berbuat, dan memberi atas nama kebajikan, keadilan, kebenaran, dan kesetiaan. kau sama sekali tak ternoda intrik dan kepentingan. Kau jadi labuhan orang lain. Sandaran saat mereka lemah. Naungan teduh bagi kawan-kawanmu. Tempat kembali saat mereka butuh pertolongan. Tuhan berkenan memberikanmu kebijaksanaan, dan kau limpahkan seluas-luasnya pada dunia sekitar. Tuhan anugerahkan sempurna akal di kepalamu, Samudra yang tenang di hatimu. Dan bara api dimatamu.
            Semua kehormatan ada padamu.

            Lalu, kau bertemu dirinya.
 Kau hanya bermaksud menuruti permintaannya. Sama seperti yang lainnya. Karena hatimu terlampau lembut untuk menolak permintaan. Kau hanya ingin membuatnya tumbuh besar dalam kedewasaan. Kau hanya ingin mengantarkannya mendayung ke lautan ilmu. Memperkenalkannya pada setetes kebijaksanaan.
            Kau pun mengajaknya pada suatu malam. Di tempat sepi di depan gerbang sepi sekolah. Kau ucapkan janji untuk membimbingnya. Dia ucapkan janji untuk mematuhimu. Disaksikan bulan sabit dibalik bayang dedaunan.
             Dia pun sejenak mengisi hari-harimu. Kau ajarkan semua yang kau tahu padanya. Sesekali dia membalas dengan senyum kenakalan dan tawa kekanak-kanakan. Kau ajarkan padanya dimensi ontologis, Dia jawab dengan tepukan di bahumu. kau ajarkan tentang metafisika dasar, dia balas dengan tepukan di bahu. kau ajarkan padanya tentang konsistensi pemahaman, dia balas dengan tawa dan lagi-lagi tepukan di bahu.
             Kau sabar saja.
            Tiba-tiba kau merasa aneh. Seakan tidak ada lagi yang lebih penting selain mengajarinya. Seakan tidak ada yang lebih dinanti di hari itu selain senyum dan tawanya. Seakan hanya dia yang ingin kau beri. Lalu semuanya semakin aneh. Kau tidak peduli apapun selain mengajaknya untuk kembali duduk dan berdiskusi. kendati kini diapun mulai merasa jengah padamu. Kini kau menjadi lebih giat, berusaha agar dia kembali mau duduk bersamamu. Kau tinggalkan tugas-tugasmu yang lain.
             Kau berniat membimbingnya, kau malah jatuh cinta padanya.
           Kawan, kau mulai tidak tulus. apapun yang kau lakukan, hanya untuk membuatnya terkesan. Kau belajar sepanjang malam, hanya untuk membuatnya kagum. Kau kini berbuat, agar dipandang sebagai seorang pemimpin hebat. Sekali lagi olehnya. Kau korbankan kawan-kawanmu. Kau korbankan integritasmu. Kau korbankan harga dirimu.
           Kau tidak peduli lagi dunia sekitar. Kau hanya ingin membuatnya kembali padamu. Janji yang kau ucapkan dulu di depan gerbang sekolah kau langgar sudah. Tuhan berkali-kali mengecammu. Dia memberimu dua kali peringatan. Seluruh sistem pertahanan tubuhmu menyala merah. Semua semangat, gairah, dan determinasimu perlahan hilang.
        Kau mulai berpikir pendek. Bingung dan frustasi. Kau bongkar aibmu sendiri pada teman-temanmu. mereka yang dulu mengangguk hormat kini berpaling jengah. Kekuatanmu dicabut. Karena kau tidak lagi mengabdi pada kebajikan, kebenaran, dan kesetiaan. kau kini mengabdi untuk keindahannya. Kau berjuang untuk melihat dia tersenyum kembali padamu.
          Kini tuhan menarik satu persatu kekuatan yang diberikannya padamu. Karena kau khianati banyak orang. Kau khianati teman-temanmu. Kau khianati ucapan dan janjimu. Kau khianati dirimu. Kau khianati tuhanmu. Kau khianati kehormatanmu.
            Semua begitu cepat. Tiba-tiba segala yang kau bangun dulu musnah. Kau kini berjalan tanpa arah. Tidak tahu lagi kemana harus melangkah. kau mulai sadar kesalahanmu. Kini kau hanya ingin menjaga kesetiaanmu pada-Nya. Kau sadar dia adalah cobaan. Cobaan apakah kau akan tetap setia kepada-Nya. Kau sadar membangun dan memulai sesuatu itu perkara mudah. Istiqomah dalam mempertahankannya itulah yang luar biasa sulit.
             Kau berdiri di dua pilihan. Kau pilih kehormatan yang kau bangun bertahun-tahun. Determinasi diri dan spirit tiada henti yang selalu membakar langkahmu. Lalu kau korbankan hatimu yang mulai menguncup mekar. Kau sia-siakan kesempatan menyirami hatimu yang telah kering sekarat bertahun-tahun. Atau kau pilih cinta yang memanggil untuk kedua kalinya.
             Kau tak pernah menentukan pilihan. Maka dua-duanya pun pergi darimu. 
Kau sadar dialah ajaran tuhan tentang setia. Tentang konsistensi. Tentang loyalitas, tentang keistiqomahan. Maka kau rogoh sakumu. Lima puluh ribu terakhir jatahmu bulan itu. Kau berikan pada kasir sebagai ganti buku hijau itu. Berharap walaupun bukan kau yang mengajarinya, Dia akan belajar sendiri dari buku ini. Kau tulis di halaman depannya :

                “Buku ini adalah milik : Cahaya Kesetiaan”
                Kau tidak pernah lulus ujian itu.
               
                 Is it Love, Instead of Honour...
                Or Honour, Instead of Love...



0 komentar :

Posting Komentar