Tak ada kata lagi untuk
diucapkan. Airmatanya bahkan tak cukup mewakili suasana haru di tempat itu.
Dadanya sesak naik turun membendung perasaan bahagia. Mungkin ribuan terima
kasih dirasanya tidak akan cukup untuk mewakili perasaannya pada sang kekasih.
Dia hanya dapat mendekat, mengucap permisi dan…
Mendaratkan sebuah ciuman.
Wajahnya kusut kurang tidur.
Kerudungnya yang biasa tersampir rapi nan modis kini hanya melekat sekenanya
saja. Sorot matanya kian redup ditimpa beban pikiran yang berat. Membayangkan
fisiknya yang lemah, aku berpikir seharusnya Mahasiswi seusianya sedang
menikmati masa-masa ceria bersama kawan-kawannya. Tapi kini dia adalah pimpinan
yang berdiri di forum. Suaranya serak mengucap salam. Hening menyambut saat dia
mulai berbicara. Makin lama-makin lirih. Diselingi Isak dan airmata yang mulai
mengalir. Rasa bersalah mendadak merasukiku. Seharusnya, aku tak menyeretnya
kesini.
Aku masih ingat dulu ia adalah gadis kecil yang lugu, polos, dan
kekanak-kanakan. Diantara barisan peserta MOM KPI 2011, dia tampak masih
seperti anak SMA. Meloncat-loncat sembarangan dan bernyanyi-nyayi riang. Bahkan
dia ketakutan saat aku sekedar menyebut-nyebut kata “Bunuh” dengan intonasi
yang ditekan. Sekarang? Dia tampil sebagai wanita perkasa yang tegar. memikul
beban yang aku sendiri belum tentu mampu memikulnya.
Mengejutkan bagaimana Ideologi
bendera kuning mampu merubah seseorang. Dan dia berangkat dari hal yang sama
denganku. Sakit hati. Cuman bedanya, dia dikhianati dan dikecewakan sang
kekasih, aku kecewa gara-gara tidak kesampaian. Haha, Ironis...
Sekarang, dia punya orang lain. Ketika kutanya mana yang lebih baik, dia bilang
yang ini apa adanya. Tak palsu, bukan manipulasi. Aku melihat bagaimana
keduanya bekerja bahu-membahu. Saling menopang satu sama lain. Apalagi sang
suami yang begitu sabar menghadapi istrinya yang sensitif. Mudah marah dan
tersinggung. Aku bersyukur mereka bertemu. Aku bersyukur dia tidak lagi
mengeluhkan hidupnya padaku. Aku bersyukur dia punya tempat melabuhkan hatinya.
Mempersatukan angkatan adalah pertanyaan besar yang tak pernah
terhapuskan barang sedetikpun dari kepalaku setahun terakhir ini. Jadi bahan
lamunan saat berjalan sendirian di gang lebar wonocolo. Bagaimanapun, PMII
adalah oraganisasi besar. Berisi orang-orang pintar beridealisme kental.
Menyatukan isi kepala ratusan orang tidaklah gampang. Jadi ketua angkatan
mungkin sebuah anugrah, sekaligus kutukan.
Menyakitkan bagaimana kau dipilih jadi pemimpin, kemudian tiba-tiba
ditinggalkan begitu saja memikul beban organisasi. Setahun lamanya kau rasakan
itu. setiap sore aku harus menaikkan sendiri bendera kuning di halaman
fakultas. Duduk sendirian di depan fakultas ditemani papan keramat “sapu Lidi”.
Berharap seorang teman datang dan duduk untuk memenuhi janji mereka untuk
belajar bersama. Berjam-jam lamanya merana sendirian seperti orang bodoh.
Menjelang maghrib, terpaksa menggulung bendera dan mengangkut papan kajian
sendirian. Melangkah lesu kembali ke Arta. Begini rasanya dikhianati...
Aku bahkan sempat merasa, The God Ain’t in my Side, pasalnya, ada
saja halangan saat aku mencoba menggelar kegiatan angkatan. Kajian harus sambil
teriak-teriak karena tepat disampingnya, Red Band sedang menggelar konser.
Kadang kajian harus batal karena hujan turun. Aku harus basah kuyup berjam-jam
bersama dzakir saat acara ke tugu
pahlawan. Itupun belum cukup untuk membuat mereka saling memiliki. Aku,
Hampir putus asa...
Yang bisa kulakukan Cuma berdo’a. Beberapa temanku sudah semburat tak
tentu arah dimakan sakit hati. Dimakan koflik. Sampai H-5 MAPABA pun, belum ada
tanda-tanda angkatanku kompak. Yang ada hanya benturan emosi lagi dan lagi.
Maka, aku berterima kasih pada takdir tuhan yang
memberi kami pasangan pemimpin untuk MAPABA. Pasangan yang bekerja seirama
dengan energy kasih sayang satu dan yang lain. Dia, si gadis kecil itu, dia
kini bisa tersenyum. Pertanyaannya yang tak terjawab olehku tentang apa yang
bisa didapatkan di PMII kini terjawab dengan sendirinya. PMII memberikannya
kekuatan. PMII memberinya tawa dalam persahabatan. Dan, yang terpenting lagi,
PMII memberinya cinta dalam bentuk lain. Sosok yang tidak hanya mampu merayu
dengan kata-kata manis nan puitis. Tapi mampu menopangnya dalam suka dan duka.
Kutengadahkan kepala ke langit, memuji dzat yang
menciptakan makhluknya berpasangan. Tersenyum pada bintang yang begiu mesra
dengan bulan. Tak kusangka yang mempersatukan angkatanku adalah sebuah ciuman.
Ciuman yang akan membuat semuanya berbeda mulai sekarang.
Sejenak, aku berdamai dengan perasaan yang sama sekali
tak kukenal itu. Yang selama ini selalu aku musuhi. Dan, untuk pertama kalinya
berkata
Terima kasih, Cinta.
I started here so young,,,
And Help you get along…
Just did it for the Love….
While people Healed through us,,,
0 komentar :
Posting Komentar