Twenty One Year Standing, 12 Mei 2013
A warrior will survive many years... without love.
But he, will just survive a few
days, without the reason to fight for
Dulu,
kau begitu pemberani. Yakin akan hal apapun yang kau lakukan. Setelah cobaan
panjang yang kau lalui, tuhan berkenan memberikanmu kekuatan untuk menjadi
pengayuh zaman. Penggerak peradaban. Kau tanamkan selalu titah sang guru. Bahwa
di bumi manapun kau berpijak, kau bertanggung jawab atas kemajuan orang-orang
diatasnya. Kau abdikan sebagian besar waktumu untuk melayani orang-orang
disekitarmu. Kau teriakkan selalu pekik semangat dan gairah yang meletup-letup.
Walaupun datang bertubi-tubi, kau tetap meramahi kepahitan, menertawakan
derita, memberi senyum pada luka, serta mensyukuri segala keterbatasan.
Kau
hidup, berbuat, dan memberi atas nama kebajikan, keadilan, kebenaran, dan
kesetiaan. kau sama sekali tak ternoda intrik dan kepentingan. Kau jadi labuhan
orang lain. Sandaran saat mereka lemah. Naungan teduh bagi kawan-kawanmu.
Tempat kembali saat mereka butuh pertolongan. Tuhan berkenan memberikanmu
kebijaksanaan, dan kau limpahkan seluas-luasnya pada dunia sekitar. Tuhan
anugerahkan sempurna akal di kepalamu, Samudra yang tenang di hatimu. Dan bara
api dimatamu.
Semua
kehormatan ada padamu.
Lalu,
kau bertemu dirinya.
Kau hanya bermaksud
menuruti permintaannya. Sama seperti yang lainnya. Karena hatimu terlampau lembut
untuk menolak permintaan. Kau hanya ingin membuatnya tumbuh besar dalam
kedewasaan. Kau hanya ingin mengantarkannya mendayung ke lautan ilmu.
Memperkenalkannya pada setetes kebijaksanaan.
Kau
pun mengajaknya pada suatu malam. Di tempat sepi di depan gerbang sepi sekolah.
Kau ucapkan janji untuk membimbingnya. Dia ucapkan janji untuk mematuhimu.
Disaksikan bulan sabit dibalik bayang dedaunan.
Dia
pun sejenak mengisi hari-harimu. Kau ajarkan semua yang kau tahu padanya.
Sesekali dia membalas dengan senyum kenakalan dan tawa kekanak-kanakan. Kau
ajarkan padanya dimensi ontologis, Dia jawab dengan tepukan di bahumu. kau
ajarkan tentang metafisika dasar, dia balas dengan tepukan di bahu. kau ajarkan
padanya tentang konsistensi pemahaman, dia balas dengan tawa dan lagi-lagi
tepukan di bahu.
Kau
sabar saja.
Tiba-tiba
kau merasa aneh. Seakan tidak ada lagi yang lebih penting selain mengajarinya. Seakan
tidak ada yang lebih dinanti di hari itu selain senyum dan tawanya. Seakan
hanya dia yang ingin kau beri. Lalu semuanya semakin aneh. Kau tidak peduli
apapun selain mengajaknya untuk kembali duduk dan berdiskusi. kendati kini
diapun mulai merasa jengah padamu. Kini kau menjadi lebih giat, berusaha agar
dia kembali mau duduk bersamamu. Kau tinggalkan tugas-tugasmu yang lain.
Kau
berniat membimbingnya, kau malah jatuh cinta padanya.
Kawan,
kau mulai tidak tulus. apapun yang kau lakukan, hanya untuk membuatnya
terkesan. Kau belajar sepanjang malam, hanya untuk membuatnya kagum. Kau kini
berbuat, agar dipandang sebagai seorang pemimpin hebat. Sekali lagi olehnya.
Kau korbankan kawan-kawanmu. Kau korbankan integritasmu. Kau korbankan harga
dirimu.
Kau
tidak peduli lagi dunia sekitar. Kau hanya ingin membuatnya kembali padamu.
Janji yang kau ucapkan dulu di depan gerbang sekolah kau langgar sudah. Tuhan
berkali-kali mengecammu. Dia memberimu dua kali peringatan. Seluruh sistem
pertahanan tubuhmu menyala merah. Semua semangat, gairah, dan determinasimu
perlahan hilang.
Kau
mulai berpikir pendek. Bingung dan frustasi. Kau bongkar aibmu sendiri pada
teman-temanmu. mereka yang dulu mengangguk hormat kini berpaling jengah.
Kekuatanmu dicabut. Karena kau tidak lagi mengabdi pada kebajikan, kebenaran,
dan kesetiaan. kau kini mengabdi untuk keindahannya. Kau berjuang untuk melihat
dia tersenyum kembali padamu.
Kini
tuhan menarik satu persatu kekuatan yang diberikannya padamu. Karena kau
khianati banyak orang. Kau khianati teman-temanmu. Kau khianati ucapan dan
janjimu. Kau khianati dirimu. Kau khianati tuhanmu. Kau khianati kehormatanmu.
Semua
begitu cepat. Tiba-tiba segala yang kau bangun dulu musnah. Kau kini berjalan
tanpa arah. Tidak tahu lagi kemana harus melangkah. kau mulai sadar
kesalahanmu. Kini kau hanya ingin menjaga kesetiaanmu pada-Nya. Kau sadar dia
adalah cobaan. Cobaan apakah kau akan tetap setia kepada-Nya. Kau sadar
membangun dan memulai sesuatu itu perkara mudah. Istiqomah dalam mempertahankannya
itulah yang luar biasa sulit.
Kau
berdiri di dua pilihan. Kau pilih kehormatan yang kau bangun bertahun-tahun.
Determinasi diri dan spirit tiada henti yang selalu membakar langkahmu. Lalu
kau korbankan hatimu yang mulai menguncup mekar. Kau sia-siakan kesempatan
menyirami hatimu yang telah kering sekarat bertahun-tahun. Atau kau pilih cinta
yang memanggil untuk kedua kalinya.
Kau
tak pernah menentukan pilihan. Maka dua-duanya pun pergi darimu.
Kau sadar dialah ajaran tuhan tentang
setia. Tentang konsistensi. Tentang loyalitas, tentang keistiqomahan. Maka kau
rogoh sakumu. Lima puluh ribu terakhir jatahmu bulan itu. Kau berikan pada
kasir sebagai ganti buku hijau itu. Berharap walaupun bukan kau yang
mengajarinya, Dia akan belajar sendiri dari buku ini. Kau tulis di halaman
depannya :
“Buku
ini adalah milik : Cahaya Kesetiaan”
Kau
tidak pernah lulus ujian itu.
Is it Love, Instead of Honour...
Or
Honour, Instead of Love...
0 komentar :
Posting Komentar