Suatu waktu di hutan yang Indah, SOJ KPI, Dan siksaan dimulai...

Caranya nampak... diantara pohon-pohon itu, ditengah horizon fajar itu...
Kupikir aku akan segera buta karena pesonanya.
Aku
berusaha mensugesti diri sendiri bahwa semuanya baik-baik saja. Itu hanya
kesima sekejap yang akan pudar dimakan waktu. Seperti yang lainnya. Toh, aku
sering mengalami hal ini setiap kepergok perempuan cantik semenjak pertama
kuliah. Tapi, they’re all gone soon.
Ok
taufiq, just take a sleep. And everything will be alright as the morning come
Akupun tidur di tenda malam itu, mengabaikan tugas
jaga.
Aku tidur, merasa,
terbaring dan bermimpi seperti sedang berada di rumah. Namun, saat terjaga,
warna biru tirai tenda menyambutku. Hari sudah siang. Subuh terlewat. Aku masih
menunda untuk bangkit. Entah mengapa ingin berlama-lama menatap atap tenda itu.
Semuanya tampak tidak begitu nyata. Hutan ini, SOJ KPI, Teman-temanku, Malang,
Surabaya, IAIN Sunan Ampel, Aku seperti sedang melompat jauh dari kotak
kehidupan lamaku. Aku merasa mimpiku barusan adalah dunia nyata. Dan ini adalah
dunia semu.
Yang pertama kucek adalah Emosi. Kuraba dadaku
sendiri. Astaga, jantungku seperti mengedor-gedor keluar tulang rusukku.
Beberapa rasa takut entah dari mana datangnya mulai menyergapku. Ini hari
kedua. Sekarang mungkin sudah agak siang. Setelah itu sore setelah itu malam.
Dan besok kami harus sudah mengepak pulang. Itu berarti liburan ini berakhir.
Itu berarti teman-teman harus berpisah. Itu berarti aku harus berpisah dengan
tema-teman. Itu berarti aku tidak akan melihat mereka lagi.
Tapi, dulu juga begitu. Tapi rasa takutnya tak
separah ini. Sampai-sampai tubuhku gemetar. Kuteliti lebih dalam..., Astaga!
Puncak ketakutan terdalam ternyata aku takut tidak akan bertemu lagi dengannya.
Aku bangkit setengah melenting dengan Nafas memburu.
Kusibak tirai tenda, keluar dengan terburu-buru. Pandangan belum sempurna.
Ingatan belum kembali utuh, tiba-tiba aku terpergok dengan sosok cemerlang itu.
Nyaris menabrak.
Ya allah mas, ndang adhus dhisik. Ambune lho gak
karu-karuan. Katanya sambil berkacak pinggang. Dengan sorot mata jenaka.
Guyonan harian seperti yang biasa kami lakukan. Aku biasanya membalas dengan
guyonan yang akan membuatnya memukul bahuku. Tapi, tidak kulakukan. Aku malah
lari sambil memengang separuh kepalaku. Menuju pojok lokasi hutan. Menjauh dari
keramaian.
Kuraba sekali lagi dadaku. Kali ini agak kebawah.
Dan.. something that I feared the most, occured..
God! Damn! Shit!
Kenapa harus dia? Kenapa harus sahabat terbaikku? Oh,
tidak.. parahnya lagi dia masih terhitung muridku. Aku ingin berteriak
sekeras-kerasnya waktu itu juga.
Hari itu aku sadar. Sebuah
mendung pekat sedang mendekat pada hatiku. Its really bad Omen, jauh di
dalam sini, Sesuatu yang lama tertidur mulai menggeliat bangkit. Memberontak
dari kerangkengnya. Berusaha membebaskan diri. Sesuatu yang lebih mengerikan
dari apapun. Sesuatu yang berhasil kuikat setelah sembilan tahun berperang
dengannya. Nameless fear, the essence of pain itself. The long-forgotten
spirit. An evil Infestion, a Plagued, a deadly disease,
We called it... Love
Aku terduduk memegang pohon. Melempar pandangan jauh
ke seluruh hutan. Dibawah sana. Dia muncul. Seolah dia bukan temanku yang
kukenal. Seolah dia bukan penumpang yang naik dari surabaya bersamaku kemarin.
Dia datang dari hutan ini. Kehadirannya, sewarna, senada, setema, dan seirama
dengan hutan ini. Dan kehadirannya yang telah membangkitkan kekuatan itu.
Membangunkannya.
Kelak aku akan menyesali hari ini. Menyesali aku
terbangun di pagi harinya. Menyesali mataharinya yang terbit. Menyesali
anginnya yang bertiup. Menyesali waktunya yang berputar. Karena hari ini
perasaan itu bangkit. Jauh lebih sakit, jauh lebih kuat daripada sebelumnya.
Hari ini, The Black Swan bangkit.
Bersiap Taufiq, Mulai hari
ini, Siksaan dimulai...
someday,
I lay in this forest,
And I saw her...
Flower of all Leaves
Gift of the nature
Echantress of the wooden palace
And Daughter.. of the starry sky,
Beauty, Like an Ithilien Blossom...
Swift, Like a North Springwind...
She is.. The Princess Luthien of Tinuviel
0 komentar :
Posting Komentar