Selasa, 03 April 2012

Democratic Force, March On!

 Grahadi Surabaya, 29 Maret 2012
Hanya Mahasiswa yang mampu membangkitkan kekuatan itu..
People power…
             Kami ada di bawah tatapan garang personil kepolisian anti huru-hara. Mereka berbaris rapi di belakang barikade barbed wire tiga silinder. Tactical shield di tangan kiri, pentungan di tangan kanan. Pistol berepeluru karet terselip di pinggang. Dibelakang mereka, disiagakan half –truck yang dilengkapi water cannon. Belum lagi sengatan batara surya diatas kepala kami.
            Aksi pertamaku selama menjadi mahasiswa. Lumayan kacau. Sejak pagi kami berkumpul di kampus. Membentangkan spanduk dan poster-poster bernada protes. Yah, seperti biasa, ada yang mengapresiasi, ada yang mencibir. Cak amar dan cak isma’il mengerahkan segenap tenaga sedari pagi bengok-bengok sampai bengek menyuarakan seruan agar mahasiswa peduli akan kepentingan rakyat. Agar mereka sadar akan jati diri mereka sebagai mahasiswa. kata-kata agent of change dan social control berdengung sumbang berkali kali. Dibalas bisikan sinis para mahasiswa “opo ae… arek-arek iku..”

Ironis

            Kami berangkat dengan massa secukupnya. Bersepeda motor sambil mengibarkan bendera merah LDF (left democratic force). Organisasi yang memberangkatkan kami. Melintas kampus seperti sepasukan kavaleri Teuton abad pertengahan yang hendak berangkat berperang. Dibawah kibaran panji-panji merah. Kebiasaanku kumat. Memasang earphone dan menyetel casualities of war keras-keras. Dasaar melankoliss.!. bedanya, para ksatria teuton berangkat perang dengan diiringi do’a dan puisi, kami berangkat diiringii sumpah serapah para dosen “siapa itu?? Kok tidak beradab???”
            Saat itu, aku berpikir pergerakan zaman sedang terjadi. Meski tidak seheboh revolusi 98, perubahan yang dikawal oleh mahasiswa selalu dapat membuat gemetar tirani yang sedang menghegemoni di atas sana. Di saat-saat kritis seperti inilah biasanya lahir pahlawan-pahlawan ampera baru yang harum dikenang sejarah. Hanya saja, pewaris kekuatan revolusi tersebut semakin lama semakin sedikit. Aku tidak yakin teman-temanku akan ikut, meninggalkan kehidupan masa muda mereka yang indah dan penuh warna, menuju dunia revolusi yang kejam dan bengis.
“sampean ikut saya saja..”
            Lha, itu bos wafa yang secara mengejutkan mau ikut dalam aksi. Meninggalkan singgasananya yang nyaman dan senantiasa dikelilingi wanita-wanita cantik. Menyatakan ingin turun langsung ke medan laga. Menawarkanku untuk menumpang di belakangnya. Haha, padahal aku yakin banyak orang yang bermimpi bisa duduk di punggung kudanya. (yang cewek-cewek hayoo ngakuuu…).
            Supardi bergabung, Eko malah lebih ekstrem lagi, dia bersedia menjadi salah satu pemain aksi teatrikal yang akan kami gelar di depan istana grahadi nanti. Ia berjalan bertelanjang dada. Dengan coretan di dadanya. Diabnding dia, aku tidak ada apa-apanya.
            Kebanggaan, itulah yang aku dapatkan. Merasakan bagaimana aku menjadi pemeran dalam dinamikan zaman. Jika harga BBM tidak jadi naik, maka aku adalah salah satu penyebabnya. Sekecil apapun peranku. Minimal, aku adalah seorang yang turut memainkan peran dalam dinamika sejarah. Bukan penonton seperti mereka itu.

Matahari Surabaya!, lihat dan Saksikan!
Akulah MAHASISWA!


0 komentar :

Posting Komentar